top of page

Perempuan dalam Migrasi – Sebuah Perubahan Wajah ke Feminisasi

Terhitung semenjak tahun 2000-an, arus migrasi asal Lombok Timur mengalami perubahan wajah ke feminisasi (pertanyaan kritisnya adalah “apakah ini bentuk emansipasi/terbukanya akses perempuan atau kah eksploitasi ekonomi?”).

Ditandai dengan jumlah perempuan yang menjadi BMP terus bertambah, berbanding lurus juga dengan kontribusi remittance financial dan sosial ekonomi mereka (sayangnya pemilahan data perolehan remittance berdasar jenis kelamin belum tersedia.


Perhitungan kasarnya dapat dilakukan dengan menjumlah rata-rata gaji yang diterima oleh buruh migran perempuan atau TKW berdasarkan negara penempatan, dalam hal ini Timur Tengah yang jumlah dan kursnya lebih tinggi dibanding dengan negara penempatan pria di Malaysia yang standar gajinya lebih rendah).


Namun tak urung, diskriminasi berbasis gender tetap mereka terima, stigma negatif terhadap perempuan menjadi buruh migran masih berkembang di masyarakat.


Ungkapan “lalo begawean bisok botol” yang dalam Bahasa Indonesianya pergi bekerja mencuci botol, menstigma bahwa TKW tidak lain adalah kerja yang berkonotasi negatif, melecehkan, menjadi pelayan majikan termasuk seks (bahkan sekalipun, untuk perempuan yang bekerja di Arab Saudi dan dapat menunaikan ibadah haji).


Masyarakat kurang apresiatif terhadap perempuan yang menunaikan haji karena menjadi buruh migran. Poligami, kekerasan dalam rumah tangga, kehilangan aset dan ditinggal kawin adalah bentuk-bentuk kasus yang kerap menimpa BMP/TKW, uang remitance yang dikirimkan oleh perempuan malah dipakai untuk selingkuh/kawin lagi dengan perempuan lain. Perempuan yang menjadi korban kekerasan dan kejahatan dalam penempatan BMI, jauh lebih tinggi dibanding pria.

0 tampilan0 komentar

Postingan Terkait

Lihat Semua

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
bottom of page