top of page

Migrasi ke Luar Negeri, Analisa Sosial Desa Tetebatu Selatan

Migrasi ke luar negeri bukanlah mimpi dan cita-cita mereka pada awalnya, akan tetapi kondisi ketenagakerjaan di negeri sendiri tidak menjamin kehidupan yang lebih layak. Padahal secara potensi sumber daya alam yang subur makmur dan melimpah ruah gemah ripah loh jenawi tak seharusnya membuat para pahlawan devisa kita mengambil pilihan untuk bermigrasi. Tak terkecuali desa Tetebatu Selatan yang berada di bawah kaki Gunung Rinjani yang juga merupakan salah satu desa wisata tujuan wisatawan domestik dan mancanegara karena menawarkan keindahan yang eksotis dibarengi dengan sarana dan prasarana penginapan yang sudah ada. Tetapi potensi-potensi tersebut hanya dinikmati beberapa gelintir orang disebabkan kemampuan dan skill tidak sama di antara mereka.

Sementara mereka yang tidak memiliki skill dan potensi yang cukup memilih bermigrasi demi mencukupi kebutuhan keluaraganya, demi merubah hidup yang lebih layak, demi membangun tempat tinggal yang lebih nyaman, dan demi mendapatkan fasilitas seperti yang dimiliki oleh orang lain. Migrasi yang dilakukan tidak hanya sebatas sekali saja akan tetapi berulang kali seperti lingkaran setan yang tak berujung. Akan tetapi kondisi ekonomi terus tidak berkecukupan, sehingga komunitas BMI di desa ini ketika sudah lama di rumah bingung mau mengerjakan apa dan kemabali seperti sedia kala pada posisi awal.

Kondisi inilah kemudian menggugah ADBMI & Friends melalui program Kemakmuran Hijau menjadikan Desa Tetebatu Selatan menjadi salah satu desa binaan demi meningkatkan pendapatan ekonomi rumah tangga buruh migran dan tidak menjadikan remittance sebagai sumber pendapatan, akan tetapi bisa memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada untuk pendapatan yang lebih meningkat.


SEJARAH DESA

Desa Tetebatu Selatan merupakan salah satu desa pemekaran dari desa induknya yaitu Tetebatu, yang mekar pada tahun 2010 dan didefinitifkan pada tahun 2012 dengan Kepala Desa perdana terpilih ialah Bapak Gunanto.

Penamaan desa Tetebatu Selatan sendiri diambil dari nama desa induknya dengan penambahan “Selatan” saja yang mana sejarah penamannya diambil dari adanya sebuah tete batu yang berada di sebelah timur dusun Tetebatu. Kata tete dalam bahasa Indonesia artinya jembatan dan batu sendiri adalah batu, jadi Tetebatu menurut bahasa artinya jembatan batu. Akan tetapi keberadaan jembatan batu tersebut secara pasti tidak ada yang mengetahuinya. Akan tetapi salah satu kisah dari seorang guru dari Kotaraja mengatakan bahwasanya tete batu tersebut dibuat oleh seorang raja dari Kotaraja yang waktu itu pergi berburu hewan ke hutan dan melewati daerah Pancor Yebo (Lingsar) ketika dia menyebrang terjadi banjir di sungai tersebut dan berinisiatif mengambil batu menjadi titiannya.

Ada beberapa alasan masyarakat di 4 dusun ini ingin pisah dari desa induknya, disebabkan tersebut antara lain:

  1. Adanya peraturan Bupati (Perbup) Lombok Timur tentang pemekaran desa;

  2. Jumlah penduduk yang padat;

  3. Wilayah yang luas;

  4. Adanya ketimpangan pembangunan di masing-masing dusun;

  5. Ingin mendekatkan pelayanan kepada masyarakat;

  6. Ingin lebih mandiri dan lebih maju.


KONDISI GEOGRAFIS

Desa Tetebatu Selatan terletak di ketinggian 690 meter di atas permukaan laut (mdpl). Dengan curah hujan berkisar pada 2000 s/d 2.500 mm pertahun, rata-rata 4 bulan/tahun. Suhu udara rata-rata 19 s/d 25 derajat Celcius. Topografi adalah tanah berwarna kecoklatan, terkstur berdebu dengan ketebalan sekitar 0.3 meter.

Luas wilayah ± 369.089 Ha. Komisi peruntukan : 223 Ha, untuk bangunan dan pekarangan termasuk pemukiman, sarana pendidikan/perkantoran, sarana umum, sarana olahraga, sarana ibadah dan sarana lainnya. Berikutnya 127 Ha, untuk pertanian dan 20 Ha untuk tegal dan kebun.

Orbitasi Desa Tetebatu Selatan ke ibukota kecamatan sekitar 13 km dan waktu yang dibutuhkan untuk samapai ke desa ini adalah sekitara 20 menit menggunakan sepeda motor, sedangakan kalau ditempuh dengan menggunakan jalan kaki maka akan nyampai sekitar 4,5 jam. Sedangkan jarak desa dari ibukota kabupaten sekitar 23 km dengan waktu tempuh 1 jam dengan sepeda motor dan sekitar 6 jam dengan menggunakan jalan kaki. Sementara orbitasi ke ibukota provinsi, berkisar pada 45 km dengan waktu tempuh 2 jam. Untuk menuju desa ini maka bisa menggunakan sepeda motor ataupun kendaraan umum.


DEMOGRAFI

Berdasarkan profil Desa Tetebatu Selatan tahun 2016, populasi penduduk berjumlah 5.566  jiwa. Dengan 1,483 Kepala Keluarga (KK) dengan komposisi 2.554 laki-laki dan 3.009 perempuan. Kepadatan Penduduk 117 jiwa/km2. Jumlah penduduk tersebut tersebar di 4 dusun yaitu: Dusun Sompang, Dusun Lekong Pituk, Dusun Penyonggok dan Dusun Lendang Penyonggok.

Profesi yang mendominasi adalah petani baik sebagai petani pemilik lahan maupun petani penggarap (buruh tani) ini disebabkan karena lahan pertanian di desa ini masih cukup luas.


KONDISI SUMBER DAYA

Potensi Pertanian dan Perkebunan

Melihat dari luasnya lahan pertanian dan perkebunan desa ini, sehingga menyumbang banyaknya potensi pertanian dan peternakan yang dihasilkan dan dikembangkan. Di antara potensi-potensi tersebut bisa dilihat pada tabel berikut ini:

Migrasi ke Luar Negeri, Analisa Sosial Desa Tetebatu Selatan

Peternak

Salah satu mata pencaharian warga yang banyak di Desa Tetebatu Selatan adalah peternak, baik peternak pemilih hewan ternak maupun menjadi buruh ternak. Mereka bukan saja dari kalangan peternak laki-laki akan tetapi sebagian mereka yang ditinggalkan oleh suaminya mengambil alih peran tersebut dengan menjadi peternak.

Di antara hewan ternak yang banyak mereka pelihara dan kembangkan adalah:

  1. Sapi : 300 Ekor

  2. Ayam : 10.000 Ekor

  3. Bebek : 1.750 Ekor

  4. Kuda : 5 Ekor

  5. Merpati : 1.000 Ekor

Kehidupan Sosial Perempuan

Melihat perspektif gender di Desa Tetebatu Selatan dari kacamata kesetaraan gender, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa:

  1. Relasi Perempuan dan Laki-laki di Level Keluarga dan Masyarakat

Relasi antara laki dan perempuan hampir tidak memiliki sekat namum sering kali beban kerja bagi perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki, karena selain bekerja di dalam rumah perempuan juga dituntut untuk bekerja di luar rumah yaitu di sawah dan ladang untuk membantu pekerjaan suami dan keluarga mereka. Di sektor pertanian misalnya, selain menyiapkan masakan untuk keluarga perempuan juga diminta untuk menyiangi, mengairi bahkan sampai mengangkut tanam dari sawah ke rumah. Atau di sektor peternkan misalnya perempuan harus mengambil rumput di hutan untuk makanan ternak dan langsul dipikul sendiri.

  1. Akses dan Partisipasi dalam Pembangunan Desa

Masyarakat Desa Tetebatu Selatan sudah memiliki kesadaran akan peran pentingnya perempuan dalam pembangunan desa terbukti dengan keterlibatan 2 perempuan dari 6 Kaur di desa ini. Akan tetapi masih saja sebagian perempuan di desa ini menganggap dirinya tidak begitu penting atau layak menduduki posisi tersebut terbentur karena izin suami akses kesana kemari yang terbatas. Kondisi tersebut juga menyebabkan perempuan memiliki peranan di masyarakat atau di desa pada persoalan domistik, pelayanan posyandu dan sebagai pengurus PKK.

  1. Kebijakan dalam Rumah Tangga

Profesi yang dilakoni warga Desa Tetebatu Selatan sangat beragam, ada yang sebagai petani, buruh tani, peternak, buruh ternak, pelaku wisata dan lain-lain. Dengan keberagaman profesi tersebut tidak menjadi batasan bagi masyarakat untuk menjalin hubungan antara yang satu dengan yang lainya, tetapi jika ditinjau dalam keluarga misalnya relasi antara laki dan perempuan bagi masyarakat Desa Tetebatu Selatan masih mendominasi laki-laki dari pada perempuan, dilihat misalnya dalam pengaturan rumah tangga yang cendrung menginisiasi segala sesuatunya adalah para lelaki.

  1. Manfaat

Kecenderungan laki-laki yang lebih banyak terlibat dari pada perempuan sangat berdampak positif terhadap laki-laki, misalnya dalam struktur pemerintahan atau kelembagaan kemasyarakatan lebih dominan laki-laki yang menjadi ketua pengurus dibanding dengan perempuan.

Kondisi Perekenomian

Lembaga keuangan yang dimiliki oleh Desa Tetebatu Selatan adalah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) terbentuk pada bulan November tahun 2015 dengan nama BUMDes Pusaka TBS. Sumber anggaran dari BUMDES ini adalah ADD, adapun tahap pertama anggaran sejumlah Rp.14.100.000 (empat belas juta seratus ribu rupiah) yang dikeluarkan pada bulan November selanjutnya pada bulan Desember sebesar Rp.28.000.000 (dua puluh delapan juta rupiah).

Badan Usaha Milik Desa pada saat ini masih bergerak dalam hal simpan pinjam yang menyasar para pedagang, petani, pengojek dan calon wirausaha baru. Sampai saat ini BUMDes sudah diakses 45 orang warga dan sudah memiliki omzet sampai bulan ini 50 juta. Para peminjam minimal diberikan Rp.500.000 dan maksimal Rp.5.000.000 dengan bagi hasil (2,5%) dengan waktu peminjaman antara 1 bulan samapi 1 tahun dengan sistem seteron perbulan.

Keberadaan BUMDes ini sangat dirasakan positif oleh masyarakat dalam rangka menunjang perekonomian warga di desa serta memutus mata rantai rentenir.

Untuk menjaga exsistensi BUMDes Pemerintah Desa Tetebatu Selatan membentuk pengurus dengan komposisi sebagai berikut:

Ketua : Hatiah

Sekretaris : Hilmiati

Bendahara : Lidiawati Purnamasari

Program Konservasi

Desa Tetebatu Selatan di bawah kepemimpinan Bapak Gunanto, bisa dikatakan banjir program karena sang Kepala Desa banyak dikenal oleh penggiat-penggiat sosial di samping keterbukaannya menerima segala bentuk program tersebut.

Pada kurun waktu bebrapa tahun ini puluhan program dari pelbagai lembaga dan LSM sudah banyak menyentuh desa yang tergolong seumur jagung ini. Di antara program tersebut antara lain:

Migrasi ke Luar Negeri, Analisa Sosial Desa Tetebatu Selatan


SEJARAH MIGRASI

Peletak Sejarah Migrasi

Berdasarkan hasil analisis yang kami lakukan bahwasanya warga pertama kali bermigrasi pada tahun 1980-an adalah Mas`ud berangkat pada tahun 1986 dengan rute Tetebatu-Tanjung Luar-Malaysia Barat. Dia mendapat informasi dari seorang calo di Tanjung Luar namanya Dulaji, biaya keberangkatan Rp.125.000 diberikan dari calo selama di Malaysia hanya mengirim uang Rp.400.000 harga 3 ekor sapi yang dititip sama temannya. Disusul kemudian oleh Sahnam berangkat pada tahun 1987 dengan Tetebatu-Lembar-Malaysia Barat dengan biaya Rp.115.000 dengan menggadai rumahnya, adapun rumah dibayarin keluarga karena tidak punya hasil untuk mengambalikan hutangnya tersebut. Dusun penyumbang TKI terbanyak berada pada dusun Lendang Penyonggok, dusun yang langsung berbatasan dengan hutan kawasan TNGR.

Faktor Penyebab Migrasi

Berdasarkan interview yang kami lakukan kepada warga yang sudah bermigrasi di Desa Tetebatu Selatan, ditemukan beberapa penyebab banyaknya warga bermigrasi yang telah dimulai pada tahun 1980-an tersebut di antaranya:

  Perceraian (single parent)

  Mencari modal usaha

  Ingin membuat rumah

  Hasil lahan yang tidak mendukung

  Cerita menarik dari tekong

  Terlilit hutang

  Ingin menyekolahkan anak

  Upah kerja di luar negeri lebih banyak

Timeline Migrasi Desa Tetebatu Selatan

Adapun timeline migrasi di Desa Tetebatu Selatan dapat dilihat pada tabel berikut:

Migrasi ke Luar Negeri, Analisa Sosial Desa Tetebatu Selatan

Proses dan Jalur Migrasi

Proses yang banyak dipakai oleh warga bermigrasi dari periode ke periode antara lain: perseorangan, undocuments (gelap), melancong dan jalur resmi melalui PPTKIS. Tetapi pada periode perdana banayak di anatara waraga masyarakat yang yang memilih jalur gelap/undocuments, tidak memikirkan resiko karena masih pada saat itu tidak terlalu ketat dan juga masih belum bergentayangannya tekong-tekong ke pelosok desa.

Adapun jalur yang dipakai warga bermigrasi pada periode perdana adalah dengan menggunakan  jalur darat dan laut sehingga membutuhkan beberapa hari sampai 1 minggu di tengah laut. Lalu kemudian pada periode 1990-an para TKI sudah ada yang menggunakan pesawat. Rute yang ditempuh mana kala TKI bermigrasi dengan menggunakan jalur laut yaitu: Tetebatu Selatan-Lembar-Tanjung Periuk Jakarta-Malaysia Barat. Ada juga jalur yang lain: Tetebatu Selatan-Tanjung Luar-Padang Bae-Jember-Jakarta Utara-Tanjung Pinang.

Dampak Perubahan yang Dihasilkan oleh Para Migran

Perubahan/dampak yang terjadi di masyarakat secara umum dari migrasi tidak berpengaruh pada kehidupan sosial, kalaupun ada perubahan yang dibawa tidak bersifat permanen seperti halnya bahasa misalnya kata-kata yang diadopsi: “mancis, kasut, setakat, pusing, rehat, sim card / prepaid, dan hal”. Perubahan bahasa itu dipengaruhi oleh pergaulan mereka selama di luar negeri, Malaysia. Namun semua tidak berlangsung lama satu atau dua bulan kemudian mereka akan kembali memakai bahasa asliya dan bergaul seperti biasa sebagaimana mestinya dengan masyakat. Dari segi perumahan/pemukiman penduduk dulunya menggunakan dinding dari bambu (bedek)  menjadi BM banyak rumah – rumah batu (rumah permanen).

Penyelesaian Kasus Buruh Migran

Pada dasarnya permasalahan buruh migran cukup banyak. Hanya saja pra masuknya ADBMI di desa ini tidak ada yang begitu peduli terhadap persoalan tersebut, sehingga kasus-kasus tersebut tidak ada yang mempermasalahkannya.

Tetapi berbeda saat masuknya ADBMI beberapa tahun yang lalu di desa ini yang membawa misi migrasi sehat/aman dengan memberikan edukasi kepada warga dan Pemerintah Desa. Sehingga saat ini Pemerintah Desa sudah mulai menertibkan para perekrut tenaga kerja, pembuatan administrasi TKI di desa diperketat salah satunya adalah bagaimana yang bersangkutan ketika membuat surat izin keluarga harus diperiksa kelengkapannya dan harus datang tanpa perwakilan. Sehingga warga saat ini sudah mualia memahami akan pentingnya proses yang prosedural dalam bermigrasi.

Ukuran Kesuksesan Migrasi

Indikator kesuksesan warga dalam bermigrasi tergolong masih klasik artinya masih tidak jauh beda dengan indikator kesuksesan pada awal-awal bermigrasi, beberapa indikator kesuksesan yang kami bisa rangkum dari kunjungan warga dan diskusi komunitas antara lain:

  1. Dapat membangun rumah

  2. Bisa membeli dan mengganti motor bahkan ada yang sudah membeli mobil

  3. Mampu membeli dan gonta ganti HP canggih

  4. Dapat menyekolahkan anaknya sampai ke jenjang yang lebih tinggi

  5. Dapat memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari

  6. Sebagian kecil sudah bisa membuka usaha berinvestasi (investasi ternak, tanah dll)

  7. Dapat melunasi hutang

  8. Menyewa lahan pertanian

  9. Mencari modal untuk menikah (bagi yang muda)

Pandangan Umum Masyarakat Terhadap Buruh Migran Perempuan (TKW)

Dari data jumlah TKI/TKW yang dirilis diatas sangat jelas sekali jumlah TKI 397 orang terdiri dari 380 TKI laki-laki dan 17 TKI perempuan Desa Tetebatu Selatan. Ternyata hal ini sangat dipengaruhi oleh cara pandang masyarakat kepada perempuan bahwa awal–awalnya menjadi buruh migran perempuan di desa ini adalah suatu hal yang sangat tabu karena ada anggapan kalau perempuan meninggalkan rumah berarti pekerjaan yang mereka lakukan adalah negatif.


KEMISKINAN

Kemiskinan merupakan masalah yang muncul ketika seseorang atau sekelompok orang tidak mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang dianggap sebagai kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu. Kemiskinan hampir melanda setiap desa yang ada di Lombok Timur baik yang di daerah subur yang kaya dengan potensi sumber daya alamnya maupun daerah yang kering dan tidak banyak potensi sumber daya alamnya. Demikian juga yang terjadi di daerah kaki Gunung Rinjani yakni Desa Tetebatu Selatan yang melimpah ruah akan potensi sumber daya alamnya. Akan tetapi cukup banyak waraganya yang juga memilih menjadi TKI ke luar negeri untuk menyambung hidup diri dan keluarganya. Untuk itu target program ini adalah mereka yang tergolong miskin dari keluarga TKI dengan berbagai indikator kemiskinan yang telah disepakati dalam lokakarya dan dihimpun dari diskusi komunitas I dan II yang diadakan oleh Konsorsium ADBMI & Friends.

Kemiskinan menurut versi masyarakat Desa Tetebatu Selatan sendiri hasil diskusi komunitas dan lokakarya sebagai berikut:

  1. Ukuran rumak 4×6

  2. Tidak sekolah atau Warga yang hanya tamat SMP/Sederajat karena tidak bisa memenuhi biaya pendidikan

  3. Warga masih banyak yang belum bisa baca tulis

  4. Penghasilan orang tua tidak tetap

  5. Penghasilan kurang dari 1,5 juta

  6. Tidak memiliki pekerjaan

  7. Tempat tinggal tidak bersih karena tidak ada WC

  8. Pembelian baju masih cuman satu kali dalam satu tahun

  9. Bila sakit hanya bisa berobat ke dukun tradisional karena tidak mampu memnuhi biaya perobatan

  10. Tidak memilik tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp 500.000 seperti sepeda motor, emas, ternak.


0 tampilan0 komentar

Postingan Terkait

Lihat Semua

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
bottom of page