top of page

Pahlawan Tak Butuh Pengakuan, Mereka Hanya Butuh Diberdayakan

Pahlawan Tak Butuh Pengakuan, Mereka Hanya Butuh Diberdayakan. Karena memang gelar pahlawan ialah mereka yang memiliki kontribusi tinggi dalam society, minimal di dalam lingkungan terdekat.

“Suami saya dulu seorang perantau, beberapa sudah pulang pergi merantau. Membangun usaha pun dari hasil uang tabungan dan hasil rantauan. Kami ingin diberdayakan,” tegas Saftiah saat mengikuti pelatihan manejemen keuangan rumah tangga dan usaha mikro di desa Anjani, (5/11/) tahun 2022 silam.

Bersama dengan 20 peserta lainnya, Saftiah menitipkan pesan yang sangat menyentuh dan penuh harap. Harapannya bisa berdaya di masa tua.

adbmiPerempuan yang menjadi salah satu peserta pelatihan yang di selenggarakan oleh Lembaga Sosial Desa Anjani merupakan keluarga PMI di desa Anjani. Ia adalah satu dari ratusan keluarga PMI yang ingin berdaya secara finansial.

Ia bisa bertahan hidup sampai saat ini dengan membuat usaha kecil – kecilan yang di jual pasar Anjani dan juga di rumah. Ia berjalan setiap hari dan memproduksi usahanya setiap hari pula.

Ia berjualan bubur, es cendol dan beberapa makanan lainnya yang ia buat dari hasil kreatifitas tangannya sendiri.

Ia memiliki beberapa orang anak, ada yang sudah kuliah dan ada pula yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Dan mereka semua di ajarkan sejak dini untuk berwirausaha dan menghasilkan uang dari hasil usaha sendiri.

*****

Pahlawan Tak Butuh Pengakuan, Mereka Hanya Butuh Diberdayakan

Photo: para peserta pelatihan manejemen keuangan rumah tangga dan usaha mikro di desa Anjani.


Pemberdayaan Secara Ekonomi

Masalah pekerja migran sampai saat ini tak bisa kita sepelekan. Menjadi migran memang penuh dengan resiko. Bahkan seharusnya, menjadi pekerja migran harus menjadi jalan terakhir dan bukan satu – satunya jalan untuk meningkatkan kemandirian finansial. Namun apalah daya, lahan yah terbatas dan lapangan pekerjaan yang sedikit serta sulitnya akses informasi pasar kerja membuat banyak warga masyarakat memilih menjadi perantau sedari muda.

Di Lombok sendiri, dominan para lelaki memilih untuk menjadi pekerja migran ke Malaysia dengan mengambil sektor perkebunan kelapa sawit. Sepulang dari negara penempatan, tentunya para purna PMI sedikit memiliki keahlian jika tanpa di dasari niat untuk belajar.

Terlebih, tanaman kelapa sawit tidak menjadi komoditas unggulan di Lombok sehingga kemahiran para purna PMI memotong buah sawit mengumpulkan biji dan lain sebagainya akan sia – sia ketika mereka pulang. Imbasnya, mereka memilih kembali lagi merantau karena tidak ada nilai jual bagi keahlian mereka di tempat kelahiran.

Permasalahan ini yang mendorong Yayasan Advokasi Buruh Migran Indonesia (ADBMI) untuk melakuhkan pemberdayaan kepada warga masyarakat yang memiliki keluarga PMI. Perlu adanya kerjasama semua pihak dan para pihak harusnya dilibatkan penuh. Sehingga para pahlawan devisa yang kita kenal itu adalah para PMI bisa berdaya.

Yayasan ADBMI bekerjasama dengan berbagai NGO luar negeri, terlebih sampai saat ini masih bekerja sama dengan AWO International

Para keluarga yang ditinggal merantau di ajarkan bagaimana merencanakan usaha, mengembangkan usaha, mencari pasar, membangun branding usaha sampai dengan menghitung biaya produksi dan usaha. Itu semua dilakukan dengan memanfaatkan para pengurus Lembaga Sosial Desa yang ada di lima desa binaan seperti desa Anjani, Wanasaba, Pringgasela Timur, Ketapang Raya dan Suradadi Lombok Timur.

Jika di total kan, ada ratusan para keluarga PMI yang di berdayakan.

0 tampilan0 komentar

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
bottom of page