top of page
Gambar penulisilham firdaus

Perjuangan Buruh Migran Lombok di 1940-an: Kirim Uang Penuh Risiko Tanpa Teknologi!



Perjuangan Buruh Migran Lombok di 1940-an: Kirim Uang Penuh Risiko Tanpa Teknologi!

Pada era 1940-an, ketika layanan transfer uang dan aplikasi digital belum ada, buruh migran asal Lombok yang bekerja di luar negeri menghadapi tantangan besar dalam mengirimkan hasil jerih payah mereka kepada keluarga di kampung halaman. Tanpa akses ke bank atau layanan keuangan modern, para pekerja ini mengandalkan cara-cara tradisional yang penuh risiko, proses panjang, dan ketidakpastian.


Salah satu metode yang lazim digunakan oleh para buruh migran di masa itu adalah wesel pos, yaitu surat berisi uang yang dikirim dari kantor pos luar negeri. Meski menjadi salah satu cara yang lebih terpercaya, proses pengiriman wesel pos ini jauh dari efisien. Butuh waktu berminggu-minggu agar wesel sampai ke alamat yang dituju, dan itu pun masih dibayangi ketidakpastian. Tidak sedikit keluarga di kampung halaman yang terpaksa menunggu dengan cemas, berharap bahwa uang kiriman benar-benar akan tiba.


Selain wesel pos, para buruh migran juga mengandalkan cara lain, yaitu dengan menitipkan uang pada mandur atau rekan kerja yang kebetulan akan pulang ke Lombok. Meskipun cara ini bisa menghemat waktu, risikonya jauh lebih tinggi. Mengingat tidak ada jaminan atau sistem keamanan yang bisa diandalkan, keluarga di kampung terkadang tidak menerima uang kiriman karena terjadi masalah dalam perjalanan atau bahkan adanya oknum yang tidak bertanggung jawab. Banyak buruh migran yang harus bergantung pada kepercayaan dan harapan besar bahwa uang yang mereka titipkan benar-benar akan sampai di tangan keluarga tercinta.


Bagi sebagian pekerja migran, menyimpan uang sendiri hingga bisa pulang ke kampung halaman menjadi satu-satunya pilihan. Uang yang mereka simpan biasanya berupa koin perak atau emas, karena dianggap lebih stabil dan tahan lama nilainya. Namun, cara ini juga penuh risiko, terutama karena mereka harus menjaga uang tersebut sepanjang perjalanan pulang yang panjang dan kadang-kadang berbahaya. Perjalanan pulang membawa koin dalam jumlah besar menjadi beban tersendiri, karena para buruh harus waspada terhadap perampokan atau kejadian yang bisa membuat uang mereka hilang di jalan.


Meski penuh tantangan dan risiko, para buruh migran dari Lombok di era 1940-an ini tetap gigih untuk bisa membantu keluarga di kampung halaman. Mereka rela menempuh cara-cara yang sulit demi memastikan bahwa hasil kerja keras mereka benar-benar sampai ke tangan orang-orang tercinta. Kisah mereka adalah bagian dari sejarah panjang perjuangan buruh migran Indonesia, mengingatkan kita semua pada nilai pengorbanan dan ketangguhan yang luar biasa. Di zaman modern seperti sekarang, ketika transfer uang bisa dilakukan dalam hitungan detik, kisah para pekerja migran Lombok di masa lalu adalah warisan yang berharga dan patut dikenang sebagai simbol ketulusan dan kerja keras tanpa batas.


Untuk melihat lebih lanjut cerita perjuangan mereka dalam bentuk video, silakan kunjungi tautan berikut: https://youtube.com/shorts/TfsgtIY4mDA?feature=share

1 Comment

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
Guest
7 hari yang lalu
Rated 5 out of 5 stars.

PMI = real fighter,,

Like
bottom of page