top of page

Misnawati Tidak Bisa Baca Dan Tulis, Potret Keluarga Mantan PMI

adbmi.orgMisnawati seorang ibu rumah tangga, mengabdikan diri terhadap keluarganya. Pagi itu suara televisi dari ruang tamu memecah keheningan, suaranya bahkan terdengar sampai ke dapur tempat Misnawati memasak untuk keperluan anggota keluarganya.

Sepagi mungkin ia harus mencoba menghidangkan makanan untuk anggota keluarganya. Tak mewah, yang penting mampu memenuhi nutrisi bagi keluarga.

Tak ada ikan pagi ini. Yang ada hanya daun kelor, tempe dan sedikit urapan (makanan khas Lombok) yang menjadi pelengkap hidangan.

Jam 06.15 hidangan sudah tersaji. Anak bungsunya yang masih duduk di bangku sekolah dasar diminta untuk sarapan lebih dahulu sebelum berangkat sekolah.

Riska Aulia, anak dari Misnawati dengan lahapnya menyantap hidangan yang disajikan. Ia memang tak pernah memprotes masakan sang ibu. Apapun yang di masak akan ia makan dengan senang hati.

Sembari melihat anaknya makan, Misnawati berpesan kepada Arini untuk langsung pulang sepulang sekolah.

“Nanti setelah pulang sekolah, jangan langsung main,” ucap Misnawati pada anak bungsunya, Riska.

Ia berpesan demikian karena akan pergi ke kantor desa Anjani untuk mengikuti pelatihan pengembangan rencana bisnis bagi keluarga pekerja migran.

“Dari jam 8 sampai jam 12 ibu di kantor, setelah itu langsung pulang istirahat sebentar. Setelah itu pergi lagi,” lanjut pesannya pada Riska.

Pelatihan pengembangan rencana bisnis bagi keluarga PMI yang ada di desa Anjani memang sudah beberapa kali di lakukan. Namun dengan tema yang berbeda – beda.

Misnawati diundang oleh pengurus lembaga sosial desa (LSD) Anjani untuk ikut pelatihan karena anak keduanya, Faisal pernah merantau ke luar negeri. Sehingga keluarga Misnawati sudah tergolong sebagai keluarga penerima manfaat untuk kegiatan pembentukan UMKM komunitas keluarga PMI.

Setelah melihat anaknya usai sarapan, Misnwati bergegas meminta anaknya untuk langsung berangkat sekolah. Tak banyak yang ia berikan sebagai uang belanja di sekolah, justru ia memperbanyak nasihat bagi sang anak.

Tepat jam 06.35 WITA, Riska berpamitan dengan mencium telapak tangan ibunya. Tak lupa pula, sang kakek yang sedang mempersiapkan jualannya sedang menunggu untuk di datangi sang cucu.

“Assalamualaikum,” ucap Riska pada kakeknya sendiri.

Dengan sumringah, Misnun hanya menyodorkan tangannya untuk berjabatan. Entah apa yang ada di benak Arini, namun ia berharap diberi tambahan belanja.

Sirim (76) merupakan penjual mainan di kolam wisata Mbulan Boroq Dewi Anjani. Setiap hari ia selalu berjualan di tempat yang menjadi primado masyarakat desa Anjani.

Berangkat pagi dan pulang menjelang sore selalu ia jalani belakangan ini setelah dibukanya kolam wisata tersebut.

Sebelumnya, ia juga sempat berkeliling menjual dagangannya ke beberapa tempat wisata dan juga beberapa desa. Sempat juga ia menjajal kota Selong, ibu kota Kabupaten Lombok Timur untuk berjualan mainan. Namun karena faktor usia, ia sudah tidak lagi berjualan keliling seperti dulu kala.

Misnawati Tidak Bisa Baca Dan Tulis, Potret Keluarga Mantan PMI

Photo: Misnawati penuh senyum saat ditemui di kediamannya


Misnawati berangkat ke kantor desa Anjani tepat pada pukul 08.15 dengan berjalan kaki. Berbekal buku dan alat tulis, ia berangkat seorang diri.

Ia termasuk orang yang awam. Tidak bisa baca tulis, maklum tidak tamat sekolah. Namun, keinginan yang kuat untuk belajar, ia membawa perlengkapan yang digunakan untuk mencatat nanti.

Dengan mengenakan jilbab dan baju sederhana di tambah dengan temben (sebutan sarung bagi perempuan Sasak), itu sudah cukup sopan baginya.

Perlahan sembari menengok ke belakang, berharap ada teman berjalan dengan tujuan yang sama, ke kantor desa Anjani untuk ikut pelatihan.

Jarak dari rumah Misnawati ke kantor desa tak terlalu jauh. Ia bebas memilih jalur mana saja yang ia inginkan. Bisa lewat gubuk Jantuk, gubuk sebelah. Atau juga bisa langsung melewati jalan raya. Kedua jalur tersebut tak terlalu jauh.

Namun ia memilih jalur yang agak sepi. Takut ditanya mau kemana oleh masyarakat sekitar. Maklum, ia jarang sekali ke kantor desa jika tidak ada keperluan mendadak.

Sesampainya di kantor desa Anjani, Misnawati langsung disambut oleh beberapa warga yang juga ikut pelatihan. Terlihat pula panitia yang sedang bersiap-siap untuk kelangsungan acara supaya berjalan lancar.

Saat diminta untuk menulis nama di lembar absen, Misnawati kaget. Ia tak bisa baca tulis. Bahkan hanya sekedar menulis nama anaknya yang pernah menjadi pekerja migran pun ia tak bisa.

Akhirnya ia meminta Eneng, salah satu tetangganya untuk menuliskan nama anaknya.

Misnawati memang salah satu orang yang tak bisa baca tulis. Bahkan bahasa Indonesia pun ia masih terbata-bata. Beruntung ia sering menonton sinetron di televisi, ada sedikit kosakata yang bisa ia pahami. Namun ketika diminta untuk berbicara, ia sedikit terbata bata.

Misnawati Tidak Bisa Baca Dan Tulis, Potret Keluarga Mantan PMI

Photo: Semua peserta pelatihan di aula kantor desa anjani


Potret keluarga pekerja migran Indonesia

Jika ada anak yang tak bisa membaca dan menulis, itu bisa dipastikan anak keluarga pekerja migran. Tidak terurus dan terlantar sudah menjadi konsekuensi bagi keluarga PMI menurut pandangan orang awam.

Permasalahan pendidikan memang kerap kali menjadi masalah bagi kebanyakan keluarga PMI, tak ayal indeks pembangunan manusia (IPM) Lombok Timur selalu menjadi bahan pembicaraan yang tak berkesudahan.

Selain itu, mental keluarga PMI kerap kali dicap mental kerupuk. Cepat lembek dan tak bisa berkembang ketika ditimpa suatu permasalahan.

Maka dari itu, penting sekali diberikan perhatian yang lebih bagi keluarga PMI.

Mereka harus di Fasilitasi bagaimana cara mengelola keuangan yang baik. Jangan sampai hanya bisa mencari tanpa bisa mengatur. Alhasil, setelah uang hasil rantauan habis, jalan terakhir adalah kembali merantau.

Melalui program pemberdayaan komunitas keluarga PMI, yayasan Advokasi Buruh Migran Indonesia (ADBMI) mengadakan pelatihan dengan tujuan meningkatkan ekonomi keluarga PMI melalui pembentukan UMKM.

Program yang dicanangkan terlaksana sampai akhir tahun 2022 ini akan membentuk kurang lebih 600 UMKM baru di pulau Lombok, 300 diantaranya di kabupaten Lombok Tengah.

Dengan support dana program dari luar negeri, diharapkan pasca pandemi covid 19 ini terbentuk ratusan UMKM baru guna menunjang perekonomian masyarakat. Terutama keluarga pekerja migran.

Tak ada pilihan lain bagi mereka. Mereka harus berdaya. Tak lagi meninggalkan tempat tinggal dengan alasan mencari biaya hidup. Terlebih melewati jalur yang tidak resmi.

Akibatnya, nyawa digadai dengan mata uang negeri seberang.

0 tampilan0 komentar

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
bottom of page