top of page

Butuh Obat Kuat: BPD Seharusnya Mampu Menghilangkan Dahaga Masyarakat

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau biasa kita kenal dengan sebutan BPD merupakan wadah aspirasi masyarakat desa yang kian hari fungsinya tidak terlihat sebagaimana mestinya. Padahal BPD memiliki peran sangat penting di dalam masyarakat dan pemerintah desa, hal itu sudah diatur dalam Permendagri No. 110 Tahun 2016.

adbmi.orgKata lain, BPD merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah desa. BPD dapat dianggap sebagai “parlemen”-nya desa. Semua aspirasi masyarakat desa mesti atau wajib ditampung olehnya. Bisa dikatakan BPD adalah penyambung lidah masyarakat kepada aparatur desa dan sebaliknya.

Dalam forum “Sosialisasi dan Monitoring BPD” yang diadakan di Lesehan Purnama, Roma Hidayat selaku Direktur ADBMI Foundation menuturkan “Tingkat produktifitas BPD dilihat dari seberapa banyak produk hukum yang diterbitkan dalam masa jabatannya”. Menurut beliau BPD dalam pengaplikasiaannya tidak mampu menunjukan taringnya sebagaimana mestinya lembaga netral dalam pemerintah desa.

Seharusnya BPD benar-benar menjadi lembaga netral yang menampung aspirasi masyarakat, semua aspirasi masyarakat. Masalah terealisasikan atau tidaknya itu berbeda konteks, yang terpenting adalah bagaiaman lembaga tersebut berjalan sesuai dengan fungsinya.

Belakangan kita sadari, ada beberapa faktor yang membuat BPD seperti halnya di atas. Salahsatunya, anggota-anggota BPD terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat dengan berbagai macam latar belakang yang diangkat oleh pemerintah desa tetapi tidak memiliki kualifikasi yang konkrit dibidang hukum sehingga mengakibatkan pelaksanaan, penerbitan dan sosialisasi produk hukumnya terhambat.

Atas dasar itu kami ADBMI Foundation memfasilitasi kegiatan penguatan kapaitas BPD dalam bidang pemahaman hukum sehingga kedepannya BPD mempunyai pengetahuan dan wawasan yang lebih luas lagi mengenai hukum dan lebih produktif.

BPD sangat ditekankan agar tidak “Bermanja”, mandiri dalam memproduksi produk-produk hukumnya sesuai dengan kebutuhan lingkungannya masing-masing. Tresni Dewi Kartika, SH selaku fasilitator menerangkan “Jika BPD ingin kuat, Permendagri No. 110 Tahun 2016 sebagai indikator mesti benar-benar diimplementasi”.

Tidak dipungkiri, contoh terdekat saat ini adalah Peraturan Desa Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang sudah diterbitkan beberapa waktu lalu. Dalam prosesnya, BPD agak sulit memberikan refrensi aturan-aturan di atas yang tepat sebagai acuan untuk lingkungan dan masyarakatnya. Bahkan tidak sedikit masyrakat enggan patuh terhadap Perdes Perlindungan PMI, buktinya masih ada saja oknum-oknum nakal yang bermain di masyarakat.

Memang sifat aturan tidak bisa langsung membuat masyarakat berubah tetapi setidaknya aturan tersebut bisa digunakan untuk meminimalisir kerugian yang diakibatkan oleh oknum-oknum tersebut. “Diperlukan sanksi yang tegas agar ada efek jera. Sanksi yang bisa digunakan saat ini adalah Sanksi Administratif. Pemdes bisa tidak melayani masyarakatnya jika melanggar Perdes tersebut” jelas Tresni Dewi Kartika, SH.

0 tampilan0 komentar

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
bottom of page