top of page

Puluhan Tahun Merantau, Pulang Hanya Membawa Keahlian Membuat Tempe

Adbmi.orgUmar Harjo banyak bercerita tentang pengalamannya merantau ke berbagai daerah. Bukan hanya ke luar daerah, bahkan cerita perantauannya juga ia lanjutkan ke negeri seberang, Malaysia.

Umar sapaan akrab lelaki 57 tahun asal desa Suradadi kecamatan Terara kabupaten Lombok Timur.

Ia memulai perantauannya pada tahun 1995, sekitar 28 tahun yang lalu dan memilih Malaysia sebagai negara untuk mencari sesuap nasi sebagai bekal menyambung hidup.

Tak tanggung – tanggung, sekitar 20 tahun lamanya waktu yang ia habiskan untuk menjadi pekerja di kebun kelapa sawit di Malaysia.

***** MENCOBA PERUNTUNGAN KE LAMPUNG

Photo Istimewa : Umar Harjo saat menunjukan proses pembuatan tempe 30/8/2023.

Photo Istimewa : Umar Harjo saat menunjukan proses pembuatan tempe 30/8/2023.


Setelah puluhan tahun merantau menjadi pekerja migran Indonesia ke Malaysia, belum terlihat jelas perkembangan dalam ekonomi Umar Harjo. Ia masih hidup dalam keterbatasan finansial.

“Akhirnya saya mencoba untuk mencari kerja ke Lampung,” terang Umar Harjo, 30/8/2023 di rumah produksi tempenya di desa Terara kecamatan Terara.

Pada tahun 2015 silam, awal mula proses pengabdiannya belajar bagaimana cara membuat tempe.

Ia memiliki prinsip menyelam sambil minum air. Sembari bekerja, sembari ia belajar.

Ia merasa sudah tua, dan sudah lama melalang buana meninggalkan kampung halaman dengan alasan ekonomi. Dari situ, ia mencoba menekuni cara membuat tempe di tempatnya bekerja di provinsi Lampung. Harapnya, sebagai bekal keahlian untuk menyambung hidupnya.

Beberapa kali ia sempat pulang dari Lampung untuk mempersiapkan tempatnya kelak membuat tempe. Ia membangun tempat tinggal sekaligus rumah produksi tempe.

“Akhirnya sebelum bulan puasa kemarin, saya memutuskan berhenti bekerja di Lampung dan setelah lebaran mulai produksi di rumah,” terang Umar sang pembuat tempe tersebut.

***** MEMBUAT TEMPE ADALAH SELINGAN MENUNGGU WAKTU SHOLAT

Photo Istimewa : Umar Harjo dan Hezya Oktavianis saat berada di dalam rumah produksi tempenya 30/8/2023.

Photo Istimewa : Umar Harjo dan Hezya Oktavianis saat berada di dalam rumah produksi tempenya 30/8/2023.


Umar Harjo termasuk pekerja keras, ia termasuk perantau ulung. Bahkan, jiwanya juga terbentuk sepanjang perantauannya mengarungi bahtera kehidupan.

Sudah banyak hal yang ia lalui selama merantau, di fitnah, di tipu sampai dengan dimusuhi rekan kerjanya.

Namun ia tak pernah putus arang, demi sebuah harapan akan hidup yang lebih baik dimasa depan.

Dengan memulai membuat tempe sebagai usahanya di rumah, ia merasa telah menemukan makna kehidupan.

Ia merasa, proses pembuatan tempe mengajarkannya banyak hal. Dari proses pemilihan biji kedelai sampai dengan proses pembungkusan. Semuanya tidak ada yang instan. Semua memiliki prosesnya sendiri.

Ia bahkan menuturkan bahwa bekerja membuat tempe merupakan selingan untuk menunggu waktu sholat. Kepada Tuhan, adalah tujuan yang paling kekal.

Bekerja harus diniatkan sebagai sebuah ibadah untuk menjemput ridho Allah.

***** BEKERJA SAMA DENGAN SANG ANAK UNTUK MENJANGKAU PASAR YANG LUAS

Photo Istimewa : Hezya Oktavianis atau Anis saat melayani salah satu pembeli tempe buatan sang ayah, Umar Harjo 30/8/2023.

Photo Istimewa : Hezya Oktavianis atau Anis saat melayani salah satu pembeli tempe buatan sang ayah, Umar Harjo 30/8/2023.


Di rumah produksi tempe milik pak Umar Harjo, ada Hezya Oktavianis yang tidak lain adalah anaknya sendiri.

Anis nama panggilan perempuan dua anak tersebut. Hampir setiap hari ia berkunjung ke rumah sang ayah.

Dalam usaha ini, Anis bertugas sebagai penjual tempe. Sementara sang ayah, Umar Harjo bertugas sebagai produsen tempe.

Anis memasarkan tempe buatan sang ayah saat ini terfokus di sekitar desa Rarang kecamatan Terara. Sekitar 10 menit dari tempat tinggalnya.

Setiap hari, ia bisa menghabiskan 25 kilogram tempe untuk dijual, satu kilogram sekitar 17 sampai 18 bungkus yang ditawarkan dengan harga 4 buah seharga 5 ribu.

Sejak awal merintis usaha tempe ini, Anis sudah mulai belajar berjualan. Dari rumah ke rumah sampai dengan pasar.

Selain belajar langsung, ia juga pernah mengikuti pelatihan manejemen ekonomi rumah tangga dan usaha mikro yang dilaksanakan oleh Lembaga Sosial Desa Suradadi yang di support oleh yayasan Advokasi Buruh Migran Indonesia dan AWO International.

Bahkan, kini Anis termasuk satu dari banyaknya masyarakat yang pernah mengikuti pelatihan MERT yang mengajukan peminjaman modal usaha di bank konvensional.

Dari hasil pelatihan tersebut, ia sudah bisa membaca peluang usaha dan bisa menilai kekurangan dan kelebihan dari usaha sang ayah tersebut.

Di samping itu juga, ia sudah mahir dalam mengatur keuangan rumah tangganya dan menyisihkan keuangan usaha dengan keuangan rumah tangga.

Dengan peminjaman modal yang di dampingi ADBMI, ia berharap bisa mengembangkan usaha sang ayah untuk bisa menjangkau pasar yang lebih luas lagi. Apalagi, sudah ada tawaran untuk menjangkau pasar pulau Sumbawa.

0 tampilan0 komentar

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian
bottom of page