top of page

Berawal Dari Sawit Malaysia, Kang Ahman Berakhir Dengan Batako

Setelah sekian lama "Berjihad " dengan mengambil peruntungan kerja yang cukup berani, Kang Ahman akhirnya memutuskan untuk berwirausaha di kediamannya dengan usaha batako yang didapat dari simpatik tetangganya sebagai donator.

Kang Ahman merupakan salah satu dari banyaknya pekerja migran Indonesia (PMI) kita yang masa-masanya dihabiskan untuk bolak-balik bekerja ke luar negeri. Dan pada akhirnya memutuskan untuk berdikari karena alasan tertentu.


Pengalaman Kang Ahman yang kurang lebih 5 (lima) kali secara berturut-turut dari tahun ke tahun bekerja ke luar negeri cukup menginspirasi menurut penulis.

Berawal Dari Sawit Malaysia, Kang Ahman Berakhir Dengan Batako
ILUSTRASI: Kang Ahman sedang mengambil buah sawit di perkebunan sawit (Ilustrator: Ikon/Dreamina)

adbmi.org - Pentingnya mengetahui prosedur tentang cara-cara bermigrasi, menggunakan jalur procedural seperti yang sering dibincangkan dan disosialisasikan kepada warga yang dilakukan oleh pemerintah dan stake holder cukup memberikan pengaruh yang bagus terhadap mainstream warga, perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku serta memberikan tekanan psikologi ke oknum “tekong” yang selama ini mengasumsikan warga BMI sebagai komoditas dan prospek bisnis menjanjikan. Perubahan ini sendiri begitu terasa.


Di desa Jenggik Utara pada tahun 2012, dari total jumlah BMI (Buruh Migran Indonesia) 487 orang, sekitar 92,20% menggunakan jalur resmi dengan menggunakan jasa PJTKI (Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia) yang sudah terdaftar di Dinas STT, sementara yang menggunakan jalur mandiri dan contact by person hanya 5,75% dan yang tidak berdokumen sebesar 2,05%.


Bandingkan sebelum medio tahun 2000-an presentase BMI yang menggunakan jalur prosedural berkisar diangka 50-60 %, analisis resiko dan penyampaian cerita dari para alumnus BMI juga turut berperan dalam mengubah pandangan warga.


Akan tetapi persoalan yang signifikan dihadapi BMI adalah adanya sebagian BMI yang justru hanya konsentrasi mengurusi dokumen kependudukan dan tidak melihat kontrak kerja serta job order yang ada, sehingga pada saat pemberangkatan dan sampai di negara tujuan, kerja yang diinginkan tidak sesuai dan upah yang didapatkan juga tidak sesuai, pasport dan dokumen kependudukannya diserahkan pada PT yang memberangkatkan sehingga pada saat di negara tujuan ada ketidakpuasan.


Dan pada akhirnya memutuskan untuk kabur dari tempat kerja tersebut, dokumen-dokumen diabaikan sehingga saat berada di tempat lain, si pekerja tersebut kosong (undocummented). Pengalaman-pengalaman ini memang cukup membuat warga menarik pembelajaran pada setiap tindakan spekulasi kerja yang dilakukan.


Berdasarkan hal tersebut, konsepsi-konsepsi umum memang sering diperdengarkan dan dibacakan. Akan tetapi, akan lebih bijak dan lengkap jika perubahan cepat yang menjadi fenomena ini terjabar secara empiris berdasarkan pengalaman inspiratif warga.


Salah satunya adalah Pak Ahman dengan sapaan akrabnya Kang Ahman yang merupakan alumnus BMI 5 kali. Sekitar 4 bulan yang lalu, baru saja pulang dari rantauan Malaysia dalam rangka berjihad untuk anak dan istrinya.


Secara latar belakang pendidikan, Kang Ahman seperti warga khalayak pada angkatannya yakni tidak dapat menyelesaikan pendidikannya secara massif, hanya sampai Sekolah Dasar (SD).


Berbekal mental dan cerita inspiratif dari teman-temannya serta kondisi perekonomian yang dari hari ke hari tidak cukup mampu untuk diakomodir. Kang Ahman memutuskan mengadu peruntungan ke negeri Jiran pada tahun 1992 dengan menggunakan “Jalur Tikus”. Proses ini ditempuh karena dia beranggapan bahwa menggunakan jalur resmi hanya membuang-buang waktu karena proses administrasi yang rumit, belum lagi separuh gaji dipotong oleh pajak dan catatan yang paling menarik tentu “dia tidak bias bekerja sesuai dengan keinginannya”. Kontrak kerja dilogikakan sangat rumit.


Setelah mempertimbangkan dengan matang bermodal semangat dan niat tulus membantu perekonomian keluarga, Kang Ahman akhirnya berangkat menggunakan jasa “tekong” dan mengantarnya ke Batam menggunakan kapal laut dini hari.


Singkatnya, sampailah dia di negara tujuan, Malaysia “Lahan Jihad” keluarganya. Pada proses kerja, Kang Ahman cukup giat bekerja dengan kontrak yang tidak pasti dan status kewarganegaraan “Non IC” dalam kata lain bukan pemukim asli.


Setelah bekerja cukup lama, keringat sang pahlawan ternyata tidak cukup meluluhkan nurani majikannya. Hampir setiap hari dengan intensitas kerja paruh waktu, Kang Ahman hanya dihargai uang receh dan jauh dari standar gaji yang dharapkan. Apalagi mau berbakti ke keluarganya, untuk menghidupi diri sendiri saja sangat susah.


Kesabaran Kang Ahman hanya bertahan sampai 2 Tahun. Pada akhir tahun 1994, Kang Ahman akhirnya memutuskan untuk kabur dari lokasi sawit tempat kerjanya. Setelah sukses melarikan diri dari majikannya, Kang Ahman terjebak pada tertib kependudukan aparat pemerintahan Malaysia. Tanpa mampu menunjukkan IC (Kartu tanda penduduk Malaysia di sebut Id Card).


Kang Ahman akhirnya ditampung dan diputihkan oleh pemerintah Malaysia. Cerita Kang Ahman selama 2 tahun terhenti dengan berbekal pengalaman tanpa hasil seperti janjinya pada keluarga saat di kampung halamannya.


Hutang yang ditinggalkan sebelum keberangkatan menyisakan cerita dan beban yang harus dipikul pada episode perjalanan berikutnya.



Perjalanan Gelap Kang Ahman Akhirnya Akan Sampai Pada Ujungnya


Penulis mengibaratkan Kang Ahman seperti "Habis Gelap, Terang, Gelap, dan Terang Benederang". Karena menyisakan hutang, duka cita yang dialami Kang Ahman hanya guyonan cerita siang di beranda rumahnya ketika orang-orang datang menanyakan kabar dan hasil yang dibawanya.


Tidak tahan dengan kondisi perekonomian serta dinamika sosialnya yang monoton, Kang Ahman kembali mencoba peruntungannya dengan tujuan negara yang sama. Berharap jaannya dimuluskan karena sudah memiliki pengalaman yang cukup dan mengetahui medan kerja, tindakan Jihad untuk kedua kalinya ditempuh.


Pengalaman kerja yang begitu memilukan tampaknya belum menarik hati Kang Ahman untuk melihat itu sebagai pembelajaran. Berangkatlah dia dengan cara yang sama “tetap tanpa IC”. Nampaknya, spekulasi Kang Ahman belum juga diuntungkan dengan ketatnya aturan kependudukan di Malaysia.


Berawal Dari Sawit Malaysia, Kang Ahman Berakhir Dengan Batako
Ilustrasi: Proses pengambilan buah sawit dari perkebunan sawit menuju pabrik (Licas News by Dede Sudiana/shutterstock.com)


Akhirnya tetap dengan tangan hampa dan beban hutang yang kian hari kian menumpuk dan akumulatif.


Kang Ahman tertunduk lesu sepulangnya. Hanya satu tahun saja pada tahun 1996, Kang Ahman akhirnya tersadar bahwa tindakannya selama ini tidak tepat dan ia merasa harus mulai percaya pada koordinasi dengan pemerintah dan melapor pada aparat yang berwenang jika ingin bekerja lagi.


Akhirnya sekitar tahun 2008 sampai dengan 2003 Kang Ahman kembali menjadi BMI dengan menggunakan jalur prosedural. Jalan yang selama ini dianggap momok bagi para TKI/TKW dalam meraup pundi-pundi keuangan yang besar.


Dibantu oleh keluarganya, Kang Ahman mengurusi surat rekomendasi/ pengantar dari desa untuk bekerja dan selanjutnya diteruskan ke Disnakertrans saat itu, akhirnya melalui PT,  dia diberangkatkan dengan sektor pekerjaan di perkebunan.


Loading adalah istilah yang digunakan oleh para pekerja migran indonesia saat proses mengangkat buah sawit dengan cara manual menggunakan sebuah besi tajam.

Berbekal pengalaman kerja sebelumnya, ia mulai tekun menggubah hidupnya dengan meloading sawit setiap harinya. Dengan perlindungan kontrak kerja, dia akhirnya mendapat penghasilan seperti yang diinginkan, pengiriman uang pun mulai dikirimkan ke keluarganya.


Sedikit demi sedikit, hutang yang menumuk mulai teratasi. Selama 5 tahun Kang Ahman bisa melunasi hutangnya dan dapat memberikan santunan yang layak bagi keluarganya. Besaran pengirimanpun tidak tanggung-tanggung, berkisar 300 ringgit. Angka yang cukup untuk membuat anak dan istrinya tersenyum.


Setelah habis kontrak, Kang Ahman akhirnya pulang ke tanah air dengan senyum dan cerita yang menarik ke keluarganya, tentang pengalaman dan suka dukanya selama menjadi BMI. Tanggung jawabnya terhadap keluarganya terbalas sudah.


Saat itu dia hanya memikirkan bagaimana caranya untuk pembangunan fisik (rumah) yang lebih layak dan perluasan tanah pekarangannya. Dengan hanya mengandalkan pekerjaan di desa dan sudah terbiasa di perkebunan, Kang Ahman akhirnya ingin menuntaskan keinginan itu dengan berangkat lagi menjadi BMI pada tahun 2005 sampai dengan 2010.


Tetap dengan jalur yang prosedural. Hasilnya cukup signifikan, selain mampu melunasi hutang pemberangkatan, diapun mampu membuat rumah dengan perluasan pekarangan yang kualified dan cukup membanggakan untuk ukuran semangatnya. Akhirnya pada tahun 2010 dia balik ke tanah air dengan melihat hasil kerjanya.


Tidak puas dengan hasilnya, Kang Ahman kembali mengadu peruntungannya pada tahun 2011 dengan tujuan yang sama, Malaysia. Pada keberangkatan ke-5nya, apes bagi Kang Ahman, dia mendapatkan kecelakaan kerja. Ketidak hati-hatiannya dalam menggunakan alat kerja membuat mata kirinya cedera dan dipastikan cacat permanen.


Berawal Dari Sawit Malaysia, Kang Ahman Berakhir Dengan Batako
Ilustrasi: Kang Ahman sedang membuat Batako di pabrik batako miliknya di kampung halamannya (Ilustrator: Ikon/Dreamina)

Akhirnya pada akhir tahun 2012, Kang Ahman dipulangkan oleh majikannya dengan mendapatkan perawatan yang intensif. Kang Ahman kemudian mendapatkan klaim asuransi dari majikan dan PT yang memberangkatkannya. Karena cacat mata yang dideritanya, akhirnya dia memutuskan untuk menghentikan petualangan kerjanya dan fokus membangun usaha ekonomi produktif di rumahnya.


Dengan berbekal modal yang dipinjam dari tetangganya, ia mulai merintis usaha Batako. Sampai saat ini usaha dari Kang Ahman berkembang dengan jumlah produksi Batako 200 biji/ harinya. Tetap semangat ya, Kang Ahman.


Dari pengalaman Kang Ahman, kita dapat belajar bahwa semangat harus tetap membara. Berulang kali merasakan pilu namun Kang Ahman selalu mencoba melakukan yangterbaik untuk keluarganya, tidak pantang menyerah, hanya berbekal tekad yang kuat. Tentu pengalaman sangat berpengaruh dalam menentukan keputusan yang dibuat oleh Kang Ahman.


Kang Ahman mampu membawa keluarganya dari gelap menuju terang, namun harus berhenti ketika diberi tanda untuk berhenti. Itu sosok pria sejati, Kang Ahman.


Dan yang paling penting "don't judge a book by the cover", yang dirasa tidak diuntungkan justru malah menguntungkan.


Cerita Pendamping Lapangan (2016)

7 tampilan0 komentar

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
bottom of page