top of page

Amrul Wahyudi Jadi Pekerja Migran Anak di Usia 17 Tahun, Terpenjara di Malaysia Dengan Dicekoki Nasi Basi

Masuk penjara dan dicekoki nasi basi. Berangkat pada tahun 2020 menjadi pekerja migran anak ketika baru tamat Sekolah Menengah Pertama. Karena keterbatasan biaya dan permasalahan ekonomi membuat Amrul Wahyudi mengorbankan pendidikannya masuk ke jenjang SMA.
Pada Pasal 5 UU Nomor 18 tahun 2017 tentang Pelindungan dan Pemberdayaan Pekerja Migran Indonesia dan Keluarganya mencatatkan bahwa usia minimal menjadi PMI adalah 18 tahun. Amrul Wahyudi termasuk dalam korban eksploitasi anak.

Kejamnya penjara negeri Jiran Malaysia bukan lagi sesuatu yang tabu. Selain penyiksaan, makanan yang diberikan kepada narapidana yang dicap sebagai pendatang tak berdokumen sangat tidak layak. Bahkan tak jarang mereka makan makanan yang sudah basi dan tidak layak makan.


Masih tetap ingin menjadi pekerja migran karena desakan ekonomi keluarga.

Amrul Wahyudi Jadi Pekerja Migran Anak di Usia 17 Tahun, Terpenjara di Malaysia Dengan Dicekoki Nasi Basi
Poto Istimewa : Amrul Wahyudi mantan pekerja migran anak (ADBMI Foundation)

adbmi.org – Datang dengan mengenakan sweater hitam, rambut hitam dengan sedikit warna kuning keemasan yang disisir rapi. Amrul Wahyudi duduk di meja pojok kantor Advokasi Buruh Migran Indonesia atau ADBMI Foundation. Wajahnya terlihat kekanak – kanakan. Tidak mencerminkan pekerja migran Indonesia (PMI) yang biasanya terlihat lebih tua karena factor lelahnya bekerja.


Amrul Wahyudi yang akrabnya di sapa Yudi datang bersama dengan beberapa PMI purna yang pernah menjadi korban perdagangan orang atau KPO. Dari informasi yang di himpun, Yudi termasuk dalam korban perdagangan orang dengan kategori pekerja migran anak. Ia berangkat ke Malaysia pada tahun 2020 ketika usia 17 tahun. Usia yang cukup belia baginya untuk menjadi PMI.


Amrul Wahyudi, 21 Tahun asal Desa Surabaya Lepak Kecamatan Sakra Timur Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Ia memilih menjadi pekerja migran di usia yang relatif belia karena keterbatasan ekonomi. Selain itu pula, ia tidak melanjutkan pendidikannya sampai jenjang sekolah menengah atas.



Pernah Merasakan Nasi Basi di Dalam Penjara


Cerita tentang kejamnya jeruji besi negeri Jiran Malaysia bukan sesuatu hal yang tabu lagi. Sudah banyak warga Negara Indonesia yang merasakan dingin dan kejamnya penjara di Malaysia karena berbagai macam kasus. Kasus yang banyak adalah menjadi PMI tanpa izin atau unprosedural.


Termasuk Amrul Wahyudi, ia pernah merasakan penderitaan yang begitu pedih. Enam bulan baginya adalah masa – masa yang sulit selama di dalam penjara.


Ia bercerita pernah memakan sayur kangkung beserta akarnya. Selain itu juga nasi yang sudah basi.


“kalau tidak dimakan, mau makan apa lagi,” terang lelaki 21 tahun tersebut.


Selama di penjara, ia tidak bisa berbuat apa – apa. Hanya menunggu kapan waktunya tiba, waktu berakhirnya penderitaan yang dialaminya beserta ratusan pendatang tak berdokumen lainnya.


Masih Tetap Ingin Kembali Karena Faktor Ekonomi


Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kabupaten Lombok Timur, Lalu Muhammad Isnaini menawarkan bagi Amrul Wahyudi pelatihan keterampilan saat berkunjung ke ADBMI Foundation. Namun, Amrul Wahyudi menolak mentah – mentah semua itu karena masih memiliki hasrat untuk kembali merantau menjadi PMI.

Amrul Wahyudi Jadi Pekerja Migran Anak di Usia 17 Tahun, Terpenjara di Malaysia Dengan Dicekoki Nasi Basi
Foto Istimewa: Amrul Wahyudi (kanan) foto bersama dengan Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kabupaten Lombok Timur, Lalu Muhammad Isnaini (Kiri) di Kantor ADBMI Selong

Keinginannya untuk pergi merantau kembali menjadi PMI bukan tanpa alasan, ekonomi menjadi “obat kuat” bagi Yudi memilih merantau kembali.


Pemberangkatan sebelumnya, yudi akrabnya bekerja menjadi penjaga toko swalayan di kawasan Malaka Malaysia. Pekerjaan itu ia geluti selama kurang lebih 3 tahun lamanya sebelum tertangkap polisi kerajaan Malaysia.


Roma Hidayat ketua ADBMI Foundation menyayangkan penolakan Amrul Wahyudi mengikuti pelatihan dari Dinas Sosial Lotim. Ia menyebutkan factor ekonomi menjadi alasan kuat setiap orang untuk memilih menjadi pekerja migran.


“selain ekonomi, factor keluarga juga menjadi penentu setiap orang untuk bermigrasi,” terang Roma.


Terlebih Amrul Wahyudi, ucapnya, yang tergolong masih muda. Pasti memiliki keinginan untuk kembali lagi merantau menebus penderitaan yang sudah dialaminya di sana.



Korban Perdagangan Orang Kategori Pekerja Migran Dibawah Usia


Undang – undang nomor 18 tahun 2017 tentang Pelindungan dan Pemberdayaan Pekerja Migran Indonesia dan Keluarganya pasal 5 menyebutkan usia minimal menjadi pekerja migran Indonesia adalah 18 tahun. Sementara itu, Amrul Wahyudi berangkat pada usia 17 tahun.


Sementara itu data dari Balai Pelayanan dan pelindungan Pekerja Migran Indonesia Nusa Tenggara Barat (BP3MI NTB) mencat pemulangan pekerja migran anak pada tahun 2024 ini sekitar 8 orang atau 1,52% dari jumlah PMI asal NTB yang dipulangkan.


Data ini akan teru meningkat jika tidak adanya sosialisasi yang kuat serta kerjasama para pihak dalam memberantas pekerja migran unprosedural.

53 tampilan2 komentar

2 Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
Guest
Aug 21
Rated 5 out of 5 stars.

Memang susah klo cuma ditawarkan pelatihan. Kecuali pelatihan nya langsung bisa dapat pekerjaan dengan gaji yg sesuai..

Like

Rated 5 out of 5 stars.

Usia 17 tahun relatif muda. Namun masih banyak yang di bawah usia tersebut memilih untuk menjadi pekerja migran karena desakan ekonomi

Like
bottom of page