top of page

Ibu Jadi TKW, Bapak Jadi Kawin Lagi

Muhammad Dani (16 Tahun). Di usianya yang masih dini siswa kelas dua sebuah SMA di Pringgabaya ini menunjukkan tanggung jawab dan kedewasaan sejati. Dani begitu ia disapa kini menjadi kepala rumah tangga bagi adiknya sendiri.

Oleh alasan ekonomi, sang Ibu terpaksa menjadi TKW ke Arab saudi, meninggalkan Muhammad Dani dan seorang adik perempuannya yang masih membutuhkan kasih sayang ibu (kalau kita berdiri pada posisi patriarkhi, maka fenomena perempuan migrasi dapat dibaca sebagai kegagalan laki-laki/suami dalam menjalankan tugas dan peran utamanya sebagai pencari nafkah). Tak ditanya, sang Bapak berulah, Bapaknya kawin lagi ketika Ibu memburuh membanting tulang demi keluarga di Negeri Petro-Dolar Arab Saudi. Tak tanggung-tanggung, kawin pun memakai remittance yang dikirim oleh Isteri.

Sang Bapak yang diharapkan dapat mengisi kekosongan ruang kasih sayang karena Ibu sedang pergi ternyata hanya mementingkan sekerat daging yang ukurannya tak lebih dari sejengkal dari bagian kecil tubuh, hanya 1/100 dari badan ini, sebut saja namanya kelamin. Orientasi hidupnya memprioritaskan kelamin sendiri dibanding tumbuh kembang anak-anaknya. Sang Bapak, tidak hanya meninggalkan Ibu, tapi juga meninggalkan Dani dan seorang adiknya. Bapak, pergi dari rumah untuk tinggal bersama isteri barunya.

Sebagai mana adat kebiasaan sebagian besar pelaku kawin cerai di Lombok. Para pria hanya memikirkan soal muncratannya, tanggung jawab yang muncul paska itu hanya diserahkan pada perempuan. Tak ada sanksi adat atau hukum bagi bapak yang abai akan hak-hak anak-anak dan isterinya. Dani dan adiknya harus mengurus dan menghidupi dirinya.


Tak ingin larut dan terpuruk dalam kemurungan. Dani memilih cara protes yang berbeda. Kekecewaan dan kemarahannya atas buruknya hidup ia manifestasikan ke dalam hal yang positif. Bukan mabuk, drug, kebut-kebutan atau tawuran. Dani memilih berwiraswasta.

Dani mulai usahanya dengan modal Rp.600.000,- (enam ratus ribu rupiah) dari sisa tabungannya hasil bekerja di salah satu toko di Labuan Lombok. Dani masih duduk di bangku sekolah kelas 2 SMA, menjalankan usaha dagang dengan adiknya yang masih duduk di bangku SMP dengan menyulap ruang tamu rumah menjadi kios.

Sekolah tak boleh putus dan terganggu, Dani dan adik perempuannya sengaja mencari sekolah yang memungkinkan mereka dapat bergiliran menjaga dagangan. Dani masuk sore dan sang adik masuk pagi. Dengan demikian, kios punya waktu buka lebih panjang. Dari usaha jual beli sembako dan snack sekarang ini omset per hari yang rata-rata Rp.200.000,-(dua ratus ribu rupiah), maka dalam satu bulan ada Rp.6juta. Dan untuk membesarkan modal usaha mereka dan meningkatkan kemampuan mengelola usaha, Dani menjadi klien di KSU BUMI RAYA (Koperasi Serba Usaha Buruh Migran Nusa Tenggara Jaya), sebuah koperasi yang awalnya adalah lembaga keuangan mikro untuk membantu staff Yayasan ADBMI yang pada tahun 2010 karena visi pengembangan dan regulasi yang ada bermutasi menjadi badan hukum koperasi. Melalui KSU yang berfilosofi sosial bisnis ini, Dani tak hanya mendapatkan bantuan modal, namun juga asistensi teknis manajemen usaha, bagaiamana melakukan analisis pasar, order stock barang dan lain-lain.

Setelah musim tanam, maka panen pun dijelang. Hasil kerja keras mulai terasa. Sudah cukup untuk membiayai hidup dan sekolahnya. Remittance yang dikirim oleh ibunya hanya sesekali dipakai sebagai dana cadangan untuk biaya yang tak terduga. Tak hanya makan minum, Dani dan adiknya sesekali memanjakan diri ke salon dengan hasil keringat sendiri tentunya, untuk sekedar perawatan wajah dan creambath.

Dan ketika ditanya bagaimana perasaannya terhadap ayahnya, ia tetap respect dan tak menaruh dendam. Namun suatu saat, ia ingin mengucapkan sesuatu pada pria yang telah meniupkan nafasnya ke dunia itu, “perkenalkan, panggil aku Dani!”.

0 tampilan0 komentar

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
bottom of page