top of page

“Pelagak Lekong Belah” di Desa Suradadi untuk Pembentukan Lembaga Sosial Desa (LSD) Pedu

adbmi.orgMungkin istilah “Pelagak Lekong Belah” adalah kalimat yang tepat saat ini untuk apa yang sedang kami lakukan di desa Suradadi. Mencoba untuk membentuk lembaga peduli migran di level desa yang visioner.

Indonesia adalah pengirim buruh migran terbesar di Asia, dengan rata-rata penempatan setengah juta orang setiap tahun. Dan dalam kurun 5 tahun terakhir, Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat menjadi penyumbang terbesar Indonesia (40 ribu/tahun, data BNP2TKI).

Namun sebagian besar dari mereka melakukan praktek migrasi yang tidak aman. Seperti: tidak memiliki dokumen, data diri dipalsukan, penggunaan calo di setiap level penempatan, tidak memilki persiapan yang cukup.

Akibatnya,  migrasi ini menjadi ladang pelanggaran hak asasi, perbudakan, penyiksaan, tidak mendapat upah, kekerasan seksual,  penipuan dan bahkan trafficking. Di mana, perempuan menjadi korban yang paling rentan dan dominan.

Untuk itu, program ini bertujuan untuk meningkatkan perlindungan buruh migran perempuan (BMP & Perempuan) dalam keluarga migran (isteri dan anak perempuan) dari tindak trafficking dan kekerasan berbasis gender lainnya di daerah asal Kabupaten Lombok Timur.

Mempertimbangkan kondisi di atas, Yayasan Advokasi Buruh Migran Indonesia bekerjasama dengan AWO International untuk berkontribusi dalam penangan masalah tersebut. Sebagai langkah awal adalah membentuk Lembaga Sosial Desa (LSD) yang peduli issue buruh migran sebagai infrastruktur sosial di 5 desa program, yaitu:

  1. Suradadi Village, sub-District Terara;

  2. Ketapang Raya Village, sub-District Keruak;

  3. Pringgasela Timur Village, sub-District Pringgasela;

  4. Wanasaba Village, sub-District Wanasaba;

  5. Anjani Village, sub-District Suralaga.

Secara sederhana, dapat dikatakan, Lembaga Sosial Desa adalah tempat  berhimpunnya champion-champion lokal (jawara orang desa setempat) sebagai wadah berhimpun untuk belajar dan bekerja sebagai dokter sosial. Namun tidak seperti dokter sejatinya, dokter sosial di sini tidak hanya melakukan diagnosa gejala untuk menentukan jenis penyakit yang diderita oleh pasien (dalam hal ini komunitasnya).

Namun juga membangun kemauan dan partisipasi komunitas untuk menemukan penyakitnya sendiri, merumuskan jenis obat yang akan digunakan dan cara menggunakan serta mengevaluasi dampak dari penggunaan obat itu. (Roma Hidayat)

0 tampilan0 komentar

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
bottom of page