top of page

Janji Jupriadi Kepada Sang Ibu Dan Istrinya Sebelum Berangkat Ke Malaysia

Janji adalah hutang, namun hutang kadang ada yang terbayar, ada juga yang tertunda. Seperti halnya Jupriadi yang belum bisa menuntaskan janjinya kepada keluarganya. Ia berjanji untuk memperbaiki hidupnya dan keluarganya dengan bekerja ke luar negeri. Naas, sebelum janji itu terjadi, hal lain mendatanginya.

Janji Jupriadi Kepada Sang Ibu Dan Istrinya Sebelum Berangkat Ke Malaysia

adbmi.org – Jupriadi berjanji kepada sang ibu dan istrinya bahwa nanti hasil kiriman gajinya di rantauan untuk memperbaiki rumah. Janji itu ia utarakan sebelum berangkat ke Malaysia pada Senin, 19 Februari 2024 lalu.


Namun janjinya kini hanya sekedar janji. Bukan kiriman gaji yang diterima pihak keluarga, justru peti mati berisi jenazah yang terbungkus kain kafan kiriman dari Malaysia.

Inaq Hairil Anwar masih belum percaya bahwa sang anak kini telah tiada. Ia masih ingat, rupa senyum dan riang tawa Jupriadi, anak yang ia besarkan selama ini.


Di depan pintu dapurnya yang sederhana, Inaq Hairil Anwar masih duduk termenung. Sembari menanah nasi dengan tungku perapian yang terbuat dari campuran tanah liat, ia diam seribu bahasa. Tidak bicara banyak hal.


Ia masih ingat pesan sang anak, akan pulang jika sudah waktunya.

Namun kabar duka itu kini merubah segalanya. Ia menjadi perempuan tua yang hidup sendiri di rumah yang ia bangun beberapa tahun silam.


Sosok Inaq Hairil Anwar terkenal sebagai orang yang tak banyak bicara. Tak banyak tingkah. Ia terkenal pribadi yang sangat baik dilingkungan masyarakat.


Ia sedikit bercerita tentang harapan anaknya sebelum pergi merantau ke Malaysia.


“Niatannya untuk memperbaiki rumah dan menambah biaya hidup,” terang perempuan paruh baya tersebut kepada penulis.


Niat Jupriadi sungguh mulia. Niatnya sangat baik sekali. Namun jalur pemberangkatan yang tidak resmi membuat semuanya berubah. Ia tidak terselamatkan. Nyawanya melayang akibat kecelakaan yang dialaminya semasa berangkat ke daerah yang akan ia tuju di seputar Serawak Malaysia Timur.


Inaq Hairil Anwar termasuk keluarga PMI rentan. Keempat anaknya merupakan pekerja migran Indonesia yang hidup dari hasil rantauan. Anak terakhirnya bahkan baru saja melabuhkan mimpinya di negeri Jiran Malaysia. Belum genap satu bulan lamanya.



Janji Jupriadi Kepada Sang Ibu dan Istrinya Sebelum Berangkat Ke Malaysia
Foto Istimewa: Serah terima jenazah almarhum Jupriadi (Firman Siddik)

Pesan Jupriadi Kepada Sang Istri untuk Tetap Merawat Anak Mereka


Terpisah jarak yang jauh. Raga tak lagi berdampingan membuat Nuraeni istri Jupriadi semakin merasakan kesedihan yang mendalam. Kini ia harus berjuang sendiri membesarkan sang anak yang baru berusia 10 bulan. Usia yang sangat belia untuk menjadi yatim.


Jupriadi menanggalkan pesan yang sangat mendalam di hari minggu kala itu di kolam Wisata Mbulan Boroq Dewi Anjani Desa Anjani. Ia memboyong keluarga kecilnya untuk berlibur kecil – kecilan sebelum ia berangkat esok pagi ke tanah rantauan.

Pesan itu masih diingat jelas oleh Nuraeni, istri dari Jupriadi.


“Almarhum berpesan untuk terus merawat dan membesarkan anak kami,” terang Nuraeni sembari menunjukkan photo terakhir mereka saat di area kolam wisata Mbulan Boroq Dewi Anjani Desa Anjani.


Gelombang Ancaman PMI Unprosedural


Banyak sekali ancaman menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara unprosedural atau ilegal. Ancaman tersebut didapat sejak dari pra pemberangkatan, pemberangkatan dan bahkan sampai dengan pulang ke daerah asal.


Banyaknya masyarakat yang memilih menjadi PMI secara unprosedural karena tuntutan ekonomi.


Data dari Yayasan Advokasi Buruh Migran Indonesia mencatat bahwa faktor ekonomi menjadi pendorong masyarakat bermigrasi.

Janji Jupriadi Kepada Sang Ibu dan Istrinya Sebelum Berangkat Ke Malaysia
Foto Istimewa : Inaq Hairil Anwar ibu dari almarhum Jupriadi saat penyerahan BPJS ketenagakerjaan yang difasilitasi oleh LSD Anjani (Firman Siddik)

Selain itu, dampak dari covid 19 serta masih banyaknya antrean pemberangkatan ke Malaysia menyebabkan masyarakat memilih jalur ilegal. Mengurus pemberangkatan secara mandiri tanpa melalui P3MI yang resmi.


Ancaman yang paling mengintai para PMI yang berangkat secara unprosedural adalah pelindungan. Sementar itu, Menteri Tenaga Kerja menerbitkan peraturan perundang-undangan nomor 18 tahun 2017 tentang pelindungan dan pemberdayaan pekerja migran Indonesia beserta keluarganya. Namun aturan tersebut masih dirasa tebang pilih.


Data dari Badan Pelindung Pekerja Migran Indonesia (Bp2mi) per 16 Maret 2024 mencatat sekitar 115 orang yang sudah dipulangkan dengan berbagai permasalahan. 11 diantaranya meninggal dunia.


Penyuluh Hukum Ahli Muda BP3MI NTB, Kadek mengungkapkan bahwa data tersebut kemungkinan terus bertambah. “Sebab NTB termasuk penyumbang PMI Unprosedural yang tinggi.”


Kadek menghimbau kepada masyarakat untuk berangkat secara prosedural sehingga pelindungan maksimal didapatkan.


“Harapannya tidak ada lagi berangkat secara unprosedural, biar perlindungan lebih maksimal dirasakan,” tandas Kadek kepada penulis.

1 tampilan0 komentar

Yorumlar

5 üzerinden 0 yıldız
Henüz hiç puanlama yok

Puanlama ekleyin
bottom of page