top of page

Memusiumkan Kemiskinan untuk Masa Depan Bumi Manusia

Oleh : Roma Hidayat |

“Dan tak ada yang lebih sulit dipahami daripada sang manusia. Itu sebabnya tak habis-habisnya cerita dibuat dibumi ini” (hal 164).

Demikiancuitan  Sang maestro Pramoedya Ananta Toerdalam Novel Bumi Manusia yang merupakan buku pertama dari Tetralogi Baru yang ia tulis semasa dalam penjara. Betulkah demikian?Bagaimana tidak, Ketika musim hujan datang, mereka berharap segera datang musim panas. Ketika tinggal di gunung setiap hari makan sayur hijau yang sehat, mereka merindukan ikan, sementara di pinggir pantai sana, para nelayan yang tiap hari bergumul ikan,  merasa bosan dengan ikan dan seluruh isi laut , lalu berharap sangat akan sayur mayur yang dihasilkan mereka di gunung. Ketidak puasan manusia dalam tingkatan tertentu merupakan pemicu perkembangan peradaban, memaksa manusia untuk mengembangkan model relasi manusia dengan manusia yang lain yang punya talenta dan produk berbeda, dan juga memicu manusia untuk membangun model relasi manusia dengan lingkungan yang mendukung kenyamanan hidup manusia itu sendiri.Sisi kelamnya, Ketidak puasan manusia dengan apa yang sudah didapatkan ini pula yang mendorong munculnya daya dan gaya rusak pada tempat di mana ia menggantungkan hidupnya cari makan dan minum, rumah besar mereka, Bumi Manusia.

Masih dari Novelnya Bung Pram, di dalamnya iamengkritik ambiguitas kaum penjajah dalam menjelaskan pengetahuan dan attitude mereka tentang equalitas manusia. Dan kondisi hari ini menegaskan keheranan Pram, yaitu puncak dari keanehan itu adalah, manusia meyadari mereka tidak atau setidaknya belum menemukan tempat untuk tinggal  yang terbaik, terbagus dan paling mungkin selain di Bumi ini, namun manusia juga yang pelaku perusak paling besar di Bumi ini.

Relasi manusia dan lingkungan adalah hubungan yang timbal balik dan simbiotik mutulisme.Karena manusia saling membutuhkan. Manusia butuh alam untuk kehidupannya dan alam juga membutuhkan manusia untuk pelestariannya.Manusia adalah satu-satunya makhluk di alam yang memiliki kapasitas untuk menyandang predikat khalifah Tuhan di muka bumi.Pada kenyataannya, manusia adalah model eksklusif dari seluruh makhluk hidup dan bahkan dapat disimpulkan bahwa jejak dan tanda-tanda dari seluruh makhluk di alam semesta ada dalam diri manusia.Dan meskiupun demikian, manusia memiliki ketergantungan yang amat sangat dengan lingkungannya.Masalah mulai datang ketika meningkatnya pertumbuhan populasi penduduk dunia telah menyebabkan tekanan terhadap sumber daya alam termasuk udara, air, tanah, dan keanekaragaman hayati. Kehidupan modern dan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) hingga saat ini pada umumnya masih mengeksploitasi sumber daya alam secara maksimal terutama untuk keperluan bahan baku industri, termasuk industri kimia, yang juga menghasilkan limbah yang mengotori bumi. Apabila proses eksploitasi ini tidak dikendalikan dan limbah yang dihasilkan belum ditangani secara serius, maka akan menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan.Dalam kasus eksploitasi itu, kemiskinan kerap menjadi yang tertuduh sebagai pemicu. Namun ia adalah lingkaran setan, karena pada gilirannya, kerusakan pada lingkungan akan menurunkan kenyaman dan kebahagiaan manusia, termasuk menurunkan kemampuan produksi. Sehingga pada gilirannya juga akan melahirkan kemiskinan juga bagi manusia. Maka, pilihan kita cuma dua jalan yang ujungnya sama memuseumkan kemiskinan adalah jalan bagi kelestarian lingkungan. Dan pendekatan pengelolaan lingkungan yang lestari juga merupakan jalan bagi Memuseumkan Kemiskinan itu sendiri.

Pembangunan sebagai salah satu jalan bagi pengentasan kemiskinan hinga saat ini pun belum memuat pertimbangan lingkungan yang memadai.Namun, upaya pencegahan sudah mulai dilakukan melalui berbagai aturan perundangan mengenai lingkungan. Di samping itu, kemiskinan di selatan dan kemapanan di utara cenderung merusak lingkungan hidup dan memboroskan sumber daya alam. Dengan demikian, memahami bumi dan proses yang terjadi di dalamnya adalah mutlak agar manusia dapat bertindak bijaksana. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk menjaga kapasitas lingkungan agar dapat melakukan fungsi-fungsinya dengan baik. Manusia sebagai makhluk yang bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan di bumi sudah sepatutnya melakukan hal-hal yang perlu dilakukan untuk menyelamatkan bumi. Populasi manusia di bumi diperkirakan akan mencapai 8 miliar jiwa pada tahun 2020. Untuk mendukung jumlah manusia sebanyak itu, beban bumi akan semakin berat, terutama dalam penyediaan sumber daya alam dan untuk memberikan lingkungan yang berkualitas layak.Tiga tantangan yang paling menonjol yang digarisbawahi dalam KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) Bumi Tahun 1992 di Rio de Janeiro adalah :

  1. Pesatnya laju pertumbuhan populasi manusia di bumi.

  2. Bumi telah terbelah menjadi dua dunia yaitu, perkembangan IPTEK yang secara umum masih berciri eksploitatif, menghasilkan limbah dalam jumlah yang tinggi, dan tidak hemat energi.Hal tersebut memberikan tekanan yang tinggi terhadap ekosistem di bumi.

Beberapa dampak, yang telah diidentifikasi sejak KTT di Rio de Janerio 1990, apabila tantangan-tantangan tersebut tidak terjawab adalah :

  1. Bumi akan mengalami krisis untuk memperoleh air bersih, dalam arti tidak hanya kuantitas namun juga kualitas.

  2. Berkurangnya lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan keperluan hidup lainnya.Hal ini disebabkan oleh pengalihan pemanfaatan lahan pertanian menjadi lahan untuk non-pertanian dan meluasnya pembentukan lahan kritis sebagai akibat pemanfaatan lahan pertanian yang tidak memerhatikan upaya pemeliharaan kesuburan tanah.Hal-hal tersebut berakibat pada penggurunan, pengikisan, dan pelongsoran.

  3. Menipisnya luas kawasan hutan secara global karena tuntutan akan kebutuhan lahan non hutan. Yang dikhawatirkan adalah menurunnya keanekaragaman hayati secara besar-besaran, baik dalam bentuk jenis tumbuhan dan satwa liar maupun juga ekosistem dan plasma nutfah.

  4. Terjadinya pencemaran dan perusakan ekosistem pantai dan laut sebagai akibat penangkapan ikan yang berlebihan (over-fishing), perusakan habitat satwa laut dan terumbu karang, dan pencemaran oleh limbah dan sampah yang terbawa aliran muara sungai dari kegiatan manusia di darat.

  5. Peningkatan beban pencemaran ke udara atau atmosfer juga memberikan ancaman terhadap penurunan kualitas udara sedemikian rupa sehingga terjadi perubahan iklim secara global (akibat menipisnya ozon dan meningkatnya gas rumah kaca), dan hujan asam.Di samping itu, jumlah dan jenis limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) meningkat yang keseluruhannya dapat membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan.

Tahun-tahun berlalu sejak komitmen lingkungan kita sebagai warga dunia disepakati.Apakah lingkungan bumi kita makin membaik?Bukti-bukti ilmiah menunjukkan bahwa keadaannya justru makin memburuk.Konsentrasi gas-gas rumah kaca (antara lain gas CO2, CH4, N2O, dan HFC) di atmosfer terus meningkat, yang mengakibatkan perubahan iklim global.Perubahan iklim tersebut dipicu oleh meningkatnya temperatur rata-rata secara global yang sejak tahun 1880 hingga tahun 2002 hampir sekitar 0,6 OC (1 OF).

Usaha yang harus dilakukan adalah bagaimana mengatur berbagai upaya untuk mencapai kesetimbangan di bumi ini. Pencapaian kesetimbangan yang dapat menunjang kebutuhan manusia saat ini dengan tidak mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan yang mereka perlukan, dikenal sebagai “Keberlanjutan”, dan masyarakat yang berusaha menciptakan kondisi seperti itu disebut sebagai “Masyarakat yang Berkelanjutan” (Sustainable Society).

Dan tentu saja. Kita juga  harus mengkritisi hubungan antara kemiskinan dan pelestarian Lingkungan, betulkah kemiskinan yang mendorong manusia untuk merusak rumahnya sendiri?Jika melihat kenyataannya, tingkat kerusakan oleh masyarakat miskin dibanding dengan perusakan oleh pemodal (Investor) yang diback up oleh negara, justru menunjukkan ketidak sinkronan tuduhan itu dengan kenyataan. Lihat saja,konversi hutan perawan menjadi areal perkebunan, perumahan, tambang  dan lainnya. Siapakah pelakunya? Jelas bukan oleh mereka yang  hanya  mencari nasi untuk makan dan tak punya jawaban. Atau jangan-jangan, kemiskinan  hanya kedok dan jualan para investor hitam dan pejabat yang juga berhati hitam dalam melestarikan aksi jahanam mereka dalam merusak lingkungan. Sudah begitu, tetap saja kemiskinan orang miskin yang menjadi tertuduh. Kalaupun hari ini kita ingin memuseumkan kemiskinan, itu semata karena  kesejahteraan adalah semua orang, dan kekayaan tertinggi adalah ketika kita bisa memberi dan membantu sesama. Dan jika Kemiskinan ini sudah kita pajang di lemari-lemari pajangan museum, maka tidak ada lagi alasan untuk merusak hutan selain memang kerakusan manusia akan kekayaan.

Menjaga Rinjani Kita dari Aksi Orang Miskin

Jika Saja di Rinjani ada Srigala dan Harimau!

Dalam sebuah  kesempatan, Rasyid Ridho, Seorang pendamping Lapangan KonsorsiumADBMI & Friends untuk program Kemakmuran Hijau secara berseloroh pernah mengungkapkan ide “inovatif”nya untuk pelestarian lingkungan di dalam dan sekitar Gunung Rinjani. Ada dua hal mendasar yang hilang sehingga kawasan Rinjani terus menerus berada dalam tekanan eksploitasi, yaitu hilangnya rasa takut dan merajalelanya korupsi.Untuk itu penting mendatangkan rasa takut lagi kepada hutan dengan melepas hewan-hewan buas semacam Harimau, Srigala, Ular dan Beruang. Secara kodrati, manusia takut untuk berhadapan face to face dan apalagi kalau dalam keadaan marah dengan mahluk-mahluk ini, sehingga mereka tidak akan berlaku leluasa untuk masuk ke dalam kawasan Rinjani. Di samping menakutkan, kelebihan lain dari makhluk buas ini adalah mereka dijamin bebas dari korupsi, tidak akan tergiur uang sogokan. Maka dari beberapa segi, keberadaan makhluk ini lebih ideal dalam menjalankan fungsi sebagai pengawas kelestarian kawasan di sana. Dengan demikian, akan menjaga kesetimbangan dan pertumbuhannya dengan cara mereka sendiri, demikian buah fikir dari Rasyid Ridho.

Ide itu mungkin sejurus terdengar seperti kelakar di angkringan. Namun kita tak bisa mengabaikan dua poin alasan yang dikemukakan :rasa takut (kewibawaan aturan) dan korupsi. Keduanya berkelindan, di mana korupsi menjadikan hilangnya kewibawaan aturan, sehingga tidak ada rasa takut dari para pelaku untuk tetap melanggar aturan itu, termasuk di dalamnya adalah pelaku perusakan lingkungan.Bisik-bisik tetangga, tentang kongkalikong petugas, aparat, pejabat yang membentuk rantai organisasi bak mafia dengan para pelaku illegal loging sangat akrab di telinga dan mulut warga. Jika merujuk ke teori tidak ada asap jika tidak api, menunjukkan bahwa prilaku koruptif juga menjadi penyumbang besar dari laju perusakan lingkungan. Pernyataan ide Ridho di atas juga dilatar belakangi kenyataan proses perusakan lingkungan terus berlangsung, dan aturan-aturan serta kebijakan konservasi terus diproduksi, bermutasi dari satu bentuk ke bentuk lain, namun belum mengubah keadaan. Dan Rinjani, sebagai Jantung kehidupan di Pulau Lombok menuju ke tingkat kritis.

Rasyid Ridho adalah  generasi muda yang terlahir dan besar di sebuah desa lingkar Rinjani, Suela. Pria yang juga aktif dalam dunia pendidikan dan gerakan sosial ini, beberapa tahun terakhir terlibat secara aktif dalam pelestarian Rinjani. Dan dalam setahun terakhir ini, bersama Konsorsium ADBMI & Friends bekerja sebagai salah satu Pendamping  Lapangan yang bertanggung jawab untuk mengorganisasikan program di dua desa Lingkar Rinjani, Toya dan Perigi dalam sebuah program  “Perluasan Program Peningkatan Ketahanan Ekonomi Masyarakat Miskin yang Menjadi  Buruh Migran di 12 Desa Lingkar Hutan Taman Nasional Rinjani di Kabupaten Lombok Timur, Melalui Pengembangan Bisnis Berbasis Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Berkelanjutan dan Sensitif Gender”. Program ini didukung oleh Millennium Challenge America-Indonesia (MCA-I) yang dananya dari Pemerintah Amerika Serikat dengan misi Green Prosperity atau Kemakmuran Hijau, yaitu bagaimana bisa mewujudkan kesejahteraan dan pada saat yang sama juga berkontribusi langsung terhadap konservasi lingkungan lewat penciptaan alternatif energi terbarukan, pengolahan sumber daya alam yang berprspektif lingkungan. Program ini mengambil site project di 12desa yang tersebar; Perigi, Toya, Timbanuh, Lendang Nangka Utara, Tetebatu, Tetebatu Selatan, Jeruk Manis, Kembang Kuning, Jenggik Utara, Perian, Pesanggrahan, Pringgajurang Utara. Dandi targetkan lebih dari 600 usahawan baru muncul di akhir program ini.

Pilihan Komunitas Buruh Migran sebagai Target Group program ini, berdasarkan bacaan analisis sosial, bahwa kelompok yang paling miskin dari warga di 12desa tersebut, oleh karena kemiskinan dan kemudahan akses masuk ke Rinjani (mereka warga desa sekitar) sehingga dianggap paling potensial untuk mengeksploitasi Sumber Daya Alam secara berlebih, termasuk dengan menerabas masuk ke dalam kawasan TNGR. Dan oleh karena keberadaan dan ketergantungan mereka terhadap dukungan sumber daya alam yang ada di Rinjani, maka ketika mereka sudah sejahtera, memiliki alternatif usaha ekonomi yang sustain dan mencukupi kebutuhan hidup layak, maka mereka juga sekaligus akan menjadi pagar penjaga hidup yang turut menjaga kelestarian. Masalah yang akan di atasi melalui intervensi ini adalah rendahnya kepemilikan dan kemampuan mengelola aset produksi menjadi usaha ekonomi produktif, rendahnya kesadaran dan pemahaman warga di sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) terhadap potensi pengembangan ekonomi bisnis berbasis pengelolaan sumber daya alam, masih rendahnya pengetahuan dan keterampilan dalam memulaimenjalankan dan mengembangkan bisnis. Pengelolaan rumah tangga masih bersifat patriarchal yang berpusat pada pria dan belum didukung pengetahuan dan keterampilan mengelola ekonomi rumah tangga yang baik, di mana remittance habis untuk konsumsi.Belum tersedia dukungan kelembagaan dan layanan yang dapat menunjang lahir dan berkembangnya  bisnis berbasis pengelolaan sumber daya alam dalam skala kecil di level desa.

Dengan meningkatkan  kapasitas warga miskin dalam mengelola sumber dayadengan cara ramah lingkungan, akan memberikan alternatif usaha ekonomi yang dapat menujang perekonomian keluarga miskin di sekitar TNGR. Dengan demikian, ketergantungan dan tekanan warga miskin terhadap sumber daya alam yang ada di dalam kawasan TNGR dapat dikurangi, maka dalam jangka panjang deforestrasi juga dapat dicegah. Disisi lain, praktek pengolahan sumber daya alam yang baik juga dapat meningkatkan sequestrasi karbon yang berkontribusi terhadap penurunan gas rumah kaca.

Pemilihan lokasi prorgam juga dipertimbangkan pada Data BPS Lombok Timur (2013), angka kemiskinan pada 8 (delapan) kecamatan di Lingkar TNGR tersebut sangat tinggi, yaitu di Kecamatan Sembalun sebesar 54,39%, Sambelia (44,10%), Suela (46,34%), Pringgabaya (46,43%), Aikmel (54,30%), Pringgasela (38,30%), Wanasaba (45,67 %) dan Montong Gading (44,96%). Adapun garis besar kegiatan–kegiatan utama yang  telah dan akan dilakukan dalam program ini adalah

Pengelolaan Modal Sosial; Pengkajian Sosial (Social Assesment), Komunikasi dengan Stakeholders Kunci, Pembuatan Pangkalan Data (Database), Sosialisasi Program Pelembagaan Gerakan Sosial Warga; Membangun Pusat Inkubasi Bisnis Desa PINBID, Kelompok Usaha KomunitasPengembangan  Kapasitas Warga; Rekruet &Training untuk Fasilitator Komunitas, Pelatihan Pengelolaan Ekonomi Rumah Tangga, Pelatihan Bisnis, Pemberian Bantuan Alat Produksi, Workshop dan Seminar,   Pengembangan Rencana-rencana Bisnis Hijau Berbasis Potensi, KonsultasiMembangun Sistem Pendukung untuk Pengembangan dan Keberlanjutan Bisnis Komunitas; Linkage dengan Sektor Usaha Lain, yang dapat mendukung perkembangan kegiatan ekonomi bisnis kelompok,  Menyusun Peraturan Desa Tentang Program Pengentasan Kemiskinan Desa, yang menjamin strategi dan hasil program dapat dilanjutkan menjadi program desa melalui pembiayaan Alokasi Dana Desa (ADD) Knowledge Management; Bekerja Sama denganKelompok Informasi Masyarakat (KIM). Membuat buletin bulanan dan web/blog/fanpage di Medsos. Pengelolaan akan memakai prinsip jurnalisme warga /citizen journalistic. Merekruet seorang konsultan khusus untuk knowledge management ini.Memanfaatkan drama tradisional rudat.Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi untuk memastikan semua rencana dan dinamika program berada dalam relnya.Workshop Monev secara Periodic per 6 bulan sekali, Menyediakan Kotak Saran di Desa.Technical Assistensi secara Berjenjang dan Periodic.Menentukan Sesa Control sebagai Pembanding.

Kenapa Rinjani Harus Diselamatkan ?

Hingga awal tahun 1990, orang Sembalun tidak mengenal debu dan tidak mengetahui  apa itu kekeringan, bahkan banyak sawah yang seperti rawa karena air yang menggenang sepanjang tahun. Namun sekarang, setiap musim kemarau datang, para petani berebut air, masjid dan rumah tangga kadang tidak terdapat air untuk MCK, tanah-tanahpun berdebu (Islahul Wathan 40 tahun, Perangkat Desa Sembalun, orang asli Sembalun).

Cerita di atas menunjukkan drastisnya perubahan lingkungan di sekitar Rinjani.Setidaknya berdasar data dan pemetaan satelit telah terjadi deforestrasi yang mengakibatkan degradasi lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Putik dan Menanga menjadi lahan kritis.Kritisnya dua DAS tersebut menjadi penyebab terjadinya banjir bandang di Kecamatan Sambelia pada tahun 2006 dan 2013. Disisi lain, akibat deforestrasi ini sekitar 206 mata air yang berada dalam kawasan hutan mengalami penurunan debit dari 89,76 liter/detik pada tahun 2010 menjadi 78,45 liter/detik (2011), turun lagi 72,38 liter/detik (2012) menjadi 67,32 liter/detik (2013).

Sembalun sendiri adalah salah satu dari 13 desa tertua yang ada di Pulau Lombok selain dari Desa Bayan, Bebekeq, Medayin, Kedaro, Batudengdeng, Selaparang, Suradadi, Benoa, Pejaggik, Jerowaru, Langko dan Praya. Kata Sembalun sesungguhnya berasal dari Bahasa Jawa Kuno yang terdiri dari dua suku kata yakni kata “Sembah” dan “Ulun” kata sembah mengandung maknamenyembah, berserah diri, mematuhi atau taat; dan ulun dari kata dasar ulu yang berarti kepala, atas/atasan atau pemimpin. Makna lain yang terkandung dari kata sembahulun. Filosofi nama desa ini juga sekaligus merujuk kepada letak geografisnya yang berada di ketinggian, persis di kaki Rinjani. Oleh karena itu, apapun yang terjadi di Rinjani, desa ini langsung merasakan dampaknya.

Tapi kenapa Rinjani harus diselamatkan?Penyelamatan Rinjani, bukan hanya melindungi Sembalun semata, namun Lombok secara umum, karena lebih dari ¾ wilayah dan peradaban Lombok terkoneksi dengan Rinjani. Tanpa Rinjani, peradaban manusia Sasak di Gumi Lombok Ini tidak akan pernah ada. Ia adalah jantung yang memompa kehidupan di Pulau ini. Taman Nasional Gunung Rinjani merupakan satu-satunya tamanNasional di Pulau Lombok. Ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kehutanan No 280/Kpts-II/1997, seluas 41.330,00Ha, terletak antara 116°21’30” – 116°34’15” BT dan 8°18’18” – 8°32’19”  LS. Merupakan daerah bergunung-gunung dengan ketinggian mulai 500 – 3726 metere dari permukaan air laut (Puncak Rinjani).Tersebar di empat kabupaten; Kabupaten Lombok Utara, Lombok Tengah, Lombok Barat dan Lombok Timur (± 22.152,88 Ha).Hasil inventarisasi FAO (1981) terdapat 66 jenis flora dan 126 jenis fauna di kawasan TNGR.Taman Nasional Gunung Rinjani memiliki kedudukan sangat vital dan dapat dikatakan sebagai jantung bagi kehidupan masyarakat Pulau Lombok. 90% sungai di Pulau Lombok  berhuludi TNGR, seperti Sungai  Kaliputih yang mengalir  ke arah utara, Amor-Amor, Lekok Reak, dan Jurit yang bermuara ke arah Laut Jawa. Dari sisi sosial budaya,peradaban etnis sasak yang mendiami pulau Lombok, di kembangkan berdasarkan potensi dan spirit yang berpusat di Gunung Rinjani. Hingga kini,  secara spiritual beberapa aliran etnis Sasak percaya bahwa kawasan ini dihuni oleh Dewi Anjani dari bangsa Jin yang menjadi penjaga kelanggengan dan kedamaiaan etnis Sasak. Perjalanan ke situs-situs tertentu seperti Gunung Barujari, Air Terjun Segara Muncar yang berada di sisi utara Danau Segara Anak, oleh sekelompok aliran kepercayaan tradisional dianggap sebagai sebagai perjalanan suci.

Dan baru-baru ini,TNGR diusulkan untuk menjadi salah satu situs dunia, Geopark.Dan itulah tantangannya, semakin terkenal Gunung Rinjani, semakin ramai pengunjung, semakin terbuka askes, maka potensi kerusakan semakin membesar.Meniliki nilai ekonomi Rinjani memang mencengangkan, beberapa pengembangan jasa lingkungan yang memiliki potensi yang besar dan menjadi arah pengelolaan khususnya KPHL Rinjani Timur dimasa mendatang adalah pengembangan jasa lingkungan wisata alam. Hutan lindung di KPHL Rinjani Timur dapat dibagi menjadi dua bagian, yang pertama hutan lindung yang berada di bagian utara yang merupakan bagian dari Gunung Rinjani. Menawarkan lingkungan hutan yang masih baik dengan berbagai flora dan fauna di dalamnya. Pemanfaatan jasa ingkungan lain yang menjadi masih dieksplorasi adalah fokus pengelolaan di KPHL Rinjani Timur adalah perdagangan karbon. Hasil studi valuasi ekonomi sumberdaya alam kawasan Gunung Rinjani oleh WWF Indonesia tahun 2008 menyebutkan angka Rp.5,178 triliun rupiah per tahun. Nilai ini diestimasi dari sumberdaya ekonomi utama, yaitu sumberdaya air, hutan produksi, pertanian, pariwisata, pengontrol erosi dan nilai contingent (lingkungan kawasan). Untuk mendapatkan net benefit (keuntungan bersih) kawasan Rinjani maka dimasukkan juga nilai komponen biaya yang dikeluarkan dalam pengelolaan kawasan Rinjani dengan rincian :

Air

Pemanfaatan sumberdaya air kawasan Rinjani dibagi berdasarkan beberapa fungsi:

  1. Air untuk kepentingan rumah tangga, pertanian, kegiatan industri, dan kegiatan lainnya.

  2. Potensi air yang ada di Pulau Lombok baru dimanfaatkan sekitar 6.742,71 mcm atau hanya sekitar 8,3 persen dari nilai aktualnya sebesar 46.364,62 mcm.

  3. Keuntungan bersih per tahun yang bisa diperoleh dari pengelolaan sumberdaya air kawasan Rinjani mencapai 4,7 Milyar Rupiah.

  4. Alokasi terbesar dari pemanfaatan air kawasan Rinjani diperuntukan untuk kegiatan pertanian tanaman pangan, perikanan dan peternakan, yang menggunakan sebesar 83,50 persen dari total air yang dimanfaatkan. Nilai benefit bersih (net benefit) yang dihasilkan dari sektor pertanian di kawasan Rinjani mencapai nilai sebesar Rp.386 Milyar per tahun.

  5. Sedangkan nilai ekonomi untuk Pulau Lombok secara keseluruhan bisa mencapai Rp. 940 Milyar/tahun.

Hutan

Hasil hutan kayu maupun bukan kayu di kawasan Rinjani memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. Perhitungan nilai ekonomi sumberdaya hutan menghitung nilai kayu pada hutan produksi dengan nilai mencapai 37,3 Milyar Rupiah per tahun. Nilai Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) kawasan Rinjani jauh lebih besar dibandingkan nilai hasil hutan kayu, diatas 80%.

Pariwisata

Rinjani sebagai iconPulau Lombok menjadi salah satu daerah tujuan wisata favorit para wisatawan, baik domestik maupun Internasional. Estimasi nilai ekonomi yang diperoleh dari kunjungan wisatawan ke Rinjani mencapai 171,6 Milyar Rupiah per tahun. Nilai ini sangat berpotensi untuk terus mengalami peningkatan sejalan dengan semakin gencarnya promosi pariwisata Rinjani sebagai  Geopark.

Untuk menjaga rinjani sendiri sebenarnya sudah terdapat modal berupa sesuatu yang memang sudah exist  secaranature (alami) dan juga berupa kebijakan pemerintah, di  antaranya :

  1. Beberapa kegiatan rehabilitasi yang dapat dihimpun pada wilayah KPHL Rinjani Timur seluas + 3.784 Ha antara lain: (a) Gerhan 2002 s/d 2007 seluas 1.810 Ha, (b) JIFPRO seluas 480 Ha, (c) SOCFOR 2005 seluas 300 Ha, (d) PHTUL 2002 seluas 80 Ha, (e) HKm OECF seluas 250 Ha, (f) Kegiatan Reboisasi lainnya 864 Ha.

  2. Di awal reformasi, merupakan awal peralihan pengelolaan dari KSDA ke unit Taman Nasional Gunung Rinjani sehingga tidak  terurus  dengan    Namun  pada  periode  berikutnya  (2002  –2006)  setelah  dilakukan  penataan  dan  peningkatan  pengelolaan,  luas  hutan primer  maupun  sekunder  mengalami  peningkatan  yang  cukup  besar. Peningkatan luas hutan ini sebagai akibat dari berbagai kegiatan rehabilitasi dan penanaman di beberapa tempat yang dimulai sejak tahun 2000, yaitu melalui pembinaan daerah penyangga dan tanggkapan air. Menurut informasi dari kantor Balai TNGR, ada 3 (tiga) program utama yang dilakukan berkenaan dengan peningkatan jumlah vegetasi hutan TNGR, yaitu: (1) pengembangan jalur hijau di wilayah Pesugulan sampai dengan Pancor Manis (bagian Selatan TNGR) yang dimulai sejak tahun 2000, (2) penanaman pohon di wilayah Kembang Sri (Resort KembangKuning)danResort Jobenyangdimulaitahun2000,da(3) penanaman dan rehabilitasi, yaitu di wilayah Aikmel sampai dengan Srijata (zona rehabilitasi – bagian Selatan TNGR) yang dilakukan tahun 2000 serta pada tahun 2003 dilakukan penanaman di wilayah zonarehabilitasi Aik Berik.

  3. Penetapan wilayah KPHL Model Rinjani Timur dengan SK Menteri Kehutanan Nomor SK.225/Menhut-II/2012 tanggal 4 Mei 2012 dengan luas  ± 37.589 ha terdiri dari HL ± 31.987 ha dan HP ± 5.602 ha. Di tindak lanjuti Peraturan Bupati Lombok Timur Nomor 13 Tahun 2012 tanggal 5 Maret 2012

Ada keinginan masyarakat dan investor untuk mengelola hutan produksi di KPHL Rinjani Timur sangat besar dibuktikan dengan banyaknya usulan pencadangan lokasi HKm dan ijin usahapemanfaatan hutan tanaman industri sehingga bila dikalkulasikan akan mencakup hampir seluruh areal kawasan hutan produksi.Rencana Tata Ruang Kabupaten/Kota Lombok Timur. Pengakuan masyarakat terhadap kawasan hutan cukup kuat untuk kawasan hutan KPH Rinjani Timur. Secara tata ruang keberadaan kawasan hutan juga diakui secara defacto dan dejure oleh semua elemen sehingga permasalahan status kawasan relatif tidak terjadi bahkan dalam penyusunan tata ruang baik di Kabupaten maupun di Provinsi batas hutan yang tertuang dalam TGHK dijadikan sebagai acuan penyusunan tata ruang wilayah.

Pemerintah Lombok Timur telah menetapkan kebijakan terkait kawasan ini, melalui PERDA Nomor 1 Tahun 2014 tentang RPJMD Kabupaten Lombok Timur 2013-2018, menetapkan Hutan Konservasi (Taman Nasional Gunung Rinjani/TNGR) seluas 27.445 Ha (42,54%) dan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Rinjani Timur seluas 37.063,67 Ha (57,46%).  KPH Rinjani Timur terdiri dari Hutan Lindung seluas 31.498,67 Ha (84,99%) dan Hutan Produksi seluas 5.565 Ha (15,01%). Selanjutnya PERDA No 2 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lombok Timur Tahun 2012-2032 mengatur bahwa Kawasan Hutan Lindung di Lombok Timur terdapat pada dataran tinggi dibagian utara dengan luas 28.664,47 Ha (91,00%) dan 2.834,20 Ha (9,00%) pada dataran rendah di bagian selatan, tersebar di 7 (tujuh) wilayah kecamatan, yaitu: Sembalun, Sambelia, Suela, Pringgabaya, Aikmel, Pringgasela dan Montong Gading. Sementara, Kawasan Hutan Lindung di Lombok Timur bagian selatan, yakni Kawasan Hutan Lindung Sekaroh termasuk dalam wilayah Kecamatan Jerowaru. Areal pemanfaatan Kawasan Hutan seperti Hutan Kemasyarakatan (HKm) pada 7 (tujuh) kecamatan tersebut di Lombok Timur bagian utara mencapai 10.702,11 Ha (37,34%). Potensi perlindungan lainnya adalah telah dan sedang berjalnnya beberapa program yang berkaitan dengan mitigasi bencana &konservasi  baik di dalam kawasan TNGR maupun desa-desa yang berbatasan dengannya.

Stock Karbon,secara administratif TNGR yang termasuk dalam KabupatenLombokTimur ± 22.152,88Ha. Dengan luas tersebut 45,11 % adalah hutan primer, 15,8% hutan sekunder, 25,2 % savana, 7% tanah tandus dan 6,89% hutan tanaman. Dari vegetasi tersebut dapat diketahui stok karbon yang terkandung pada masing-masing tipe vegetasi tersebut berdasarkan sumber dari Tim Badan Litbang Kehutanan pada tahun 2010 yang melakukan perhitungan berdasarkan skema REDD (Reducing Emission from Degradartion and Deforestation). Berikut adalah rincian perhitungan stok karbon TNGR Wilayah Timur :

Mencari Sosok  Misterius Kemiskinan :

Kemiskinan yang sejatinya dipengaruhi oleh beberapa faktor; tingkat pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, lokasi, tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidak mampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar.Terdapat empat bentuk kemiskinan yang memiliki beragam pengertian.Keempat bentuk tersebut adalah kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif yang melihat kemiskinan dari segi pendapatan, sementara kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural yang melihat kemiskinan dari segi penyebabnya . Kemiskinan absolut adalah apabila tingkat pendapatannya dibawah garis kemiskinan atau sejumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimun, antara lain kebutuhan pangan, sandang,kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk meningkatkan kapasitas agar bisa hidup dan bekerja. Kemiskinan relatif adalah kondisi dimana pendapatannya berada pada posisi di atas garis kemiskinan, namun relatif lebih rendah dibanding pendapatan masyarakat sekitarnya.

Dalam kontekes terkini, tantangan yang langsung dihadapi oleh program dan pelaku pemberdayaan lainnya adalah menemukantarget group yang benar (siapa sebenarnya yang benar benar miskin), hal ini disebabkan oleh berubahnya mentalitas masyarakat sebagai dampak dari kesalahan kebijakan pembangunan sebelumnya.Pendekatan charity, bantuan langsung, pembagian beras miskin telah merusakan nilai-nilai lokal manusia Sasak yang Lombok Buak (lurus dan jujur apa adanya laksana pohon pinang). Simak beberapa penggalan dialog-dialog yang biasa kita dengar dalam pelayanan publik ini; “Silakan bagi beras itu untuk mereka (orang miskin) itu, tapi jangan harap kami akan keluar untuk gotong royong” dalam pembagian beras  Beras Miskin, atau  protes dari keluarga  pemegang kartus Jaminan Kesehatan untuk orang mskin kepada petugas untuk mendapatkan pelayanan ekstra sambil memegang kartu dan tangannya yang lain penuhdengan perhiasan emas serta memegang handphone harga jutaan.

Dari contoh kasus diatas, tampak bahwa mentalitas ekonomi masyarakatIndonesia lebih senang diakui miskin dari pada makmur.Bagaimana tidak,orang rela memiskinkan dirinya demi mendapat 100 ribu secara cuma-cumatanpa perlu bersusah payah.Pada kenyataannya di lapangan, nominal tersebuttidak seberapa dalam memenuhi kebutuhan di zaman sekarang.Bagi orang-orang yang menengah ke bawah, 100 ribu merupakan nominal yang sangatmembantu.Namun bagaimana mereka yang cukup mampu, lalu mengakumiskin demi mendapat secuil bantuan pemerintah baik itu BLT, raskin, bahkan beasiswa.Kemiskinan secara mental, secara sosial-psikologis menunjuk pada kekurangan jaringandan struktur sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan peningkatan produktivitas.

Teori “kemiskinanbudaya” (cultural poverty) yang dikemukakan OscarLewis menyatakan bahwa kemiskinan dapat muncul sebagai akibat adanyanilai-nilai atau kebudayaan yang dianut oleh orang-orang miskin, seperti malas,mudah menyerah pada nasib, kurang memiliki etos kerja.Faktor eksternaldatang dari luar kemampuan orang yang bersangkutan, seperti birokrasi atau peraturan-peraturan resmi yang dapat menghambat seseorang dalammemanfaatkan sumber daya.Kemiskinan model ini seringkali diistilahkandengan kemiskinan struktural. Menurut pandangan ini, kemiskinan terjadi bukan dikarenakan “ketidakmauan” si miskin untuk bekerja (malas), melainkankarena ketidakmampuan sistem dan struktur sosial dalam menyediakankesempatan yang memungkinkan si miskin dapat bekerja.Kemiskinan mental meliputi dimensi moral, etika, akhlakdan mental yangkemudian memperlemah daya saing sumber daya manusia Indonesia. Mentalinilah yang sebenarnya faktor dominan dalam melakukan perubahan, yang kianlama justru kian luruh.

Mentalitas miskin  juga terlihat terjadi di desa-desa program ini. Salah satunya adalah dipenagruhi oleh perubahan gaya dan standar hidup. Bagaimana  gaya dan standar ini bekerja dalam mempengaruhi persepsinya tentang kemiskinan dapat diilustrasikan sebagai berikut ; Si Y yang baru saja mulai  bekerja di Perusahaan X, menerima Gaji Rp. 1 Juta rupiah per bulan dalam tahun pertamannya. Jarak perusahaan dan rumah tinggalnya hanya 3 km, dan ia sanggup tempuh dengan jalan kaki, ia bangun dan berangkat lebih pagi sehingga dapat tepat waktu sampai di perusahaan. Dan untuk menghemat pengeluaran, ia memasak di rumah dan membawa bekal ke tempat kerja. Pada tahun kedua, manajernya melihat kedisiplinan dan keterampilan kerjanya yang meningkat seiring jam terbang akhirnya memutuskan gaji si Y naik menjadi Rp. 2 juta di tahun kedua kerjanya. Paska kenaikan gaji, lokasi kerja masih sama, namun jabaatannya berubah. Si Y membeli motor dengan pertimbangan, ia bisa lebih cepat sampai perusahaan dan tidak perlu berkeringat lagi dan ia juga merasa membawa bekal cukup merepotkan, sementara ia mampu untuk makan di warung dengan penghasilannya yang sekarang. Pada tahun ketiga, manajernya puas dengan kinerja Y memutuskan kenaikan gajinya lagi menjadi Rp. 3 juta. Si Y, menaikkan standarnya, bahwa saat ini dia harus tampil lebih parlente, membeli dasi dan jas, makan di warung juga dirasa sudah tidak terlalu cocok untuk dirinya, ia merasa saat ini waktunya bagi dia untuk menikamti hasil kerja, makan di restaurant yang menggunakan AC dan mempertimbangkan untuk kredit mobil supaya dapat ke kantor meski dalam keadaan panas maupun hujan dan baju serta dasinya tidak kusut terkena debu. Dan demikian seterusnya, setiap ada penambahan pendapatan maka standar kehidupannya di naikkan. Maka Si Y tetap merasa tidak atau belum cukup dengan apa yang sudah diperoleh sebelumnya. Syndrome ini,banyak menghinggapi warga kita, mampu  mengaku miskin namun menggenggam gadget dengan harga di atas Rp. 2 juta.

Melalui sejumlah kegiatan berseri;  pembangunandatabase dari door to door dengan melibatkan warga, diskusi komunitas dan lokakarya desa. Program mencoba menemukan indikator kemiskinan versi masyarakat, karena senyatanya, ada juga warga desa yang meskipuun tidak punya aset  produksi yang dimiliki sendiri namun dapat memiliki penghasilan  hingga Rp. 1 juta hanya dari satu aktivitas, mencari dan menjual pakis di dalam kawasan hutan. Untuk itu, tidak ingin mengulangi kesalahan pendekatan beberapa prorgam, Konsorsium ADBMI&Friends hati-hati dalam menemukan mereka yang betul-betul menghayati dan mereprsentasikan kemiskinan.

Melalui kegiatan program Konsorsium ADBMI &Friends ini diharapkan efek berantai.Dengan meningkatnya kemampuan dalam mengolah potensi alam yang ada; pisang, tomat, bambu, ubi dan lainnya menjadi produk baru yang mempunyai nilai ekonomi lebih, diharapakan akan menjadi alternatif bisnis yang menambah produktivitas dan pendapatan ekonomi keluarga miskin. Hal ini akan berpengaruh pada meningkatnya ketahanan ekonomi warga di lingkar TNGR, maka ketergantungannya untuk menjadi Buruh Migran dan pada aktivitas eksploitasi sumber daya yang ada dalam kawasan TNGR juga berkurang, sehingga deforestrasi dapat dicegah karena warga  yang telah keluar dari perangkap kemiskinan tidak lagi masuk kedalam kawasan hutan melakukan pembalakan liar (illegal loging ataupun perburuan). Dengan dapat dicegahnya deforestrasi, maka emisi gas rumah kaca juga dapat diturunkan.

7.200 warga miskin yang akan dijangkau oleh proyek ini, merupakan sekitar 0.8% dari total warga yang tinggal disekitar hutan. Dengan asumsi, 62% dari mereka yang terlibat dalam program ini dapat menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang didapat, dan akan menyebabkan naiknya pendapatan rata-rata per hari Rp. 25 ribu saja , maka akan ada uang beredar di desa dalam satu bulan 30 x Rp. 25.000 x 7.200  x 0.62= Rp.3.348.000.000 dan dalam satu tahun Sebesar  Rp.40.734.000.000. Dana ini, hampir Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam APBDLombok Timur dalam satu tahun. Dan bagi keluarga, ada tambahan pendapatan sebesar Rp. 750 ribu per bulan, itu ¾ dari Upah Minimum Kabupaten. Dengan adanya tambahan pendapatan dari sumber-sumber penghidupan yang sudah ada sebelum program masuk, maka tambahan bagi keluarga ini diharapkan mampu menghentikan tindakan eksploitasi warga miskin ke dalam terhadap sumber daya alam yang ada dalam kawasan TNGR. Jika dihitung ERR dalam satu tahun pertama setelah program sebesar 16%.

0 tampilan0 komentar

Postingan Terkait

Lihat Semua

Comentarios

Obtuvo 0 de 5 estrellas.
Aún no hay calificaciones

Agrega una calificación
bottom of page