top of page

Rudat

Pemain Rudat Greenback 2.0 Desa Loyok


Sebelum produk budaya pop merasuk seluruh penjuru Negeri Lombok. Drama tradisional Rudat menjadi salah satu dari hiburan rakyat di Gumi Sasak (khususnya bagian Lombok Timur). Semua pemainnya tenar, terkenal secara luas, menjadi bahan gunjingan pada saat-saat yang tak diduga, merekalah celebrities lokal. Rudat konon jalur masuknya mirip dengan masuknya musik aliran Dangdut yang sekarang kita kenal sebagai bagian dari Indoensia. Tidak murni Indonesia, aslinya dari India yang dilokalkan oleh Bangsa Melayu. Rudat juga begitu, berasal dari Parsi, lalu masuk ke Indonesia. Konon, dipakai untuk dakwah Islam. Makanya sampai sekarang, latar cerita dan pemerannya, rata-rata berbau Arab-Parsi. Lewat Rudat ini, orang Sasak tahu dan belajar berbahasa Melayu. Orang Sasak juga menyebutnya bahas pulisi atau Polisi, sebab dahulu bahasa yang banyak mempengaruhi Bahasa Indonesia ini hanya terbatas pemakainya, di kalangan Pamong Praja dan Polisi saja. Di mana, Pamong Praja dahulu dalam Bahasa Sasak juga disebut Datu, bersikap dan punya kewenangan seperti Polisi sekarang.

Peran Adam, Jongos dan Inaq Kelor – Rudat Greenback 2.0 Desa Perigi


Rudat terdiri dari dua jenis yaitu pertama, berkembang di Lombok Barat, berupa tari-tarian yang diawakan oleh sekelompok pria, terkadang dengan aksesoris senjata. Gerakan tarian diambil dari gerakan kembangan Pencak Silat yang pada saat ditarikan diiringi dengan bacaan Sholawat kepada Nabi Muhammad SAW. Sementara, Rudat  yang  berkembang di Lombok Timur berupa Sendratari, drama dengan alur cerita tertentu, diselingi dengan tarian dan nyanyian dan terkadang berbalas pantun. Drama Rudat yang dipentaskan dan berkembang di Lombok Timur terdiri dari dua cerita besar, yaitu berlatar kedatangan Saudagar Al-Munfaridz dan satunya lagi berlatar tentang kerajaan di Baghdad. Namun dalam kedua aliran besar cerita Rudat ini, satu hal yang sama adalah eksistensi tokoh bernama, Adam atau Khaddam, dan tokoh punggawa yang disebut Jongos yang karakter dasarnya lucu, jujur dan tentu harus sanggup diapa-apakan alias sabar.

Sebelum era 2000-an. Kemampuan nanggep (mengontrak) pementasan Rudat pada pesta hajatan menjadi tolak ukur prestise, seberapa tinggi derajat sosial Anda di kampung tersebut.

Catatan Penting:Para pemain Rudat adalah masyarakat awam bukan profesional, keikutsertaan mereka dalam kelompok Rudat merupakan gengsi tersendiri, lebih didorong oleh semangat kepatuhan dan pengabdian kepada sang guru Sekaha (pemilik alat musik sekaligus pemimpin Rudat). Dalam strukutur masyarakat etnis Sasak, Guru Sekaha pimpinan Rudat ini terutama di masyarakat Lombok Timur tidak ubahnya seperti Tuan Guru (Tokoh Agama). Sekaha ini juga dipandang sebagai guru spiritual bagi pengikutnya. Masyarakat yang punya anak gadis akan sangat tersanjung jika sang Guru Sekaha mau mengawini anaknya, meski anaknya akan dimadu untuk menjadi istri ke-III, atau pun ke-V. Bahkan, tidak hanya sekedar menyerahkan anak gadisnya saja, sang mertua pun rela menyerahakn sawah atau membiayai kehidupan rumah tangga sang Guru Sekaha  tersebut. Dan meskipun telah menjadi mertua dari Guru Sekaha, mertua tetaplah sebagai pihak yang mencium tangan sang Guru Sekaha.

Adam, Jongos dalam Dialog Keluarga Inaq Kelor – Rudat Greenback 2.0 Desa Loyok


Sejak tahun 2004, Yayasan ADBMI mencoba melakukan inovasi terhadap Rudat ini, sebagai media pendidikan komunitas di pedesaan. Hal ini dilatari oleh refleksi cara-cara sekolahan yang selama ini kerap dipraktikkan oleh sebagian besar pelaku pemberdayaan/pembangunan komunitas. Tunjuk misal, pemakaian koran, tabloid, sticker atau seminar untuk melakukan sosialisasi ke tengah masyarakat desa yang rata-rata berpendidikan rendah bahkan illiteracy (buta huruf). Tentu saja, orang desa akan mengganggukkan kepala kepada out-sider tersebut, tapi seberapa besar materi yang nyangkut dan dipahami serta diamalkan oleh masyarakat adalah perkara yang perlu diuji lebih jauh. Dan dalam Komunitas BMI (Buruh Migran Indonesia) atau TKI, rerata kemampuan tulis dan baca ini juga sangat perlu dipertimbangkan, pendataan lima tahun terkahir menunjukkan, pendidikan BMI asal Kabupaten Lombok Timur masih rendah, bahkan pada tahun 2012 lalu, jumlah antara mereka yang tidak tamat SD dan hanya tamat SD mencapai 60% dari total BMI asal Lombok Timur.

Raja, Patih dan Pengawal – Rudat Greenback 2.0 Desa Loyok


Ide pemakaian media drama ini juga disandarkan pada akar kultural lokal. Masyarakat Sasak (etnis dominan di Pulau Lombok) adalah masyarakat dengan budaya tutur (oral story), itulah kenapa sangat sulit menemukan manuskrip ataupun bukti sejarah tertulis tentang masyarakat Lombok. Ini nampak dari produk seni dan budaya mereka yang sebagian besar adalah seni peran dengan dialog (memakai kata-kata), seperti Wayang, Amaq Abir, Rudat, Cilokaq, Kayaq, Syair Hikayat dan lain-lain.

Secara teori kajian Quantum Learning menyebutkan kondisi senang dan menyenangkan sebagai pra-syarat kesuksesan sebuah proses pembelajaran. Karena sifatnya yang rekreatif dan edukatif. Media Rudat dapat juga befungsi sebagai media rehabilitasi dan reintegrasi bagi korban BMI maupun mereka yang baru saja kembali dari kerja di Luar Negeri. Pesan yang disampaikan dalam Rudat pun jauh dari kesan menggurui. Dalam hal pelibatan masyarakat sangat banyak (600-800 bahkan ribuan orang yang menonton per sekali pementasan), dan skup penonton dari lintas kecamatan bahkan kabupaten.

Sebagai sebuah produk, tentu saja Rudat tidak bisa disebut sempurna sebagai sebuah media pendidikan. Untuk itu beberapa hal inovatif terus diuji-cobakan dalam setiap kali pementasannya, seperti  Rudat dimodifikasi sehingga keluar dari pakem tradisionalnya ke pakem baru. Supaya lebih sensitif gender. Komposisi pemain sebelumnya lebih banyak perempuan maka dalam rudat ini akan dibalik, jumlah pria akan di perbanyak. Yang selanjutnya, peran perempuan yang dalam Rudat terdomestikasi menjadi permaisuri, istri (pakem lama, komposisi perempuan dominan tapi miskin peran), menjadi lebih egaliter dan ditekankan peran-peran kunci yang sukses yang diadopsi dari kehidupan nyata. Inovasi yang lainnya lagi adalah ada interaksi antara pemain dengan penonton. Dimana penonton dapat terlibat diskusi (tanya jawab) atau turut bermain, lewat balas pantun ataupun menari.

Penyerahan Doorprize dari Pegadaian – Rudat Greenback 2.0 Desa Perigi


Untuk mengetahui efektifitas, bahwa pesan yang disampaikan lewat pementasan Rudat telah sampai atau tidak adalah dengan memberikan ruang bagi adanya interaksi penonton dengan pemain. Selain itu dilakukan wawancara (sebar quistioner) paska pementasan terhadap penonton, minimal kepada 30 orang. Cara lain untuk memonitor akspetansi komunitas adalah mengadakan quiz berhadiah pada saat pementasan Rudat. Yaitu di tengah dan akhir pementasan. Hadiah reward diberikan bagi 5 orang penonton mampu menjawab pertanyaan yang disiapkan terkait penerimaan dan pemahaman.

Namun demikian, biaya yang cukup besar menjadi salah satu tantangan dari pemakaian media ini. Dibutuhkan sekitar 4 s.d 5 juta rupiah setiap kali pementasan. Namun, jika diukur dari jumlah komunitas yang langsung dapat menikmati dan mengakses manfaatnya, nominal ini  sesungguhnya dapat diabaikan. Tantangan lainnya adalah, dalam konteks lokal. Ajang pementasan Rudat dipentaskan pada jam 00.00 Wita sampai jam 06.00 Wita di mana lokasi pementasan dilakukan di tanah lapang (persawahan atau kebun yang gelap). Dalam keramaian seperti pementasan Rudat ini juga dimanfaatkan oleh para pedagang termasuk minuman keras dan judi Klutuk. Dengan kondisi ini, potensi terjadinya kekerasan terhadap perempuan terbuka lebar. Demikian juga potensi konflik fisik (perkelahian) tidak jarang terjadi. Di masa lalu, pementasan Rudat menjadi ajang mencari jodoh, perkawinan banyak berawal dari bertemu di arena pementasan.

Untuk Mengatasi resiko di atas, Yayasan ADBMI melakukan pementasan lebih awal, mulai jam 20.00 atau 20.30 Wita di tempat yang terbuka dan cukup terang dengan kondisi tempat yang memungkinkan massa terkonsentrasi. Misal di halaman Kantor Desa, perempatan desa atau lapangan Desa. Melibatkan Polisi Sektor, Polisi Masyarakat dan pemuda setempat untuk menjaga keamanan.

Tari-tarian dari Siswi SMK NW Bajang – Rudat Greenback 2.0 Desa Loyok


Dukungan sound system yang standar sangat menentukan sampai tidaknya pesan. Mengingat rudat dipentaskan di tempat terbuka (out-door). Plus, setiap kali pementasan, maka akan muncul keramaian lain, seperti pedagang-pedagang kagetan yang menjual makanan dan minuman dan lalu lalang sepeda motor. Belum, lagi tempat duduk penonton yang tidak masuk dalam kewenangan penataan kita yang mementaskan. Di mana para penonton secara bebas menentukan di mana dan bagaimana posisi ia duduk. Masalah lain adalah, para pemain  rudat tersebut bukanlah pemain profesional. Para pemain ini di rekrut dari masyarakat biasa, para survivor, mantan BMI, keluaraga dan anggota masyarakat yang memang punya minat dan passion untuk berbuat sesuatu bagi komunitasnya. Akibatnya, para pemain datang dan pergi biasanya bermigrasi dengan alasan ekonomi, untuk itu, proses dimulai dari awal lagi, rekruetmen dan melatih lagi.

2 tampilan0 komentar

Opmerkingen

Beoordeeld met 0 uit 5 sterren.
Nog geen beoordelingen

Voeg een beoordeling toe
bottom of page