Program makan bergizi gratis yang dicanangkan oleh pemerintahan Prabowo Gibran saat ini sedang berlangsung di beberapa daerah, termasuk di Kabupaten Lombok Timur.
Sejauh ini, beberapa sekolah sudah mendapatkan program makan bergizi gratisyang sudah dimulai sejak awal tahun 2025 kemarin.
adbmi.org – Data tahun 2024, sebanyak 21 ribu anak di Kabupaten Lombok Timur tercatat putus sekolah dan secara otomatis tidak tersentuh oleh program makan bergizi gratis yang dicanangkan oleh pemerintah. Data ini menjadi perhatian serius berbagai pihak, termasuk Advokasi Buruh Migran Indonesia (ADBMI).
Widya Harwin, manajer kebijakan publik ADBMI, menyatakan bahwa angka tersebut menunjukkan perlunya upaya lebih serius dalam menangani masalah pendidikan dan gizi di daerah ini. “Angka 21 ribu anak putus sekolah di Lombok Timur adalah sebuah situasi darurat. Anak-anak ini tidak hanya kehilangan akses pendidikan, tetapi juga hak mereka atas pemenuhan gizi yang layak,” ujar Widya.
Program makan bergizi gratis yang diluncurkan pemerintah dirancang untuk memberikan asupan makanan sehat kepada anak-anak yang bersekolah. Namun, anak-anak yang putus sekolah otomatis tidak dapat menikmati manfaat dari program ini, yang memperburuk kondisi kesehatan dan masa depan mereka.
Menurut Widya, salah satu penyebab tingginya angka putus sekolah adalah tekanan ekonomi yang mendorong anak-anak untuk bekerja membantu keluarga. Selain itu, minimnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan dan keterbatasan akses ke sekolah juga menjadi faktor pendukung.
“ADBMI mendorong pemerintah untuk memperluas jangkauan program makan bergizi gratis, sehingga anak-anak yang tidak berada di bangku sekolah juga dapat merasakannya. Kita juga membutuhkan langkah terintegrasi untuk mengembalikan mereka ke sekolah,” tegasnya.
Widya menambahkan bahwa pemerintah harus memperkuat kolaborasi dengan lembaga swadaya masyarakat dan komunitas lokal untuk menciptakan solusi yang lebih efektif. “Kami perlu memastikan bahwa tidak ada anak yang tertinggal, baik dari sisi pendidikan maupun kesehatan. Upaya ini memerlukan kerja sama semua pihak,” katanya.
Dengan jumlah anak putus sekolah yang tinggi, risiko masa depan yang suram semakin nyata. Generasi muda Lombok Timur menghadapi tantangan besar yang tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga pada pembangunan daerah secara keseluruhan.
“Kami berharap ada kebijakan yang lebih inklusif dan perhatian lebih besar terhadap anak-anak ini. Mereka adalah masa depan Lombok Timur, dan kita tidak boleh membiarkan mereka kehilangan harapan,” tutup Widya.
Berbagai pihak kini menantikan langkah konkret dari pemerintah untuk menjawab tantangan ini. Perlu keberanian dan komitmen kuat untuk mewujudkan perubahan nyata demi masa depan anak-anak Lombok Timur.
Sebagai Lembaga pemerhati pekerja migran Indonesia, Perempuan dan anak di NTB, ADBMI juga mendorong pemerintah memberikan perhatian bagi anak – anak dari keluarga PMI.
Menurut Roma Hidayat, Ketua ADBMI Foundation menyebut banyak factor yang membuat anak – anak PMI putus sekolah. “Selain ekonomi, ketiadaan figure orang tua yang mengawasi Pendidikan anak yang membuat banyaknya anak yang putus sekolah.”
Ketua ADBMI mendorong keterlibatan semua instansi pemerintah untuk berkolaborasi menyediakan program khusus bagi anak pekerja migran Indonesia untuk mengurangi angka putus sekolah.
Bagi Roma, peningkatan partisipasi siswa untuk mengikuti program wajib belajar 12 tahun menjadi suatu keharusan. Terlebih, sasaran program pemerintah cenderung merujuk ke anak – anak yang bersekolah.
“semisal PKH, PIP dan yang terbaru itu program makan bergizi gratis.”
Diketahui program Keluarga Harapan atau PKH menyasar orang tua (miskin) dari siswa dengan mempertimbangkan jumlah anak yang masih aktif bersekolah. Sementara Program Indonesia Pintar atau PIP menyasar siswa dari SD sampai dengan perguruan tinggi.
Selain itu, sambung Roma, "pekerja migran kita saat ini dominan hanya tamatan sekolah dasar."
Data ini menunjukan banyaknya anak - anak di Lombok Timur yang putus sekolah dan tidak melanjutkan pendidikanya. setelah itu, mereka memilih menjadi pekerja migran Indonesia.
semoga anak anak PMI bisa melanjutkan pendidikannya. dan anak anak putus sekolah semakin berkurang