top of page

From Zero to Hero

Oleh : Widya Harwin

Gunanto, sosok 36 tahun yang tinggi, kurus dan cukup tampan (menurut saya) namun masih single ini saya ibaratkan seperti pohon jambu batu. Meskipun daunnya tidak rimbun dengan batangnya yang kecil, namun kekuatannya boleh diadu. Di daerah pedesaan anak-anak kecil biasa bermain ayunan di batang pohon jambu batu ini karena struktur batangnya yang cukup elastic dan tidak mudah patah. Begitu pula lelaki yang biasa disapa Pak Kades oleh warga desa Tetebatu Selatan, Kecamatan Sikur Kabupaten Lombok Timur (Desa Tetebatu Selatan kemudian saya singkat dengan TBS).Ya dia adalah seorang Kepala Desa. Sosoknya tidak begitu dikenal di desa TBS karena beliau terbilang sangat jarang berada di TBS. Hampir setengah dari umurnya telah dihabiskan luntang-lantung di berbagai daerah. Meski demikian, beliau faktanya terpilih dengan kemenangan telak pada pemilihan kepala desa Tetebatu Selatan di 2013 lalu dan beliau adalah satu-satunya calon kades (pada waktu itu) yang tidak mencalonkan diri melainkan dicalonkan oleh warga sehingga kampanye pun tidak pernah dilakukannya. Berbagai macam pro dan kontra telah dilaluinya selama hampir 3 tahun menjabat sebagai Kades. Tidak pandang bulu, baik tua mau pun muda, kaya miskin, masyarakat biasa atau tokoh penting desa, keluarga atau bukan diharuskan mengikuti semua peraturan yang telah diatur oleh pemerintah. Dengan berbekal kewenangannya tersebut, seluruh staf di Pemerintahan Desa pun dirombak total. Penggantian staf yang dianggap kurang kompeten dengan mengaktifkan agen-agen baru yang berjiwa muda dan memiliki semangat untuk merubah dan mengembangkan desa seperti dirinya hingga 90% staf desa yang diangkat pada saat itu adalah pemuda dan rata-rata masih single.Terciptanya sebuah perubahan menuju sesuatu yang lebih baik adalah satu dari sekian kesimpulan yang diutarakan Kades dalam setiap diskusi saya bersamanya.

Berbekal kesamaan visi tersebut, saya tidak merasa begitu kesulitan untuk menyalurkan aspirasi mengenai ide gerakan LLB yang kami modifikasi sedikit menjadi LLI/Laki-Laki Idaman (tujuannya semata-mata adalah untuk meng-akrab-kan gerakan LLB). Dan benar saja, ide gerakan LLB diterima dengan tangan terbuka oleh Pak Kades, beliau menjadi sangat antusias dengan gerakan ini mengingat konstruksi sosial yang masih sangat kental di desa TBS (predikat Lalu dan Baiq untuk kaum priyai, Pak Haji dan Bu Hajjah hingga Konglomerat yang dianggap memiliki kewenangan lebih dari pada yang lainnya sehingga selalu lebih didahulukan dalam hal apapun). Meskipun belum menikah, Pak Kades yang juga salah satu anggota komunitas LLI di TBS ini mulai mencoba untuk membuat perubahan di desanya.

Setelah menginisiasi GEMASARI (Gerakan Menyapu Satu Hari) yang dilakukan setiap hari Jum’at pagi oleh masyarakat laki-laki desa TBS dimana ide tersebut muncul pasca Pelatihan Pengorganisasian Komunitas LLB pada Oktober 2013 lalu, ide lainnya pun muncul untuk memberdayakan perempuan TBS khususnya bagi Ibu Rumah Tangga. Pelatihan Penanaman Sayur Organik yang dilakukan di setiap RT yang melibatkan seluruh kader posyandu adalah ide yang direalisasikan oleh Kades TBS. Ide ini muncul berkat hobi beliau yang sering berkunjung atau lebih tepat disebut travelling kemana saja, dimana pada suatu hari beliau berkunjung ke rumah teman lamanya dan mendapati rumah temannya tersebut seperti kebun/taman sayur dengan tanaman sayuran hingga bunga dalam polybag yang menghiasi halaman depan dan belakang rumahnya. Dari sanalah kemudian Kades menggali informasi tersebut dan menerapkannya di TBS.

Pupuk organik yang bahan utamanya (kotoran hewan-red) melimpah di desa TBS menjadi salah satu faktor penunjang penting untuk memulai program Kemandirian Pangan ini. Pengadaan polybag dan bibit sayur-mayur disediakan oleh desa (hanya pada saat pelatihan, selanjutnya warga membeli sendiri) dan tenaga relawan (yang mengandung kata “rela” artinya tidak mendapatkan upah) yaitu para kader hingga kadus serta ketua RT yang kemudian secara bergiliran melakukan demo di setiap RT sekaligus memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai untungnya kemandirian pangan ini. Pelatihan ini tidak hanya melibatkan para Ibu Rumah Tangga tetapi juga para suami sehingga dalam program ini, laki-laki dan perempuan bias bekerjasama untuk kepentingan rumah tangga mereka.Mulai dari pembuatan pupuk organic hingga penanaman bibit di dalam polybag dilakukan bersama-sama.

Kedua program yang telah dikembangkan ini (Gemasari dan Kemandirian Pangan-red) sekaligus sebagai pintu masuk gerakan LLI selain pendampingan yang dilakukan secara terus menerus. Kedua program tersebut menjadi lebih efektif untuk menghindari kesan frontal atau kontra dalam menyuarakan isu perempuan di masyarakat pedesaan. Merubah pola piker patriarki dengan merekayasa pemanfaatan lingkungan secara tidak langsung telah mulai digarap dengan ide-ide yang dituangkan Kades TBS secara pelan dan menguntungkan bagi masyarakat desa. Lambat laun, masyarakat akan memahami pentingnya kerjasama antara laki-laki dan perempuan tanpa ketimpangan wewenang.

0 tampilan0 komentar

תגובות

דירוג של 0 מתוך 5 כוכבים
אין עדיין דירוגים

הוספת דירוג
bottom of page