top of page

Ditolak Jadi Pelayan Hotel, Eril Bangun Ekonomi Masyarakat Mandalika Dari BUMDes

Eril tak bisa membendung kemarahannya terhadap pemerintah. hal itu karena ia merasa potensi anak muda di Lombok yang sudah luar biasa namun tidak diberikan ruang dan jalan untuk mengekspresikannya.Ia bahkan menilai perhelatan akbar sekaliber internasional yang di selenggarakan di Sirkuit Mandalika tak memiliki dampak yang signifikan bagi masyarakat pribumi. Ia berfikir, tempat kelahirannya tersebut hanya sebagai nilai jual, namun tidak ada keuntungan bagi masyarakat pribumi di Mandalika khususnya.Masyarakat tetap dengan kehidupannya. Bercocok tanam, menjaring ikan, merawat kebun sampai dengan mengurus ternak mereka masing – masing. Sementara, tanah lahir mereka sudah terkotak – kotak ditumbuhi gedung pencakar langit. Sementara mereka, mengungsi ke perbukitan nan jauh dari pusat keramaian mandalika. ******

adbmi.org Chaeril Najib Akbar Ibrahim (23) yang akrab disapa Eril, pemuda lajang asal Desa Tanak Awu Kecamatan Pujut Lombok Tengah membangun perekonomian masyarakat melalui BUMDes (Badan Usaha Masyarakat Desa). Sebuah desa yang berdekatan dengan bangunan yang baru saja diresmikan sebagai salah satu Sirkuit tempat berlangsungnya event – event internasional, Sirkuit Mandalika.

Pemuda yang akrabnya di sapa Eril tersebut merupakan ketua BUMDes desa Tanak Awu. Ia memilih menjadi pengurus BUMDes di desanya bukan tanpa alasan. Ia berfikir, anak muda harus berperan dalam setiap geliat event besar yang dilaksanakan di Mandalika. Meski desanya tidak tersentuh perhatian pemerintah karena adanya Sirkuit Mandalika, namun desa Tanak Awu adalah gerbang utama pendatang luar untuk mengeksplor keindahan pulau Lombok – Nusa Tenggara Barat. Jadi, keberadaan desa Tanak Awu tidak bisa disepelekan. Desa ini merupakan salah satu penyangga Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika.

Sempat Ditolak Jadi Pelayan Hotel, Kini Eril Bangun Ekonomi Masyarakat Mandalika Dari BUMDes

Photo Istimewa : Eril ketua BUMDes Desa Tanak Awu saat menghadiri workshop penyusunan roadmap pengembangan usaha BUMDes, 18/7/2022.


Saat mengikuti acara Workshop Penyusunan Roadmap Pengembangan Bisnis BUMDes yang dilaksanakan Konsorsium ADBMI & LGBS, 15 -18 Juli 2022 yang lalu, Eril merasa prihatin dengan peran BUMDes yang masih belum maksimal. Terlebih banyaknya event yang diselenggarakan oleh pemerintah di kawasan Mandalika, tidak serta – merta menggerakkan masyarakat untuk menjadi pelaku di dalamnya. Terlebih menjadi pelaku usaha.

Dengan nada lantang memecah kebisingan, pemuda lulusan D3 bidang pariwisata di salah satu kampus di Mataram tersebut ingin berucap bahwa mereka hanya termakan janji pemerintah. Ia menyebutkan, sembari menghitung dengan jari – jemarinya, sejumlah janji yang dilontarkan padanya tempo lalu.

“Bahwa dalam janji tersebut, pemerintah akan mengutamakan putra daerah dalam setiap event nasional maupun sekelas internasional. Namun sampai sekarang belum terlihat para putra daerah diberikan ruang untuk berbuat dan berekspresi,” cetus Eril dalam ruangan bernama Flamboyan di Lombok Garden, 18/7/2022 yang lalu.

Bahkan tak jarang, Eril turun bersama masyarakat Tanak Awu dan masyakarat dari beberapa desa penyangga Mandalika untuk melakuhkan aksi demonstrasi. Bukan Karena perkara tolak menolak, terangnya, namun karena keterlibatan yang diberikan ke anak muda asli Lombok yang minim. Dengan alasan itulah, Eril berharap melalui BUMDes desa Tanak Awu ini ia bisa berkontribusi dan membuktikan jika anak – anak muda Lombok juga bisa dan setara. “Asal diberi ruang, kami akan berkarya. Jangan sampai dipatahkan,” terangnya.

Eril tak ubahnya sosok pemuda yang berani. Bak pahlawan dalam cerita fiksi ataupun pahlawan era reformasi, ia menggerakkan anak – anak muda desanya untuk mandiri. Pemuda lulusan jurusan pariwisata tersebut, melalui BUMDes juga bermimpi akan menjadikan desanya sebagai salah satu desa wisata yang banyak dikunjungi nantinya.

Selain itu, ia juga berupaya untuk menyelesaikan permasalahan sampah yang sudah lama. Melalui BUMDes, ia bersama pengurus BUMDes lainnya akan membuat sebuah bank sampah yang nantinya bisa menjadi sumber penghasilan masyarakat di desa Tanak Awu.

Bahkan saat ini, anak ke tiga dari dua bersaudara tersebut juga sedang berupaya di bidang pertanian. Dengan memanfaatkan tanah pribadi miliknya, ia meminta salah satu warga masyarakatnya untuk menggarap lahan tersebut supaya bisa menghasilkan pundi – pundi rupiah.

Dengan pengalamannya ikut pelatihan yang di selenggarakan oleh Konsorsium ADBMI & LGBS kerjasama dengan SIAP SIAGA, ia berharap bisa menelurkan pengetahuannya untuk bisa bermanfaat bagi masyarakat banyak.

Melalui program kerjasama pemerintah Indonesia dengan Australia ini, Eril akan berupaya meningkatkan ekonomi masyarakatnya melalui pembentukan usaha – usaha. Terlebih, dunia sedang berupaya bangkit pasca pandemic Covid 19.

Bangkit Melalui Usaha Mikro

Tak bisa kita pungkiri, pandemic Covid 19 mematikan setiap sendi – sendi kehidupan masyarakat dunia. Covid 19 bak sebuah malapetaka yang mencoba membuat dunia terasa kiat yang nyata. Semakin dekat.

Ada jutaan manusia yang sudah mati terpapar virus mematikan tersebut. Ada jutaan anak yang kehilangan orang tuanya. Ada jutaan orang tua yang kehilangan anaknya. Ada jutaan usaha mikro yang mati dan tidak bisa bangkit lagi.

Meski begitu, masih ada jutaan orang yang berusaha bangkit pasca Pandemi terjadi. Mereka memulai usaha kembali. Ada juga yang memulai usaha yang baru. Kemiskinan semakin tinggi. Lapangan kerja semakin sedikit. Sedangkan harga bahan – bahan pokok, seperti beras, gula, telur, semakin tak terkendali. Semakin mahal.

Maka dari itu, Konsorsium ADBMI dan LGBS bekerja sama dengan SIAP SIAGA, sebuah proyek kemitraan Indonesia dan Australia untuk kesiap siagaan bencana akan berupaya melakuhkan penanganan dampak ekonomi yang disebabkan oleh pandemic covid 19 di tiga desa lingkar Mandalika, yaitu di desa Tanak Awu, sengkol dan Kuta kecamatan Pujut Lombok Tengah, NTB.

Dalam upaya penanganan ekonomi pasca pandemic, dalam program ini akan memperkuat peran serta BUMDes di setiap desa progam. BUMDes dilatih sebagai fasilitator desa guna mempercepat laju ekonomi. Total, ada 300 kepala keluarga terdiri dari keluarga pekerja migrant maupun calon pekerja migrant yang diberdayakan dan tersebar di 3 desa program.

Selain mendata masyarakat sebagai penerima manfaat program, BUMDes juga harus bisa membuat rencana kerja guna memposisikan diri sebagai problem solving. Jadi, masyarakat di tuntut dan di tuntun untuk membuat sejenis usaha yang bisa digunakan untuk sebagai tempat saling mendayagunakan.

Mereka akan di bimbing untuk mengelola keuangan, baik gaji keluarga yang merantau ke luar negeri, maupun juga mengelola sumberdaya alam untuk dijadikan bahan yang bisa bernilai ekonomis.

Terlebih, KEK Mandalika tidak bisa kita anggap sebagai dewi fortuna, yang datang kemudian mampu merubah kehidupan di kawasan tersebut. Perlu ada bimbingan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk membantu mereka bangkit dari sisi ekonomi. Melalui usaha kecil salah satunya.

Pernah Ditolak Menjadi Karyawan Hotel Di Mandalika

Eril masih memegang microphone. Semua mata tertuju padanya. Pria berbadan gempal itu juga memiliki jiwa yang tegar. Terlihat dari raut mukanya, mimik wajahnya ketika berbicara. Menggebu – gebu.

Mandalika yang dinilai sebagai titisan pemerintah ternyata tak bisa dipercaya. Ia bahkan menilai, tanah tumpah darahnya hanya sebagai jualan untuk mewujudkan visi besar pemerintah beserta investor tanpa ada manfaatnya bagi masyarakat sekitar.

Justru keberadaan Mandalika memunculkan permasalahan baru. Budaya yang semakin terkikis. Tanah yang menjadi sengketa. Masyarakat asli terisolir, sampai dengan janji pemerintah dengan pihak ITDC yang tak kunjung terealisasi.

Sempat Ditolak Jadi Pelayan Hotel, Kini Eril Bangun Ekonomi Masyarakat Mandalika Dari BUMDes

Photo Istimewa : saat terjadinya demonstrasi di sekitar wilayah Kuta Mandalika dengan ITDC.


Eril bercerita mengenai perhelatan MotoGP yang diselenggarakan di Mandalika untuk yang pertama, ia juga sempat mendaftar jadi marshal. Ia berfikir, menjadi marshal adalah salah satu pekerjaan yang bergengsi. Selain itu juga, menjadi marshal termasuk pekerjaan yang mulia, ai bisa mengharumkan nama pulau Lombok dikancah Dunia.

Disorot jutaan pasang mata. tertangkap ribuan kamera. Ditayangkan di berbagai TV, baik lokal maupun internasional. Namun yang paling penting, ia bisa melihat putra daerah Lombok bisa berkarya.

Namun itu semua hanya hayalan tingkat tinggi.

Eril bahkan mengungkapkan, sedikit sekali pembinaan yang diberikan kepada dan juga kepada petugas marshal lainnya. Padahal, perhelatan MotoGP masih lama, namun pembinaan masih belum maksimal.

“teman – teman yang menjadi marshal dilatih hanya beberapa hari menjelang motogp,”ucap Eril saat pelatihan dengan nada geram.

Ia bahkan berasumsi, ini terkesan disengaja oleh pihak penyelenggara untuk merusak nama baik putra Lombok.

Sedangkan, mereka, para marshal dituntun untuk bekerja semaksimal mungkin demi kesuksesan perhelatan motogp tersebut.

Selain itu, Eril menyebut gaji yang diberikan kepada para petugas marshal terkesan tidak sesuai. Bahkan tidak manusiawi. Hanya 400 ribu yang diterima selama 6 hari perhelatan. “itu pun diberikan setelah seminggu perhelatan,” cetusnya.

Beruntung ia keluar menjadi petugas marshal. Bukan karena gaji yang sedikit, namun karena pembinaan yang memang tidak maksimal sedangkan mereka dituntut untuk professional.

Bukan hanya pernah mendaftar menjadi marshal, Eril juga pernah mengadu nasib dengan mencoba peruntungan di dunia perhotelan. Karena ia adalah jebolan kampus pariwisata ternama di Lombok, ia mencoba mengajukan lamaran di salah satu hotel bintang di Kuta Mandalika.

Ia sudah yakin akan diterima. Dari sisi pendidikan, ia D3 pariwisata, bahkan IPKnya 3,14. Sedangkan standarnya 2,9. Ia juga memiliki pengalaman training di salah satu hotel di Bali, di Novotel Bali Benoa. Hotel bintang lima yang sudah terkenal.

Namun peruntungan itu tak kunjung ia dapatkan. Ternyata IPK tinggi dan pengalaman yang gemilang tak mampu membujuk hati HRD di hotel tempat ia mengajukan lamaran pekerjaan. Wajar saja, banyak petugas hotel yang berasal dari luar daerah. Karena jalan yang sudah di blokir bagi putra daerah asli untuk berkreasi.

Bangkit Melalui BUMDes Pada saat perhelatan MotoGP Mandalika, Eril mulai menjajakan dagangannya kepada para penonton. Banyak pendatang lokal, banyak pula dari luar negeri.

Eril mencoba menjajakan kain tenun khas desa Sade, desa yang terkenal dengan pariwisata pedesaan yang masih memegang teguh tradisi dan budaya nenek moyangnya.

Eril menjajakan dagangannya dengan langsung menawarkan kepada para pendatang. Tanpa membuka stand di areal mandalika.

Sempat pula ia ditawari stand, namun karena biaya yang mahal membuat ia tidak memilih stand tersebut. Selain itu, posisi yang tidak strategis membuat ia enggan untuk mengambil dan menjajakan barang dagangannya di sana. Ia berfikir, lebih baik bersentuhan langsung dengan para pembeli.

Dari perhelatan akbar tersebut, ia banyak belajar. Keterlibatan anak muda masih minim. Bukan karena tidak mampu dan tidak mau, namun karena sediki sekali pelibatan dan pembinaan. Alhasil, mereka hanya menikmati pembangunan dan suara bising dari motor para pembalap yang beradu cepat.

Hal ini juga yang memuat Eril terdorong untuk masuk dalam jajaran kepengurusan BUMDes di desa Tanak Awu. Melalui BUMDes, ia berharap bisa memberikan kebermanfaatan yang lebih banyak lagi. Selain itu juga, ia berharap bisa menjadikan masyarakatnya pengusaha yang bisa menjadikan perhelatan nasional dan internasional yang diselenggarakan di Mandalika sebagai ladang penghasilan.

Tentu itu tidak mudah. Namun butuh kerja keras dan komitmen yang tinggi untuk mewujudkan itu.

Eril adalah satu dari sedikit anak muda Lombok yang ingin maju. Ia menembus nalar kebobrokan yang sudah sekian lama meninabobokan anak – anak muda Lombok untuk berkreasi.

Ia berharap, anak – anak muda Lombok bisa berkarya dan diberikan ruang selebar – lebarnya untuk berkreasi. Tidak dipatahkan semangatnya untuk berkreasi demi tanah Lombok yang tidak dipandang sebelah mata dimata dunia.

0 tampilan0 komentar

Commentaires

Noté 0 étoile sur 5.
Pas encore de note

Ajouter une note
bottom of page