top of page

Pengurangan Resiko Bencana, Workshop Pengarustamaan

adbmi.orgBencana alam berupa gempa bumi yang terjadi pada tahun 2018-2019 di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) telah meninggalkan trauma yang panjang bagi sebagian masyarakat NTB.

Berdasarkan data Provinsi NTB bencana gempa bumi tersebut terdampak pada semua kabupaten/Kota yang ada di NTB dengan jumlah korban jiwa sebanyak 564 orang, kerusakan fasilitas umum sebanyak 1.230 unit (fasilitas pendidikan sebanyak 830 unit.

Tempat Ibadah sebanyak 322 unit, Rumah Sakit (fasilitas kesehatan) sebanyak 60 unit, pasar sebanyak 12 unit, dan bangunan lainnya sebanyak 6 unit.

Pemerintah Provinsi NTB dan Kabupaten Lombok Timur mengeluarkan kebijakan anggaran yang tidak sedikit untuk merespon dan menanggulangi, sebut saja pagu anggaran tahun 2018  yang digelontorkan oleh Pemprov NTB sejumlah Rp. 81.617.863.503 sedangkan Pemkab Lombok Timur mencapai angka Rp 56.000.000.000 untuk huntara.

Tentunya semua itu dengan tujuan memberikan perlindungan atas bencana dan kesejahteraan atas warganya dalam bentuk Rehabilitasi dan Rekonstruksi terhadap masyarakat terdampak bencana.

Respon tanggap bencana dan untuk menuju pemulihan bencana di NTB tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, juga dilakukan oleh berbagai pihak untuk membantu dan memberikan akses kebutuhan dasar terdampak.

Dengan Walaup demikian  tampaknya  fokus pada bentuk respon dan tanggap kebencanaan dalam bentuk fisik baik berupa perbaikan/pembangunan perumahan, sarana-sarana dan bentuk fisik lainnya.

Sementara itu penguatan masyarakat dalam bentuk pendidikan tentang kebencanaan dan bagaimana merespon serta bagaimana pemulihan paska bencana kurang menjadi prioritas.

Hal tersebut tidak lepas dari pandangan selama ini bahwasanya masyarakat pasif terhadap dinamika sekelilingnya, masyarakat hanya menunggu uluran tangan dari pemerintah dan pihak lainnya, masyarakat hanya menerima dan tidak mampu menggunakan kapasitas yang dimiliki untuk bagaimana merespon, berinovasi, dan keluar dari persoalan-persoalan yang melilitnya.

Dampak berkepajangannya adalah masyarakat selalu bergantung dari orang lain dalam hal ini termasuk pemerintah untuk keluar dari setiap permasalahan yang menimpanya.

Pandangan seperti itu juga terjadi pada penanganan masyarakat terdampak bencana non alam (Covid-19) yang datang sebelum trauma masyarakat belum hilang sepenuhnya terhadap bencana gempa 2018.

Banyaknya program yang digelontorkan oleh pemerintah berupa BLT, JPS Gemilang, APBD I dan APBD II, tidak lebih hanya stimulan dan tidak banyak berdampak pada pemahaman masyarakat untuk bagaimana hidup akrab dalam suasana kebencanaan.

Dalam rangka memperkuat keterlibatan pemerintah kabupaten dan desa dalam pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana, maka pemerintah perlu memiliki pengatahuan yang cukup tentang informasi kebencanaan, sistem pananggulangan bencana hingga konsep-konsep yang saat ini sedang berkembang yang digunakan pemerintah maupun para pihak dalam usaha Pengurangan Risiko Bencana (PRB).

Pemahaman yang sama tentang PRB menjadi sangat penting bagi semua aktor. Untuk itu dalam rangka pelaksanaan pilot project program pengurangan resiko bencana berbasis masyarakat (PRBBM) atau community base dissaster risk management (CBDRM) di Desa Pringgasela Timur dimulai dengan penyamaan persepsi  tentang Pengarusutamaan PRB melalui proses workshop.


0 tampilan0 komentar

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
bottom of page