top of page

Merantau di Usia 14 Tahun, Pulang Setelah 22 Tahun Lamanya

Merantau salah satu jalan alternatif dalam masyarakat kebanyakan. Tidak semua orang memiliki kehidupan yang mapan dari sisi ekonomi, banyak orang-orang di sekitar kita yang berada di bawah angka garis kemiskinan. Mereka harus berjuang dalam hidup untuk membuktikan pada masyarakat sekian bahwa mereka juga memiliki mimpi untuk diraih.

Banyak dari mereka yang berani menyeberangi lautan samudera yang luas, berangan-angan pada daratan yang jauh  di sana, yang katanya upahnya lebih besar daripada di tanah sendiri,  hanya untuk bisa bertahan hidup. Hilang dari kampung halaman bertahun-tahun lamanya demi sebuah cita-cita keluarga.

Seperti Fitriawati, perempuan dusun Tibu Salam desa Pringgasela Timur kecamatan Pringgasela kab. Lombok Timur yang memilih merantau diusia yang masih sangat belia, saat usianya genap 14 tahun (1997), setahun sebelum terjadinya krisis 98 di Indonesia.

Ia meninggalkan kampung halaman selama puluhan tahun untuk membantu meningkatkan ekonomi keluarganya. Ia putus sekolah dan lebih memilih bekerja, merantau di tanah orang karena keadaan ekonomi. Jangankan untuk biaya sekolah, untuk bisa menyambung hidup saja sudah syukur.

Pengalaman merantaunya ini walaupun tidak dapat juga membuat dirinya bersekolah kini ia bisa menyekolahkan adik-adiknya sampai ke bangku sarjana. Selain itu juga, ia bisa membangun rumah dan bisa membeli aset untuk keluarganya. Fitriawati, 22 tahun lamanya merantau, demi keluarga sanggup hidup di tanah orang.

******

Memutuskan Pendidikan Karena Tidak Ada Biaya, Fitriawati Merantau Sejak Usia 14 Tahun

Photo Istimewa : Fitriawati di warungnya sepulang dari merantau dan kini menjadi ex-PMI


adbmi.org Di kampung halamannya, Fitriawati saat ini menyibukkan dirinya dengan membuka usaha warung di samping rumahnya. Usaha warung itu ia buka sejak tahun 2019, setahun setelah memantapkan dirinya untuk tidak merantau kembali. Setiap hari ia membuka warung dari pagi sampai malam hari.

Sembari mengurus usahanya, ia juga tetap menjalankan kewajibannya sebagai ibu rumah tangga dengan satu orang anak yang masih berusia 3 tahun. Karena lama merantau, akhirnya ia menikah pada usia hampir kepala empat dan dikaruniai satu orang anak.


“Maklum lama di rantauan,” terang Fitriawati saat dikunjungi penulis di sela – sela kesibukannya sembari mengikuti pelatihan manejemen keuangan rumah tangga dan usaha mikro yang dilaksanakan oleh Lembaga Sosial Desa Pringgasela Timur, 15/1/2023.

Tidak semua perempuan bisa seperti Fitriawati, ia mematahkan persepsi masyarakat yang menganggap bahwa perempuan baiknya di kamar, dapur dan kasur. Terlebih pada saat merantau ia masih sangat belia, 14 tahun dan belum menamatkan pendidikan menengah pertama.

Fitriawati sendiri lahir dari keluarga yang kurang berada, ia merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Ia tidak melanjutkan pendidikannya karena tidak adanya biaya. Dari pada dipaksa menikah, ia memilih untuk pergi merantau pada tahun 1997. Alasannya satu, ia tidak ingin menjadi beban bagi keluarganya. Akhirnya ia membulatkan tekad dan pergi merantau ke Arab Saudi di sektor rumah tangga sebagai pembantu.

Jauh berbeda dengan sekarang, sesuai amanat undang-undang ketenagakerjaan no 18 tahun 2017 menerangkan secara jelas bahwa usia minimal untuk menjadi pekerja migran adalah 18 tahun. Ini tertera pada pasal 5 huruf a UU no 18 tahun 2017 tentang pelindungan pekerja migran Indonesia. Namun, meskipun sudah menjadi aturan baku negara, masih banyak masyarakat yang memilih merantau di usia sangat belia.

Selama merantau, Fitriawati sudah ditempatkan di beberapa negara. Mulai dari pemberangkatan pertamanya ke Arab Saudi tahun 1997 sampai dengan 1999. Di kampung halamannya, ia hanya beberapa tahun dan memilih untuk merantau kembali pada tahun 2001 – 2003 ke Taiwan untuk menjadi baby sitter. Selanjutnya, ia kembali lagi merantau pada tahun 2004 – 2018 ke  Hongkong.

Dari pengalamannya merantau ini, jika ditotalkan ia sudah merantau selama 22 tahun. Syukurnya, ia bisa membeli aset bagi keluarganya. Ia bisa membangun rumah, menyekolahkan adik – adiknya sampai sarjana sampai dengan ia bisa membeli tanah sebagai aset yang bisa dipergunakan dikemudian hari.

******

Pengalaman Pahit Selama Dirantauan

Photo Istimewa : peserta pelatihan manejemen keuangan rumah tangga dan usaha mikro yang difasilitasi oleh Lembaga Sosial Desa Pringgasela Timur.

Photo Istimewa : Fitriawati bersama peserta pelatihan manejemen keuangan rumah tangga dan usaha mikro yang difasilitasi oleh Lembaga Sosial Desa Pringgasela Timur.


Hampir semua pekerja migran memiliki pengalaman pahit di negara penempatan. Ada yang gajinya tidak di bayarkan, mengalami siksaan majikan, kecelakaan kerja sampai dengan pembatasan komunikasi dengan dunia luar.

Pengalaman – pengalaman pahit yang dialami oleh para pekerja migran tentu berbeda-beda. Seperti halnya Fitriawati.

Dengan mata berkaca-kaca, ia menceritakan pengalaman pahitnya selama di rantauan terutama pada saat menjadi pekerja migran di Hongkong pada sektor rumah tangga.


Di Hongkong, terang Fitriawati, kadang mereka dibedakan antara pembantu dengan majikan. Sangat jelas perbedaannya. Mulai dari pakaian sampai dengan perlakuan yang diterimanya.

“Kami harus makan sisa makanan majikan. Kami juga harus mandi setelah majikan selesai mandi,” terang perempuan yang kini usainya 42 tahun jalan tersebut. Beruntungnya, Fitriawati tidak pernah mengalami siksaan ataupun gaji yang di tahan oleh majikannya.

Selain itu, rasa rindu yang tak terobati kepada kampung halaman, kepada keluarga yang ditinggal merantau membuat Fitriawati kadang frustasi. Apalagi mendapati kabar buruk tentang keadaan keluarga yang sakit atau sedang mengalami kesulitan.

“Itu sudah tidak ada obatnya dan sangat berpengaruh terhadap pekerjaan saya,” cetusnya sembari mengusap air mata mengingat kembali pengalamannya bertahun tahun di rantauan.

“Hanya doa yang mampu saya berikan dan panjatkan kepada Tuhan demi keluarga di rumah. Tidak ada yang boleh sakit, cukup saya yang sakit selama Dirantauan,” tegasnya.

*****

Belajar Ilmu Ekonomi Untuk Kemapanan Ekonomi Rumah Tangga

Photo Istimewa : Fitriawati, Perempuan Pekerja Migran Asal Pringgasela Yang Merantau Sejak Usia 14 Tahun

Photo Istimewa : Fitriawati mengikuti kegiatan pelatihan manejemen keuangan rumah tangga dan usaha mikro.


Fitriawati juga merupakan salah satu dari puluhan peserta pelatihan manejemen keuangan rumah tangga dan usaha mikro yang diselenggarakan oleh Lembaga Sosial Desa Pringgasela Timur sejak 14 Januari 2023 lalu. Ia mengikuti pelatihan keuangan tersebut karena ia merupakan salah satu keluarga pekerja migran Indonesia di desa Pringgasela Timur.

Para peserta di ajarkan bagaimana merencanakan usaha, memulai usaha sampai dengan bagaimana cara mengelola keuangan rumah tangga.

“Saya sangat bersyukur mengikuti pelatihan ini,” Terang perempuan mantan pekerja migran Indonesia tersebut.

Dengan materi yang diajarkan oleh LSD sendiri yang di support penuh oleh yayasan Advokasi Buruh Migran Indonesia (ADBMI) dan AWO Internasional, para purna PMI ataupun keluarga bisa membenahi keuangan mereka dimulai dari pembukuan yang baik dan tepat.

Photo Istimewa : Muhammad Azhari ketua Lembaga Sosial Desa Pringgasela Timur saat memfasilitasi pelatihan manejemen keuangan rumah tangga dan usaha mikro

Photo Istimewa : Muhammad Azhari ketua Lembaga Sosial Desa Pringgasela Timur saat memfasilitasi pelatihan manejemen keuangan rumah tangga dan usaha mikro.


Muhammad Azhari, ketua Lembaga Sosial Desa Pringgasela Timur menerangkan kepada para peserta bahwa pelatihan ini sudah beberapa kali dijalankan.

“Sejak tahun 2022 kami melakukan pelatihan yang sama dengan peserta yang berbeda-beda,” terang Azhari selaku ketua dan juga Fasilitator pelatihan.

Masyarakat yang hadir pun dari latar belakang ekonomi yang berbeda – beda. Ada yang memiliki usaha, ada pula yang sedang merencanakan usaha yang tepat untuk dijalankan.

Permalasahan yang ada adalah, banyaknya masyarakat yang belum memiliki usaha dan belum bisa merencanakan usaha. Maka dari itu, pelatihan ini diselenggarakan.

Disamping itu, pengelolaan keuangan yang bermasalah membuat masyarakat tidak bisa menikmati hasil. “Percuma punya pemasukan besar, namun pengeluaran tidak bisa kita kelola dengan baik,” tegas Azhari.

1 tampilan0 komentar

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
bottom of page