top of page

Cerita Lapangan Parafinance, Turmawazi dan Marhatimi

Begitu mantra penguat semangat yang digumamkan oleh para pegiat keuangan keluarga. Api semangat itu melahirkan tekad bak virus yang menyebar ke teman-teman parafinance LSD Lombo’ Buak Desa Suralaga pada saat Pelatihan Manajemen Keuangan yang berlangsung selama satu hari sebanyak 3 kali di bulan Februari lalu (23, 24 dan 26 Februari).


Pemahaman peserta tentang tugas parafinance menjadi topik pembuka pada saat itu, meskipun sebelumnya pernah disampaikan dalam beberapa kunjungan ke rumah warga sebelum pelatihan.  Semangat yang membara dari semua anggota LSD khususnya parafinance dalam hal membantu meningkatkan taraf kehidupan warga Desa Suralaga khususnya keluarga TKI sangat patut diacungi jempol, – dan empat jempol dari saya.


Komitmen tinggi parafinance juga ditunjukkan dengan menjalankan beberapa tugas yang diembankan pada mereka dengan sepenuh hati sesuai dengan kemampuan maksimal yang dimiliki. Program-program LSD yang telah terrangkum untuk tiap bulannya pun terancang dengan sangat detail sampai pada pembagian tugas masing-masing anggota di setiap kegiatan tersebut – it’s a WOW. Hal ini menunjukkan komitmen masing-masing anggota yang sangat tinggi terhadap kemajuan Desa Suralaga melalui program-program LSD sebagai lembaga independen, non-pemerintahan dan betul-betul menjadi wadah bagi warga Desa Suralaga yang berjiwa sosial.


FYI a.k.a For Your Information, meskipun saat ini Yayasan ADBMI Lombok Timur sebagai penginisiasi terbentuknya LSD Lombo’ Buak Desa Suralaga hanya memfokuskan seluruh kegiatan yang diselenggarakan LSD pada lingkup buruh migran (TKI) di sepuluh desa program termasuk Desa Suralaga, namun di luar lingkup tersebut, LSD telah melakukan synchronizing atau penyesuaian dalam setiap program yang dilaksanakan untuk menyisihkan sedikit tempat bagi masyarakat Suralaga di luar lingkup TKI agar bisa berpartisipasi dan mendapatkan pelajaran yang sama dengan harapan tujuan utama LSD khususnya parafinance dapat tercapai. Tujuannya sangat jelas, untuk memperkenalkan kepada masyarakat di luar lingkup TKI bahwa LSD Lombo’ Buak adalah untuk semua warga Suralaga, tanpa terkecuali.


Sebagai antisipasi, penyesuaian tersebut terlaksana tentunya setelah melalui proses penimbangan manfaat dan kerugian yang sama-sama dipikirkan oleh anggota LSD. Semua langkah yang diambil, selalu melewati proses tersebut, untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya kerugian dari pihak manapun.


Salah satu bentuk penyisihan tempat tersebut adalah dengan menggandeng enam komunitas pemuda di Desa Suralaga yang masing-masing komunitas terdiri dari segala unsur keluarga, baik TKI maupun bukan TKI. Yang menarik LSD untuk menggandeng komunitas ini adalah masing-masing komunitas sebenarnya memiliki potensi sendiri yang belum terjamah oleh perkembangan, solidaritas yang begitu tinggi, ibarat kertas putih yang menunggu untuk ditulisi mungkin tepatnya. Mereka hanya terkumpul dalam wadah nama komunitas masing-masing, tidak lebih.


Ada sih beberapa yang punya ide untuk mengembangkan komunitas mereka, tapi karena persiapan yang butuh korban banyak dari masing-masing anggota dan kendala-kendala lainnya, ide tersebut kebanyakan hanya menumpuk di kepala. Salah satu yang sedang digarap LSD bersama komunitas pemuda adalah di dunia otomotif (perbengkelan). LSD menyiapkan tempat, alat, tutor untuk pelatihan perbengkelan (supaya lebih mantap bahasanya) dll, anggota dari enam komunitas pemuda yang memiliki minat di bidang ini menjadi subjek yang kemudian akan mengembangkan dirinya dengan bantuan alat yang telah disediakan.


Inisiasi seperti ini diharapkan akan menjadi magnet bagi pemuda lainnya untuk mulai kritis dalam berpikir sehingga tidak memikirkan untuk mencari uang dengan bermigrasi ke luar negeri.


Kembali ke tema awal, parafinance adalah Turmawazi dan Marhatimi, dua pilar keuangan yang dimiliki LSD Lombo’ Buak Suralaga. Turmawazi dengan segudang pengalaman pelatihan keuangan, pengalaman organisasi dan kemampuan bersosialisasi yang cukup mumpuni bersama Marhatimi yang ahli dalam praktik mengelola keuangan sebagai pengusaha dan ibu rumah tangga yang terbilang sukses, mampu menyedot perhatian peserta pelatihan MK 1,2 dan 3 dengan teknik fasilitasi yang cukup menarik. Improvisasi fasilitasi Pak Tur mampu menarik partisipasi peserta yang tadinya hanya duduk mendengar menjadi berbicara, bahkan membuat peserta yang lainnya ikut berbicara.


Bu Mar yang mampu membuat peserta tidak berpaling darinya dengan selingan cerita pengalamannya jatuh bangun di dunia usaha, bahkan tidak sedikit peserta yang memang mengenal Bu Mar tertarik ingin berguru langsung setelah mendengar pengalaman tersebut. Pengalaman selama belasan tahun menjadi pedagang, dari mulai berdagang makanan, pakaian dan semacamnya hingga beberapa tahun terakhir menggeluti dunia pakaian anak-anak dan aksesoris yang dirasa sudah lebih dari cukup untuk menghidupi kehidupan rumah tangga Bu Mar bersama suami dan 2 orang anaknya.


Kemampuan ini tentunya telah melalui proses pembelajaran yang cukup memakan waktu, tenaga dan pikiran dua sosok penting ini.


Motivasi terbesar sepasang parafinance ini adalah keadaan ekonomi sebagian besar warga Desa Suralaga yang masih tergolong berekonomi rendah dengan profesi yang mendominasi yaitu sebagai buruh. Profesi ini pun sebagian besar didominasi buruh musiman. Profesi ini digeluti oleh lebih dari 50% warga Desa Suralaga terutama pada saat musim tanam produk komoditi utama Kecamatan Suralaga (cabai merah – red chili). Mirisnya, tidak sedikit dari warga yang memiliki lahan sawah pribadi, pada saat musim tanam juga ikut menjadi buruh di sawah orang lain untuk mengejar setoran tabungan untuk biaya sehari-hari nanti pada saat paceklik mulai menghujani.


Dan yang lebih miris lagi, kebanyakan dari mereka yang menjadi buruh tersebut adalah isteri ataupun keluarga TKI. Isteri-isteri yang kemudian terlunta-lunta hidupnya meskipun suami tercinta juga bisa jadi hidup seadanya di tanah orang demi mencari sesuap nasi untuk keluarga  mereka di rumah. Tanya kennnn kenapa? Jawabannya adalah, sejumlah besar remiten yang diterima tiap bulannya dari sang suami telah dihibahkan seluruhnya untuk menyewa-gadai (penyewaan lahan sawah untuk dikelola sampai waktu pemilik lahan mampu mengembalikan uang sewa dari si penyewa) lahan sawah yang sebetulnya diharapkan lahan tersebut akan menjadi sumber penghidupan keluarga TKI tersebut agar bisa hidup dengan lebih nyaman.


Namun hal tersebuut masih jauh dari harapan karena yang luput dari perhitungan para TKI dan keluarga adalah biaya yang akan dikeluarkan untuk membiayai lahan sawah yang sudah menyedot remitannya. Biaya pupuk, bibit, perawatan, upah kerja dan sebagainya, justru menyedot uang (jika dikalkulasikan selama sekian tahun) bisa jadi akan berjumlah lebih besar dari harga sewagadai lahan sawah tersebut.


Sementara si pencari uang alias TKI belum tentu bisa mengirimkan remiten dengan jumlah besar setiap kali mengirim, cukup untuk menalangi kebutuhan sehari-hari dan beberapa kebutuhan lainnya yang terkadang kebanyakan mendadak sehingga mau tidak mau, isteri ataupun keluarga harus ikut turun tangan mencari nafkah untuk kehidupan sehari-hari mereka di rumah.


Uraian tersebut di atas tidak lain dan tidak bukan adalah karena pola fikir yang masih terlalu sederhana/minim dengan pandangan hidup yang disempitkan oleh kebiasaan masyarakat setempat digandeng dengan pergaulan yang kebanyakan masih tertutup. Rencana masa depan, tentu semua direncanakan, tetapi terkesan gampang sewaktu direncanakan, begitu realisasi, semua tidak sesuai harapan dan kelabakan.


Ujung-ujungnya, meminjam uang atau berhutang menjadi opsi terdepan untuk mengatasi permasalah yang dihadapi, begitu remiten sampai, hutang terbayar, sisa hutang terkadang juga tidak cukup untuk membiayai lagi, biaya hidup sehari-hari juga masih tidak jelas akan dipenuhi dengan apa, alhasil berhutang lagi. Begitulah cara hidup sebagian besar masyarakat kita khususnya di Desa Suralaga.


Pak Tur dan Bu Mar sebagai warga yang cukup mengetahui seluk-beluk dunia luar melalui pergaulan di bidang masing-masing tentu saja menyadari itu, kesulitan untuk memperbaiki dan memberikan pandangan hidup lain yang mungkin akan mencerahkan warga pun sangat dipahami dengan baik oleh keduanya. Jiwa sosial untuk membangkitkan kehidupan perekonomian keluarga dan warga sekitar baru mulai membara ketika LSD terbentuk.


Kemirisan pandangan Pak Tur dan Bu Mar akan kehidupan warga Suralaga mulai mendapatkan titik terang dengan wadah yang dipercaya akan mampu dimanfaatkan sebagai penyalur aksi maupun respon mereka terhadap keadaan tersebut selama ini.


Minimal LSD mampu membentuk pandangan baru yang jauh lebih bijak mengenai pengelolaan keuangan dengan adanya pelatihan-pelatihan yang melibatkan masyarakat Suralaga. Bu Mar dengan basic sebagai pedagang merasa akan mampu membantu mencari jalan keluar atau opsi lain untuk merubah keadaan tersebut. Begitu pula dengan Pak Tur yang berprofesi sebagai guru, berharap ilmu yang selama ini didapatkan mampu disalurkan dan tersampaikan semaksimal mungkin kepada warga melalui murid-muridnya.


Minimal murid-muridnya tersebut tidak terjerumus dengan pola pikir yang sama seperti orang tuanya atau masyarakat sekitar yang berujung pada siklus kehidupan ekonomi yang begitu-begitu saja.


Tantangan terbesar yang menjadi bahan pembelajaran dan PR (pekerjaan rumah) bagi parafinance di Desa Suralaga adalah bagaimana membangun kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pengelolaan keuangan yang baik dengan memanfaatkan segala jenis akses yang tersedia baik dari pihak desa/pemerintah maupun non-pemerintah – yang ini on process by LSD. Adalah tugas parafinance untuk mensosialisasikan, mendampingi, memonitor (atau bisa diistilahkan sebagai proses pemberdayaan) masyarakat khususnya dampingan parafinance dalam proses pengelolaan keuangan tersebut. Saat ini parafinance memulai proses pemberdayaan terhadap 90 eks peserta pelatihan MK sebagai sampel awal plus anggota komunitas pemuda Desa Suralaga.


Proses pemberdayaan tersebut telah dilakukan oleh Pak Tur maupun Bu Mar sejak titel parafinance beserta tugas dan kewajiban yang dipikulnya terpatri di dalam jiwa sosial yang memang dimiliki kedua orang ini.


Yang menarik dari ketiga proses ini adalah, metode sambilan alias disambil, nyambi, sembari. Alhasil, sampai detik ini, dari 90 orang binaan parafinance di enam dusun Desa Suralaga, hampir 60% sudah mulai belajar mengatur keuangannya sehari-hari dengan mencatat pengeluaran dan pemasukannya, meskipun masih ada yang terkadang malas ataupun kecolongan oleh kebutuhan mendadak yang kurang penting (membeli pakaian-red). “Melet ita lio dengan belanja lek pekenan lasingan ja”. Jadi pengen belanja sebab melihat orang belanja sewaktu hari pasar, begitu dalihnya.


Beberapa proses yang pernah saya ikuti adalah pada saat Bu Mar berdiskusi dengan beberapa ibu dampingannya sembari berdagang (dampingannya lagi belanja sama Bu Mar-red), sumber penghasilan utama Bu Mar. Sambil menyelam minum air, menjadi kalimat yang tepat untuk mewakili peran Bu Mar sebagai ibu rumah tangga yang berdiferensiasi menjadi pengusaha dan perannya sebagai parafinance LSD Lombo’ Buak Suralaga.


Setelah ikut berpartisipasi sebagai anggota LSD khususnya sebagai parafinance dengan mengikuti beberapa kali pelatihan keuangan yang diselengggarakan ADBMI bersama LSD, Bu Mar merasa bisa lebih berguna dan merasa lebih yakin akan kemampuannya membantu masyarakat Suralaga dalam hal keuangan. 


Terlebih lagi, profesi Bu Mar sebagai pedagang sangat mendukung untuk bisa menerapkan ilmu yang didapatkannya sekaligus menularkan ke teman-teman pedagang yang lain. Teknik yang dijalani Pak Tur  terlihat agak berbeda meskipun temanya masih tetap sama yaitu menyelipkan  proses pemberdayaan pada saat ngobrol/kumpul bersama pemuda-pemuda yang terlihat kurang terarah atau bersama komunitas pemuda fans artis tertentu. Teknik ini cukup tepat mengingat usia Pak Tur yang masih muda tetapi berjiwa sosial tinggi dengan segudang pengalaman yang mendukung proses penyelipan pemberdayaan terhadap pemuda-pemuda yang notabenenya rada malas diajak serius (two thumbs up deh buat ustadz Ezi).


Diakui oleh ustadz Ezi (Pak Turmawazi) sendiri bahwa bekal tersebut didapatkan setelah mendapatkan pendidikan berupa pemberdayaan yang memakan waktu bertahun-tahun dari beberapa program ADBMI yang melibatkan dirinya. Perubahan yang cukup drastis pun diakui oleh dirinya, bahkan oleh teman-teman bergaulnya. Berangkat dari remaja yang masih labil dan kurang fokus kemudian mendapatkan bimbingan dari ADBMI melalui program-program yang dilakukan di Desa Suralaga  membuat ustadz kini merasa bisa lebih bijak, lebih matang, lebih fokus serta lebih komitmen dalam melakukan setiap kegiatan yang berhubungan langsung dengan masyarakat.


Menggebunya semangat kedua orang ini beserta anggota LSD yang lain untuk mulai membentuk wadah pengelolaan keuangan bagi seluruh warga Suralaga, memuncak pada rencana membentuk koperasi yang bertujuan untuk membantu pergerakan ekonomi masyarakat bawah agar lebih meningkat. Rencana tersebut akhirnya direalisasikan dengan mengadakan pelatihan/sosialisasi koperasi pada tanggal 18 April 2013 lalu di aula Kantor Desa Suralaga (sengaja milih tempat di aula Kantor Desa, supaya agak jauh dari pandangan politik sama warga sekitar. Maklum, jamannya orang kampanye).


Pelatihan ini secara langsung melibatkan Kepala Desa Suralaga H. M. Nasri dan pihak dari Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lombok Timur yang pada waktu itu dihadiri langsung oleh Kepala Bidang Penyuluhan Koperasi dan 2 orang Kepala Seksi Bidang Penyuluhan Koperasi dan UKM serta pendamping Pra-Koperasi.


Kehadiran orang-orang penting ini  adalah sebagai bentuk komitmen LSD pada program yang telah direncanakan, selain itu diharapkan juga dukungan yang penuh khususnya dari pihak desa agar setelah terbentuk, koperasi dapat disosialisasikan bagi seluruh warga Desa Suralaga sekaligus juga sebagai dorongan semangat bagi seluruh anggota untuk memajukan koperasi di masa depan dengan komitmen yang tinggi.


Dengan adanya pelatihan ini ditujukan agar seluruh anggota LSD (sebelumnya telah disepakati pada rapat anggota LSD bahwa anggota LSD juga mencakup sebagai anggota koperasi) mengetahui dasar-dasar berkoperasi, lembaga yang menaungi, landasan hukum, persyaratan mendirikan koperasi, peraturan dalam berkoperasi dan lain sebagainya.


Pelatihan yang dimulai dari jam 09.30 (Maklum, jam sang undangan telat hampir satu setengah jam dari waktu undangan. Jangan gila dong) s/d 12.30 WITA diisi dengan pemaparan all about Koperasi oleh Kabid Penyuluhan Drs. Haryono (Semua materi dilibas habis sama beliau, teman-temannya cuma kebagian senyum-senyum, ngangguk-ngangguk aja waktu disebutin nama sama beliau, hihi sabar ya!). Materi tersebut mencakup, pengenalan Koperasi dengan UU yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012, pemberitahuan Koperasi dengan UU yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992.


Undang-undang yang baru ini, terkesan sedikit lebih rumit sebenarnya dimana dalam UU yang lama, terdapat  jenis koperasi yang boleh dibentuk yaitu Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Koperasi Serba Usaha (KSU), sementara dalam UU yang baru terdapat empat jenis Koperasi yang boleh dibentuk yaitu Koperasi Produksi, Koperasi Konsumsi, Koperasi Simpan Pinjam dan Koperasi Jasa. Yang bikin ribet itu, jenis Koperasi yang lama, KSP boleh melakukan kegiatan simpan pinjam modal, KSU boleh melakukan kegiatan simpan pinjam modal sekaligus membuka usaha.


Nah, di UU yang baru, KSU ditiadakan alias dibagi lagi jenisnya, tidak boleh membentuk Koperasi Simpan Pinjam sekaligus Usaha. Tapi hal tersebut sama sekali bukan halangan bagi LSD, justru dengan adanya hal tersebut LSD bisa lebih mantap dalam mempersiapkan pembentukan Koperasi ini. Dalam kesempatan tersebut juga, pihak koperasi juga mengutarakan kesediaannya untuk datang kembali untuk melantik pengurus koperasi (atau pengurusnya yang ke Kantor Dinas Koperasi dan UMKM katanya.


Disamping program-program yang sebagian telah berjalan tersebut, LSD juga akan mengadakan beberapa jenis pelatihan yang nantinya diharapkan akan menjadi sumber ide perencanaan wirausaha bagi warga Suralaga. Beberapa di antaranya adalah pelatihan perbengkelan bagi komunitas pemuda Suralaga, pelatihan tataboga bagi ibu-ibu yang kurang mampu/pengangguran, ada juga pemberian modal dari anggota LSD secara pribadi namun tetap mengatas namakan LSD Lombo’ Buak Suralaga pada beberapa peternak/petani setempat yang dipandang cukup potensial (yang satu ini sih, sudah berjalan hampir dua bulan).


Pelatihan-pelatihan tersebut akan melibatkan dinas-dinas yang secara langsung berhubungan dengan pengadaan program-program LSD tersebut baik itu Dinas STT,  BPPKB, LSM dan pihak lainnya. Hal ini didukung dengan potensi pengembangan yang cukup besar dengan SDM yang telah tersedia serta potensi dan komitmen LSD sebagai pengelola/penggerak yang sampai saat masih menjadi yang teratas (boleh dong, bangga sedikit).


Yang paling utama dari semua paparan tersebut di atas adalah perawatan komitmen anggota LSD agar menjadi lembaga yang semakin solid dan berdedikasi tinggi pada dunia sosial, bebas dari intervensi manapun, dan mandiri. Aamiin yaa Robb.

enjoy your reading!

0 tampilan0 komentar

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
bottom of page