top of page

Misi Kerjasama ADBMI dan AWO International, Meluruskan Pemahaman “Bisok Botol” pada Peke

adbmi.orgDalam beberapa pekan yang lalu, Direktur Yayasan Advokasi Buruh Migran Indonesia (ADBMI) Roma Hidayat melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) dengan Arbeiterwohlfahrt International (AWO, secara harfiah: Kesejahteraan Pekerja).

Agenda tersebut dalam kerjasama meningkatkan perlindungan buruh migran perempuan (BMP) dan Perempuan dalam Keluarga Migran (isteri & anak perempuan) dari tindak trafficiking dan kekerasan berbasis gender lainnya di Lombok Timur. Penandatangan ini berlangsung di kantor Yayasan ADBMI pada Jumat (19/01/2018).

Lewat jalinan kerjasama tersebut, ADBMI menginginkan peningkatan kemampuan  akses kelompok sasaran (buruh migran perempuan dan perempuan keluarga migran) dalam mengadvokasi kebijakan dan mempromosikan migrasi aman yang anti trafficking serta responsif gender.

Meluruskan Pemahaman "Bisok Botol" pada Pekerja Perempuan di Lombok Timur Misi Kerjasama ADBMI dan AWO International

Terhitung semenjak tahun 2000, migrasi asal Lombok Timur mengalami perubahan wajah ke feminisasi. Dan semenjak itu terus bertambah hingga kini. Diskriminasi berbasis gender tetap mereka terima. Stigma negatif terhadap perempuan menjadi BMI masih berkembang di masyarakat.

Ungkapan “lalo begawean bisok botol” yang dalam bahasa Indonesianya pergi bekerja mencuci botol menstigma bahwa BMP tidak lain adalah kerja yang berkonotasi negatif. Ungkapan itu sangat melecehkan, menjadi pelayan majikan termasuk seks bahkan untuk perempuan yang bekerja di Arab Saudi dan dapat menunaikan ibadah haji sekalipun. Masyarakat kurang apresiatif terhadapnya karena menunaikan haji menyambi menjadi BMI.

Poligami, kekerasan dalam rumah tangga, kehilangan aset dan ditinggal kawin adalah bentuk-bentuk kasus yang kerap menimpa BMP/TKW. Uang remitan yang dikirimkan oleh perempuan dipakai untuk selingkuh bahkan kawin lagi dengan perempuan lain.

Perempuan yang menjadi Korban kekerasan dan kejahatan dalam penempatan BMI, jauh lebih tinggi dibanding pria.

Potret migrasi Lombok Timur hari ini adalah migrasi yang tidak aman. Telah begitu banyak korban baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung adalah perempuan dan pria yang menjadi BMI itu sendiri. Dan korban tidak langsung adalah keluarga, para perempuan dan anak yang menjadi anggota keluarga dari buruh migran itu sendiri.

Meluruskan Pemahaman "Bisok Botol" pada Pekerja Perempuan di Lombok Timur Misi Kerjasama ADBMI dan AWO International

Proyek Perlindungan Buruh Migran Perempuan (BMP) ini akan dilaksanakan di 5 desa pengirim utama buruh migran di Kabupaten Lombok Timur. Desa–desa dipilih berdasarkan kriteria:

  1. Merupakan pengirim utama buruh migran;

  2. Angka kemiskinan tinggi;

  3. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) rendah;

  4. Potensi resiko bencana tinggi;

  5. Angka kawin cerai tinggi;

  6. Infrasruktur jalan terbatas (terisolasi);

  7. Merepresentasikan zona timur, barat, utara, selatan dan daerah pegunungan serta pantai.

Desa tersebut adalah:

  1. Suradadi Village, sub-District Terara;

  2. Ketapang Raya Village, sub-District Keruak;

  3. Pringgasela Timur Village, sub-District Pringgasela;

  4. Wanasaba Village, sub-District Wanasaba; dan

  5. Anjani Village, sub-District Suralaga.

Meluruskan Pemahaman "Bisok Botol" pada Pekerja Perempuan di Lombok Timur Misi Kerjasama ADBMI dan AWO International
0 tampilan0 komentar

留言

評等為 0(最高為 5 顆星)。
暫無評等

新增評等
bottom of page