top of page

Sapu Dari Serabut Kelapa, Kontribusi Keluarga Pekerja Migran Desa Telagawaru Dalam Pemanfaatan Potensi Lokal

• Ditengah pesatnya perkembangan teknologi, warga desa Telagawaru masih menjadi potensi lokal berupa pembuatan sapu dari serabut kelapa. Usaha ini tergolong turun temurun dan menjadi penggerak ekonomi masyarakat. 
• Pangsa pasar sapu dari serabut kelapa buatan masyarakat Telagawaru terbilang cukup bagus. Tidak hanya di Lombok, bahkan sudah menembus pulau Sumbawa dan Jawa. 
• Pemanfaatan limbah dari serabut kelapa inipun tergolong baik, tidak hanya di produksi menjadi sapu. Tapi juga digunakan sebagai media tanam hidroponik yang bersifat organik yang disebut cocopeat
Poto Istimewa : ADBMI Foundation

adbmi.org - Cuaca siang ini sangat terik. Matahari sudah berada tepat di atas kepala, penanda waktu Zuhur telah tiba. Suara - suara dari speaker masjid dan musholla bergemuruh, azan berkumandang. 


Sulpi, salah satu perempuan paruh baya menghentikan rutinitasnya. Segera mengambil air wudhu lalu pergi ke musholla. Tak jauh, 50 meter dari rumahnya musholla berdiri dengan megahnya. 


Selepas itu, Sulpi kembali ke ruang kerjanya, berdindingkan terpal dan beratap asbes. Ruang kerja sederhana yang ia tempati setiap hari, sedari pagi sampai azab magrib berkumandang. 


Terlihat jelas tumpukan serabut kelapa disekelilingnya, memenuhi ruang sederhana tempat ia bekerja. Ia adalah salah satu pengrajin sapu dari serabut kelapa di desa Telagawaru. 


Desa Telagawaru Kecamatan Pringgabaya Kabupaten Lombok Timur terkenal dengan desa penghasil sapu dari serabut kelapa. Uniknya, sapu dari serabut kelapa ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang mantan kepala desa yang pernah mendekam di lapas atau lembaga pemasyarakatan. Sudah lama usaha ini digeluti masyarakat, tidak kurang dari 30 tahun lamanya. 


***** 

Sapu Serabut Kelapa, Konsistensi dan Kerjasama Tanpa Lelah Demi "Cuan

Poto Istimewa : ADBMI Foundation

Seiring berjalannya waktu, Desa Telagawaru terkenal dengan desa sebagai penghasil sapu dari serabut kelapa. Bahkan, Desa Telagawaru pernah mewakili kecamatan Pringgabaya dalam lomba desa tingkat kabupaten Lombok Timur dengan menjadikan sapu dari serabut kelapa sebagai ikon desa. 


Salah satu keluarga yang menjadikan sapu dari serabut kelapa sebagai mata pencaharian adalah Zainuddin. Ia adalah pekerja migran Indonesia atau PMI purna yang kini menggeluti usaha tersebut. 


Tak main - main, ia bisa menjual sekitar 250 - 300 buah sapu setiap bulannya. "250 - 300 setiap bulan, tergantung cuaca dan kesanggupan kita." 

Poto Istimewa : ADBMI Foundation

Setiap hari, Zainudin dan sang istri bekerjasama membuat sapu dari serabut kelapa. "Saya yang memproses di bagian awal, nanti istri di bagian finishing." 


Tak main - main, produksi sapu dari serat kelapa ini bisa memakan waktu berbulan-bulan. Mulai dari pencarian bahan baku, perendaman sampai dengan proses menjahit yang semuanya itu dilakukan tanpa mesin. 


"Tidak ada mesin, semuanya pake tangan. Dari penjahitan sapu, penyisiran juga pake manual," terang Zainudin. 


Meskipun begitu, harga sapu perbuahnya terbilang murah. Rata - rata 8000 perbuah. Tak sebanding dengan kerja keras dan konsistensi para pengrajin. 

Poto Istimewa : ADBMI Foundation

"Tapi kali banyak mas, untung sedikit tapi kalo banyak. Dan tetap. Itu intinya. Ndk kepikiran pergi merantau lagi," terang Zainudin saat dikunjungi penulis. 


Dari hasil berjualan sapu, Zainuddin bisa memiliki rumah. Selain itu juga, kebutuhan dasar keluarganya bisa terpenuhi dengan baik. 


"Untuk sekolah anak juga bisa, Alhamdulillah," terang pria usia 40an tahun tersebut. 


*****

Mendorong Keluarga PMI Keluarga Dari Himpitan Ekonomi Dengan Pemanfaatan Potensi Lokal Berbasis Green Economy 

Poto Istimewa : ADBMI Foundation

Tim peneliti dari Universitas Muhammadiyah Jakarta yang di pimpin oleh Dr. Nani Nurani Muksin,M. Si beserta rombongan berkesempatan melihat produksi sapu dari serabut kelapa di desa Telagawaru Kecamatan Pringgabaya, Lotim. Kunjungan ini bertujuan untuk meneliti para pekerja migran Indonesia purna dalam pengembangan kewirausahaan berbasis potensi lokal dan green economy. 


Kunjungan tim peneliti dari UMJ langsung di dampingi oleh pemerintah desa dan juga pengurus Lembaga Sosial Desa Telagawaru. 


Dr. Nani selaku ketua mengungkap bahwa potensi - potensi lokal memiliki daya tarik tersendiri jika pemanfaatannya lebih maksimal. Pemanfaatan potensi lokal bisa bernilai secara ekonomi dan bisnis. 


"Terlebih bagi pekerja migran purna, potensi lokal desa bisa dikembangkan dan bisa bernilai ekonomis," terangnya saat kunjungan ke desa Telagawaru yang menjadi salah satu desa dari empat desa dampingan ADBMI saat ini. 


Green economy atau ekonomi hijau mendorong kesetaraan sosial masyarakat yang disertai dengan mengurangi kerusakan lingkungan.  Termasuk pemanfaatan limbah serabut kelapa, salah satu cara untuk mengurangi limbah yang tidak terpakai. 


"Bisa dimanfaatkan dengan dibuat sapu, apalagi limbahnya setelah pembuatan, bisa di gunakan untuk jadi media tanam cocopeat," pungkasnya. 


Penelitian dari Universitas Muhammadiyah Jakarta ini di Danai langsung dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia. 


Tim peneliti ini terdiri dari Ketua: Dr. Nani Nurani Muksi, M. Si., dari Prodi Magister Ilmu Komunikasi FISIP UMJ dan anggota terdiri dari, Dr. Oktaviana Purnamasari, M. Si., dari Prodi Ilmu Komunikasi FISIP UMJ serta ⁠Jumail, M. Sc., dari Prodi teknik informatika, Fakultas Teknik UMJ.  

Poto Istimewa : ADBMI Foundation

Diwaktu yang bersamaan, Ketua LSD Telagawaru, Junaidi mengungkapkan sekitar 318 jumlah pekerja migran Indonesia di desa Telagawaru. Ini merupakan data hasil pendataan LSD tahun 2024. 


Diharapkan, potensi lokal desa Telagawaru bisa menjadi solusi permasalahan ekonomi masyarakat. "Banyak potensi lokal, dari pertanian, peternakan dan kerajinan." 


Setiap dusun di desa Telagawaru memiliki potensi tersendiri yang bisa dikelola masyarakat. "Ada juga dusun penghasil bawang," terangnya. 


Hanya saja, terang Junaidi, iklim ekonomi masyarakat dipengaruhi oleh cuaca. "Contoh, serabut kelapa. Kalau musim hujan ya produksi kurang. Tidak bisa menjemur serabut kelapa yang mau dijadikan sapu." 


Selain itu, LSD dan juga pemerintah desa Telagawaru berupaya memberikan support pendanaan kepada pelaku usaha melalui BUMDES. 


"Kita upayakan BUMDes juga terlibat. Potensi lokal kita banyak, tinggal di suport pendanaan." 



14 tampilan1 komentar

1 Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
Dinilai 5 dari 5 bintang.

👍👍👍

Suka
bottom of page