top of page

Berkoperasilah, sebab Itu Baik!

Oleh : Roma Hidayat |

Lembaga Donor sekalipun, pasti akan menanyakan, dan hampir pasti menolak untuk membayarkan gaji pada seseorang yang tersebut dalam manajemen program namun tidak  pernah hadir baik di kantor dan apalagi lapangan. Dan sampai saat ini, ADBMI belum pernah menemukan lembaga donor yang ma’rifat (pemahaman) gendernya sudah level tertinggi yang mau membayar honor manajemen pelaksana program yang cuti. Dan setelah memiliki koperasi, ADBMI dapat memenuhi hak perempuan, dapat mempraktekkan keadilan gender, memenuhi hak berupa pembayaran gaji bagi staff perempuan yang cuti melahirkan selama 5 bulan.

Di atas adalah salah satu pengalaman ADBMI mencicipi kelezatan buah dari ber-koperasi. Sebagai lembaga masyarakat sipil yang mengandalkan kekuatan swadaya dan solidaritas masyarakat sipil  se-dunia, seperti organisasi sipil lain, ADBMI menghadapi tantangan keberlanjutan gerakan, yaitu pendanaan.

Berangkat dari pengalaman di atas, saat ini ADBMI mencoba meracik mazhab baru advokasi, khususnya dalam  pengorganisasian akar rumput, komunitas  Buruh Migran atau TKI. Yaitu dengan menggabungkan aspek pemberdayaan ekonomi ke dalam gerakan advokasi sebagai bagian dari supporting system.

Statement ;  negara ini  autopilot,  ganti rezim maka ganti pula kebijakan mengandung makna, kebijakan yang pro poor, pro rakyat itu tidak lahir dengan sendiri,  dan kalaupun lahir pada suatu masa, tidak memiliki jaminan akan keberlangsungannya alias terancam untuk berubah oleh waktu (pergantian selera rezim). Untuk itulah kontrol masyarakat sipil  wajib tetap ada. Artinya, gerakan masyarakat sipil mutlak ada. Selanjutnya yang  menjadi soal adalah, bagaimana memastikan  organisasi sipil tetap eksis dan gerakannya tetap bergaung. Organisasi sipil harus lah memiliki sumber pendanaan sendiri, harus bisa berbisnis, dan salah satu alternatip membangun bisnis  untuk keswadayaan itu adalah ber-koperasi.

Tapi sebentar dulu. Berapa sih kekuatan ekonomi komunitas BMI di Lombok ?. Untuk memahaminya, cukup dengan melihat beberapa fakta ini. Bank-Bank Nasional secara demontsratip agresip membangun cabang-cabang di luar negeri atau bekerja sama dengan Bank –Bank di Negara-negara Tujuan Migrasi. Western Union dan jasa transfer uang cepat masuk ke pelosok-pelosok Desa kantong BMI. Maskapai penerbangan pun membuka  jalur penerbangan baru  koridor Lombok-Kuala Lumpur. Dan tidak tertutup kemungkinan di masa datang, Lombok-Saudi. Jalur penerbangan baru ini menjadi tantangan  sekaligus peluang. Dan jika di tilik dengan angka-angka, setiap bulan Rata-rata Rp. 30 Miliar tahun 2012. Dan tahun 2013, Pemerintah Provinsi NTB optimis dapat menembus angka Rp 2 Trilyun. Saat ini, rerata dalam satu hari Rp. 2 Milyard  remitance di kirimkan ke NTB.

Kenapa Model Koperasi  patut di pertimbangkan untuk membangun dan memantapkan Perekonomian komunitas BMI  ataupun kelompok pemerhati Issue BMI ?. Motiv ekonomi ini tidak hanya berlaku pada kelompok potensial dan calon BM, namun juga  berlaku pada mereka yang telah berkali-kali bermigrasi (melakukan migrasi daur ulang). Itu lah yang menyebabkan jumlah pelaku Migrasi  bertambah secara significant di Lombok, yaitu mereka yang telah bermigrasi berkali-kali di tambah dengan mereka yang baru pertama kali (faktual  dapat di temukan dengan mudah di setiap desa, namun data yang valid untuk memilah kategorisasi ini belum di lakukan oleh instansi manapun. Contoh kasus : Zaenal  dan  Ashan dari desa gelanggang, bermigrasi sejak umur  kurang 20 tahun sampai sekarang sudah berumur 50 tahun masih berulang – ulang menjadi BMI). Hal menarik dari dua kelompok ini (pelaku migrasi daur ulang dan yang pertama kali )  adalah mereka rentan menjadi korban pelanggaran hak BMI, mereka juga memiliki ketahanan ekonomi keluarga yang sangat rapuh. Dan koperasi menjadi tepat, karena  koperasi menitik beratkan pada  optimalisasi potensi Anggota, membangun kekuatan sendiri. Dan potensi ekonomi komunitas TKI, tidak di ragukan lagi.

ADBMI saat ini dalam ikhtiar membangunkan raksasa ekonomi yang tertidur itu. Mendorong agar TKI menjalin dan memanfaatkan potensi remitance yang  sangat besar dan masih terserak itu. 10 Desa Kantong BMI di Lombok Timur dalam proses memulai itu. Di motori oleh organ gerakan orang kampung peduli BMI yang di sebut sebagai LSD (singkatan Lembaga Sosial Desa), Desa Pijot , dalam 2 bulan sudah mampu mengumpulkan dan mengelola dana Rp. 10 juta lebih. Demikian juga dengan LSD bawak bunut di selebung ketangga , dari sebelumnya , , semenjak di inisiasi menjadi organ sipil pada tahun 2008, hidup segan  mati tak mau, namun semenjak munculnya ide ekonomi produktip dalam bentuk koperasi di  jalankan sebagai penopang gerakan advokasi mereka,  sekarang menjadi organisasi yang teramat bergairah. Meskipun baru dalam tahapan Kelompok Pra Koperasi, pemerintah Desa dan Camat memberikan dukungan yang significant di karenakan eksistensi  yang mereka sudah tunjukkan. Pemerintah Desa memberikan sebuah gedung tersendiri di sebelah kantor desa untuk menjadi Sekertariat LSD, Pak Camat Keruak mendaftar menjadi  salah satu anggota Koperasi yang akan mereka bangun. Dan saat ini, LSD ‘Bawak Bunut” tengah membangun jaringan, mengajak salah satu Pamswakarsa terbesar di Lombok untuk ikut membesarkan koperasi tersebut  dengan mengajak para anggota Pamswakarsa mnjadi anggota koperasi yang di kelola mereka.

0 tampilan0 komentar

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
bottom of page