Semua orang pasti mendambakan rumah yang layak sebagai tempat tinggal. Namun kenyataanya, sumber penghasilan yang tidak memadai ditengah kebutuhan pokok yang melambung tinggi, memiliki rumah hanya mimpi.
pekerja migran Indonesia lahir dari kelompok masyarakat menengah ke bawah. Untuk mendapatkan penghidupan yang layak dan gaji yang tinggi serta rumah yang baik, mereka menjadi PMI. Dengan menjadi PMI, setidaknya bisa mewujudkan mimpi mereka memiliki rumah.
Program rumah subsidi dari pemerintah Indonesia bukan lagi menjadi barang baru. Program ini sudah dijalankan sejak masa orde baru, yaitu presiden Soeharto. Dilanjutkan pada masa presiden Joko Widodo.
Dan kini, program rumah subsidi akan terus dilanjutkan pada masa kepemimpinan Prabowo-Gibran.
adbmi.org – Kicauan burung menyambut kedatangan LSD Borta saat berkunjung ke rumah Samsul Hadi di Dusun Toyang Desa Borok Toyang Kecamatan Sakra Barat. Kebetulan, ia merupakan mantan pekerja migran Indonesia yang baru sebulan pulang dari Malaysai.
Selain Samsul Hadi, LSD Borta juga kerap menyambangi keluarga PMI lainnya. Ini bertujuan untuk mengkonfirmasi dan juga sekaligus meninjau para calon PMI, keluarga PMI atau mantan PMI yang telah pulang. Beberapa kunjungan sebelumnya, LSD menemukan informasi bahwa banyak PMI yang tidak menerima gaji yang sesuai.
Samsul Hadi merupakan termasuk mantan PMI yang sukses. Ia bisa membeli tanah dan juga membangun rumah dari hasil keringatnya selama di rantauan. Selain itu juga, ia bisa membeli sebuah sepeda motor.
“Alasan utama dulu merantau ya karna ekonomi. Mau punya rumah sendiri juga,” terang Samsul Hadi pada Nurdin dan Rudi, pengurus LSD Borta Desa Borok Toyang.
Dari hasil pendataan LSD Borta tahun 2024 lalu, sekitar 41,3% PMI yang merantau ke luar negeri memiliki alasan berangkat untuk membangun rumah.
Diketahui data PMI di Desa Borok Toyang sekitar 458 pada tahun 2024. Data tersebut didapatkan oleh LSD dengan cara melakuhkan pendaatan langsung perkeluarga PMI. Pendataan dilakuhkan di semua dusun di Desa Borok Toyang Kecamatan Sakra Barat.
Sementara itu, Samsul Hadi pemuda 25 tahun tersebut sudah dua kali merantau menjadi PMI. Pertama, dulu Ketika usianya 19 tahun, setelah tamat sekolah menengah atas. Namun, hanya 9 bulan menjadi PMI. Itupun ia berangkat secara unprosedural.
“saya berangkat illegal. Kalau resmi, ribet, tidak bebas bekerja. Kalau gaji kurang, bisa kabur ke tempat lain,” terang Hadi.
“apalagi saya mau cepat punya rumah,” sambung Hadi pada penulis.
Samsul Hadi merupakan satu dari banyaknya PMI asal Kabupaten Lombok Timur yang bermimpi memiliki rumah pribadi. Namun karena biaya hidup yang tinggi, di satu sisi pekerjaan yang tidak memadai memaksa mereka untuk menjadi PMI.
Keluarga PMI banyak berlatar belakang ekonomi menengah ke bawah. Hanya untuk sekedar membangun rumah, menjadi PMI adalah pelarian dan jalan pintas bagi kebanyakan orang. Sehingg, jalan pintas itu mereka lalui tanpa melihat prosedur. Ilegal salah satu caranya.
3 Juta Rumah Gratis Program Prabowo Girban
Masa pemerintahan presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto dan Gibran Rakabumi mencetuskan program 3 juta rumah gratis. Program tersebut santer menjadi pembahasan public hingga saat ini.
Banyak yang pesimis, tentu juga banyak yang optimis atas program tersebut supaya bisa direalisasikan dalam waktu dekat.
Rencananya, program 3 juta rumah gratis tersebut akan menyasar masyarakat desa, pesisir dan juga kota. 1 juta di desa, 1 juta di kota dan juga 1 juta di pesisir.
Dilansir dari Kompas TV, anggaran pembiayaan 3 juta rumah tahun 2025 sebesar 35 Triliun. Anggaran tersebut di bagi menjadi beberapa bagian, diantaranya :
1. PLLP : Rp. 28,2 Triliun untuk 220.000 rumah
2. SBUM : Rp. 0,98 Triliun untuk 240.000 rumah
3. SSB : Rp. 4,52 Triliun untuk 743.940 rumah
4. Tapera : Rp. Rp. 1,8 Triliun untuk 14.200 rumah.
Diketahui 15,21% masyarakat Indonesia belum memiliki rumah. Data tersebut bersumber dari Badan Pusat Statistik tahun 2023.
Dari jumlah 15,21 persen, status rumah yang sedang ditempati para keluarga meliputi kontrak/sewa 5,05 persen, bebas sewa 9,37 persen, rumah dinas 0,76 persen, dan lainnya 0,03 persen.
Comentarios