top of page

PEKERJA MIGRAN INDONESIA : HABIS MODAL, TERBITLAH PASPORT

Adbmi.org – Begitu sulit bagi Erni Sosialmi untuk bertahan dalam keterpurukan ekonomi pada saat pandemic covid 19. Bekerja serabutan demi memenuh kebutuhan rumah tangga serta kebutuhan sekolah anaknya membuat ia beserta sang suami harus bisa berfikir dua kali dan harus bekerja keras. Jika diingat kembali, covid 19 memang sangat mematikan ekonominya, terlebih tak ada pekerjaan tetap yang dimiliki beserta sang suami.

Suami dari Erni Sosialmi, Rizal Saparwadi memang jarang di rumah. Sejak awal pernikahan selalu memilih untuk merantau untuk mencari penghidupan keluarganya. Tak sebulan dua bulan, bahkan bertahun tahun ia bisa meninggalkan sang istri. Namun itu semua demi ekonomi mereka untuk tetap pulih. Kini ia bahkan memilih untuk merantau lagi ke Malaysia dengan meninggalkan satu orang anak dan istri tercinta, Erni Sosialmi.

Eneng akrabnya, bahkan pernah mengalami keguguran karena terlalu keras dalam bekerja. Itu bahkan menjadi penyesalan yang paling dalam ia rasakan, pasalnya ia merasa tak memperhatikan kandungan yang ada di dalam tubuhnya. Sementara, ia harus bekerja membanting tulang demi kebutuhannya beserta anak yang masih duduk dibangku sekolah taman kanak – kanak.

Pertengahan pandemic Covid 19, Eneng beserta suami mencoba peruntungan dengan membuka usaha kecil – kecilan di depan rumahnya yang sederhana. Berawal dari tidak adanya pekerjaan dan tentunya tidak adanya pemasukan, mereka mencoba membuat tusuk sate, batagor, dan cilok dengan bahan dasar bamboo yang di beli di dekat rumahnya. Kini, perlahan usaha itu berjalan dan ia memiliki banyak pelanggan. Namun, karena masih keterbatasan modal, sang suami memilih membuat paspor pekerja untuk merantau ke Malaysia.

BANGKIT KARENA TIDAK ADANYA PEMASUKAN PADA SAAT PANDEMI COVID 19

Photo Istimewa: Erni Sosialmi saat mengurus usaha tusuk bambu yang di buatnya //PEKERJA MIGRAN INDONESIA : HABIS MODAL, TERBITLAH PASPORT


Terik matahari siang itu tak membuat Erni Sosialmi (36), merasa gentar. Justru sinar matahari yang menyengat selalu menjadi waktu yang paling dinanti dan di tunggu – tunggu olehnya. Pasalnya beberapa hari belakangan ini cuaca tak menentu, kadang panas kadang pula hujan sepanjang hari yang membuat ia tak bisa menjemur rautan bilah bamboo yang siap digunakan sebagai tusuk sate, cilok dan batagor yang akan dijualnya. Satu persatu rautan bamboo yang dijemur dibalik dengan sepenuh hati, harapnya bisa mendapatkan sinar matahari yang maksimal.

Menjemur bilahan bambu biasa ia lakuhkan sedari pagi sehabis membuat masakan untuk anaknya yang saat ini masih sekolah. Setiap hari rutinitas ini selalu ia jalankan tanpa pernah merasa bosan. Bahkan usaha ini sudah ia jalankan hamper dua tahun lamanya, sejak pandemic covid 19 melanda global.

Sebelumnya, usaha ini ia jalankan dengan sang suami sebelum ia memilih untuk merantau ke negeri Jiran Malaysia beberapa bulan yang lalu. Alasan sang suami merantaupun karena ia ingin mengembangkan usaha ini agar lebih besar lagi. Karena modal yang masih minim, akhirnya sang suami memantapkan niatannya untuk merantau menjadi pekerja di sector perkebunan di Malaysia.

Erni Sosialmi sendiri merupakan perempuan asal Dusun Anjani Timur Desa Anjani Kecamatan Suralaga Kabupaten Lombok Timur. Ia adalah satu dari banyaknya perempuan yang ditinggal merantau oleh pasanganya karena alasan ekonomi. Apalagi dampak pandemic Covid 19 masih dirasakan sampai saat ini.

Sebelumnya, pekerjaan Eneng akrabnya hanya sebagai buruh pembuat bakso tahu. Setiap hari sebelum covid 19, ia bisa mendapatkan 25.000 sejak pagi sampai siang hari. Penghasilan itu dirasa cukup untuk kebutuhan anaknya yang masih sekolah. Sementara sang suami, sepulang merantau dari Kalimantan ia menjadi buruh kasar. Waktunya pun tak menentu. Kadang ada panggilan untuk bekerja, kadang pula harus menunggu berminggu – minggu baru bisa mendapatkan penghasilan. Untuk kebutuhan dapur, sang suami, Rizal Saparwadi biasanya menghabiskan waktunya untuk memancing belut ataupun ikan untuk kebutuhan dapur. Hasilnya tak ia jual, karena keluarga juga sangat butuh asupan nutrisi yang baik.

Namun karena pandemic covid 19, Eneng tak punya pemasukan lagi. Ia berhenti dari pekerjaannya. Sementara sang suami pun tak ada pemasukan. Keduanya hidup dalam keterpurukan ekonomi dan ancaman covid 19. Bahkan, jika ada garam di dapur itu sudah cukup untuk dijadikan lauk pauk bagi keluarganya. Sungguh pandemic covid 19 mematikan ekonomi mereka dan masyarakat secara keseluruhan.

Mereka harus hidup serba keterbatasan. Mulai dari keterbatasan ekonomi sampai dengan keterbatasan social karena anjuran pemerintah yang membatasi masyarakat untuk bertemu pada saat covid 19. Kehidupan saat itu ia isi dengan merenung dan juga mengajari anaknya membaca dan menulis supaya anaknya bisa mendapatkan pelajaran yang baik meskipun tidak di sekolah/ karena memang pada saat itu sekolah semuanya diliburkan.

Setelah pandemic berjalan hamper satu tahun lamanya, sejak tahun 2021 yang lalu ia mencoba peruntungan membuat tusuk sate, pentol, batagor dan tusuk cilok. Tak hanya itu, ia bahkan juga menjual bakso di depan rumahnya untuk menambah modal dapurnya setiap hari. Bakso itupun ia ambil di keluarganya yang merupakan produsen bakso di Dusun Anjani Timur.

Setelah berjalan lama, ternyata usaha tusukan yang berbahan dasar bamboo itu banyak peminatnya. Banyak warga masyarakat yang berjualan bakso, pentol, cilok, batagor dan sate yang memilih membeli tusukan hasil produksinya. Perlahan, ekonomi mereka kembali pulih.

Kini, Eneng mengurus usaha itu sendiri karena sang suami pergi merantau ke Malaysia untuk permodalan usahanya. Akhirnya, ia memilih untuk merekrut pekerja di sekitar rumahnya untuk membantu menjalankan usahnya tersebut. Banyak ibu – ibu yang menggantungkan nasibnya dari dengan hanya meraut bambu. Selain itu pula, banyak pemuda yang dapat bekerja dari usahanya tersebut. Bahkan rumah produksinya juga pernah dikunjungi oleh pihak kementrian pada saat datang ke desa Anjani beberapa bulan yang lalu.

KELUARGA PEKERJA MIGRAN HARUS PANDAI MENGELOLA KEUANGAN RUMAH TANGGA UNTUK BISA BERTAHAN

Photo Istimewa : Erni Sosialmi saat menghaluskan tusuk dari bahan dasar bambu dengan mesin buatan suaminya // PEKERJA MIGRAN INDONESIA : HABIS MODAL, TERBITLAH PASPORT

Photo Istimewa : Erni Sosialmi saat menghaluskan tusuk dari bahan dasar bambu dengan mesin buatan suaminya // PEKERJA MIGRAN INDONESIA : HABIS MODAL, TERBITLAH PASPORT


Sudah beberapa kali Erni Sosialmi menerima uang kiriman dari sang suami yang kini ada di Malaysia. Kiriman itu ia simpan di bank untuk dijadikan tabungan keluarga. Ke depan, ia berharap bisa membeli mesin guna mempermudah produksi usahnya. Memang, sang suami juga sebelum pergi merantau ke Malaysia sudah membuat mesin mengalus dari barang bekas. Mesin itu ia buat dari hanya melihat di Youtube lalu kemudian di praktekkan. Namun, mereka ingin memiliki mesin yang lebih besar lagi yang harganya memang tak main – main, sekitar 16 Juta Rupiah. Uang itu terbilang besar bagi keluarga Eneng yang baru merintis usaha.

Eneng juga merupakan keluarga pekerja migrant yang menjadi kelompok penerima manfaat dari proyek Pemulihan Ekonomi Komunitas Pekerja Migran Terdampak Covid 19 di Lombok Timur. Ia adalah satu dari ratusan penerima manfaat program yayasan Advokasi Buruh Migran Indonesia yang bekerja sama dengan Responsible Business Aliance (RBA) yang berasal dari Amerika Serikat. Kerjasama ini berkomitmen untuk memulihkan ekonomi para pekerja migrant yang terdampak covid 19 di Kabupaten Lombok Timur – Nusa Tenggara Barat.

Eneng bahkan beberapa kali mengikuti pelatihan yang diselengarakan oleh Badan Umum Milik Desa (BUMDes) desa Anjani yang menjadi Lembaga Kemasyarakat Desa yang difasilitasi oleh ADBMI dalam program ini. Para penerima manfaat program menerima pelatihan mulai dari bagaimana mengelola keuangan rumah tangga, merencanakan usaha sampai dengan membaca pasar sebagai awal mula berusaha.

Dengan modal ilmu yang didapatkan selama pelatihan, Eneng kini bisa mengatur keuangan usaha dan bisa mengatur belanja kebutuhan keluarganya di luar kebutuhan usaha. Ia juga bisa membaca pasar dan juga tau cara membranding usahanya. Sehingga usahanya juga bisa berjalan sampai saat ini.

Manejemen keuangan rumah tangga yang dilakuhkan sampai saat ini sangat membuahkan hasil. Ia bisa mengetahui berapa pengahabisan perminggu untuk kebutuhan keluarga. Disamping itu, ia juga melakuhkan pencatatan untuk kebutuhan usahanya. Mulai dari berapa pemasukan yang di dapat, berapa pengeluaran bulanan sampai dengan memetakan sumber modal lain di luar usahnya tersebut. Ia percaya, untuk bisa bertahan dan mempertahankan usaha ia harus bisa mengatur keuangannya sendiri.

Kedepannya, ia berharap usahnya bisa lebih berkembang lagi sehingga bisa merekrut pekerja lebih banyak lagi karena ia tahu bagaimana sulitnya lapangan pekerjaa saat ini. Ia sudah merasakan pahit manis dalam hidup. Pernah tidak makan, pernah tidak ada penghasilan dan memang itu yang membuat ia keras untuk mengembangkan usahanya tersebut.

AWAL PANDEMI COVID 19, HIDUP DENGAN MENGANDALKAN BANTUAN SOSIAL DARI PEMERINTAH

Photo Istimewa : Salah satu pekerja yang dimiliki oleh Erni Sosialmi yang setiap hari membantunya // PEKERJA MIGRAN INDONESIA : HABIS MODAL, TERBITLAH PASPORT

Photo Istimewa : Salah satu pekerja yang dimiliki oleh Erni Sosialmi yang setiap hari membantunya // PEKERJA MIGRAN INDONESIA : HABIS MODAL, TERBITLAH PASPORT


Di masa pendemi Covid 19, banyak masyarakat yang menjadi pekerja migrant tidak bisa mengirimkan uang karena memang mereka juga terbatas dalam penghasilan.

Selain itu juga, banyak masyarakat yang tidak bisa merantau ke luar negeri karena banyak negara yang saling menutup diri dari negara lain. Akhirnya, mereka hidup dalam ketidakpastian pendapatan. Sehingga banyak masyarakat yang hanya mengandalkan pemasukan dari bantuan social yang digelontorkan oleh Pemerinta Indonesia.

Pemerintah Indonesia mengeluarkan banyak program bantuan yang menyasar banyak masyarakat pada saat pandemic covid 19 dengan bertujuan pemulihan dan juga sebagai sumber penghidupan masyarakat. Dan bantuan itu pula yang diandalkan oleh Erni Sosialmi pada saat awal pandemic covid 19.

Namun bantuan itu tak serta merta bisa langsung mengubah penghidupannya beserta keluarga. Nominalnya hanya beberapa, tak sampai satu juta rupiah dan didapatkan pertiga bulan sekali sehingga di rasa belum cukup untuk kebutuhan sehari hari. Terlebih, kebutuhan anaknya yang masih sekolah dasar juga belum bisa di cover. Meskipun demikian, bantuan itu bisa membantunya bertahan dikala pandemic covid 19 saat itu.

0 tampilan0 komentar

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
bottom of page