top of page

Sri Wulan Mengembangkan Usaha Jamu Terinspirasi ADBMI & LGBS

Terinspirasi Dari Hasil Pelatihan ADBMI – LGBS, Sri Wulan Mengembangkan Usaha Jamu

Sri Wulan berjualan jamu karena terinspirasi dari pelatihan bersama ADBMI & LGBS beberapa waktu lalu di Lombok Tengah. Tatapan wajahnya mendayu – dayu melihat para pengurus Badan Umum Milik Desa (BUMDes) desa Tanak Awu datang kerumahnya. Perempuan paruh baya tersebut langsung menyuguhkan jamu hasil usahanya yang baru berjalan beberapa bulan.

Keinginannya untuk memiliki pemasukan tetap sepertinya semakin dipermudah oleh sang Maha Kuasa. Bagaimana tidak, di rumah yang ditempatinya saat ini ia hidup dengan satu orang anak dan satu cucu. Sedangkan penghasilannya masih pas – pasan dari hasil bekerja serabutan.

Dengan mempraktikkan hasil pelatihan yang di selenggarakan oleh BUMDes desa Tanak Awu selama ini, ia sedikit tidak bisa mendapatkan penghasilan tambahan. Bahkan resep jamu yang di turunkan secara turun-temurun oleh keluarganya itu ia pilih sebagai usaha yang akan dikembangkan.

*******

Sri Wulan Mengembangkan Usaha Jamu Terinspirasi ADBMI & LGBS

Photo Istimewa : Sri Wulan saat menyuguhkan jamu kepada para pengurus BUMDes desa Tanak Awu//Terinspirasi Dari Hasil Pelatihan ADBMI – LGBS, Sri Wulan Mengembangkan Usaha Jamu


adbmi.org Sri Wulan (40), perempuan paruh baya asal dusun Tatak desa Tanak Awu kecamatan Pujut Lombok Tengah merasa senang di kunjungi oleh BUMDes desa Tanak Awu. Agenda BUMDes Tanak Awu kali ini melakuhkan home visit ke penerima manfaat program konsorsium ADBMI dan LGBS yang dibantu oleh SIAP SIAGA.

Seri Wulan merupakan perempuan buruh tani yang hidup dengan satu orang anak yang masih sekolah dan juga cucunya yang masih kecil. Dulu, dimasa pandemi keuangannya sangat sulit. Bahkan sebelumnya ia hanya mengandalkan uang kiriman dari anaknya yang ada di rantauan, namun pada situasi yang sulit itu ia tidak bisa berbuat apa-apa. Bersyukur masih bisa makan meskipun dengan alakadarnya.

Ia merupakan penerima manfaat dari program konsorsium ADBMI dan LGBS. Setelah mengikuti setiap pelatihan yang di jalankan, ia membulatkan tekad membuat jamu tradisional dengan resep turun temurun.

Kini, dengan mengandalkan uang bantuan sebesar 1,6 juta, ia membeli beberapa kebutuhan untuk memulai usaha. Mulai dari botol plastik, bahan – bahan jamu dan beberapa keperluan lainnya untuk menunjang produksi.

Ia bahkan bisa mendapatkan 200 ribu perhari dari hasil usahanya ini. Selain itu, ia juga tetap menjadi buruh tani jika ada masyarakat yang membutuhkan bantuannya sebagai salah satu cara untuk memperoleh modal tambahan.

“Meskipun baru dua bulan, Alhamdulillah usaha saya sudah dikenal masyarakat,” terang Seri Wulan yang akrabnya dipanggil inaq Sri tersebut.

Cara pemasarannya pun terbilang masih sederhana, ia berkeliling menjajakan jamu hasil produksinya kepada masyarakat di sekitar desa Tanak Awu. Perhari ia bisa menjual sebanyak 20 botol kecil.

Ada dua jenis produk yang di tawarkan kepada calon konsumen, ada jamu yang sudah jadi yang di isi menggunakan botol plastik. Selain itu ia juga menjual bubuk jamu yang di isi dengan kantong plastik berukuran 100 gram.

Ilmu Baru Setelah Mengikuti Pelatihan Pengemasan Produk

Sri Wulan Mengembangkan Usaha Jamu Terinspirasi ADBMI & LGBS

Photo Istimewa : Sri Wulan saat bersama para pengurus BUMDes desa Tanak Awu//Terinspirasi Dari Hasil Pelatihan ADBMI – LGBS, Sri Wulan Mengembangkan Usaha Jamu


Sri Wulan sebenarnya sudah lama memimpin ingin membuat produk usaha jamu. Namun keinginannya mulai tercerahkan saat ia mengikuti pelatihan yang di laksanakan oleh BUMDes desa Tanak Awu.

Beberapa pelatihan sudah ia ikuti. Mulai dari penyusunan rencana bisnis, manejemen keuangan rumah tangga, sampai dengan tahap packaging atau pengemasan produk supaya bisa terlihat menarik dan tentunya tahan lama.

Resep jamu yang di turunkan kepadanya hanya bisa bertahan beberapa hari, bahkan tak sampai dua hari lamanya. Sehingga ia juga kadang takut untuk mengambangkan usaha jamu yang dibebankan kepadanya itu.

Namun semua itu berubah saat ia mengikuti pelatihan packaging yang diselenggarakan beberapa bulan yang lalu. Bersama ratusan penerima manfaat program, ia belajar bagaimana cara pengemasan dan bagaimana supaya jamu yang dibuatnya bertahan lama bahkan berminggu-minggu sampai bertahun – tahun lamanya.

“Sekarang dengan peralatan seadanya, saya bisa memproduksi jamu yang bertahan sampai berminggu-minggu dan bahkan akan saya kembangkan terus,” terang Sri Wulan kepada pengurus BUMDes.

Ia juga merasa, di usianya yang sudah tidak muda lagi, dengan kekuatan tubuh dan batin yang sudah renta tak elok baginya untuk terus menerus menjadi buruh. Sudah tak mampu lagi ia geluti. Oleh karenanya, ia memilih untuk mengambangkan produk jamu dengan modal yang diterimanya sebanyak 1,6 juta rupiah.

Selain itu, ia juga menuturkan manfaat dari jamu yang dipasarkan kepada masyarakat. “Khasiatnya banyak, sebagai daya tahan tubuh, meningkatkan stamina dan juga mencegah dari penyakit.”

Brand Menjadi Salah Satu Nilai Jual Dipasaran

Sri Wulan Mengembangkan Usaha Jamu Terinspirasi ADBMI & LGBS

Photo Istimewa : Sri Wulan saat bersama para pengurus BUMDes desa Tanak Awu//Terinspirasi Dari Hasil Pelatihan ADBMI – LGBS, Sri Wulan Mengembangkan Usaha Jamu


Khairil Anwar, pengurus BUMDes Desa Tanak Awu memberikan masukan kepada Sri Wulan mengenai produk jamu yang sedang di geluti. Di berugak depan rumah Sri, ia memberikan masukan bersama dengan pengurus BUMDes lainnya saat melakuhkan home visit.

“Tinggal bagaimana supaya brand jamu ini bisa dikenal masyarakat luas,” terang Khairil Anwar kepada Sri Wulan.

Memang, selain kwalitas produk yang harus bagus. Tak kalah penting juga brand yang dikembangkan dalam produk sehingga masyarakat tahu siapa yang memproduksi. Selain itu, masyarakat yang ingin mengkonsumsi kembali produk yang dibuat tidak akan bingung mencari produk.

Brand produk memiliki andil penting dalam menentukan kwalitas produk. Bahkan brand juga bisa menjadi pendorong atau bahkan bisa menjadi penghambat dalam pemasaran produk.

“Brand memberikan pesan secara tersurat kepada para pelanggan dalam suatu produk. Brand juga menentukan kapasitas produksi,” terang Anwar saat melakuhkan home visit.

Brand menentukan kapasitas produksi. Maksudnya, jika pasar sudah tau jenis dan kwalitas produk yang di buat oleh produsen, maka tentunya akan meningkatkan kapasitas produksi. Namun jika produk belum memiliki brand, secara tidak langsung masyarakat akan bertanya-tanya mengenai manfaat produk yang kita tawarkan.

0 tampilan0 komentar

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
bottom of page